Di SMA Triguna Jaya, kelas 11 IPS 5 dikenal sebagai "Kelas Terakhir." Diremehkan oleh murid lain, dianggap kelas paling terakhir, dan dibayangi stigma sebagai kelas "kurang pintar," mereka selalu dianggap sepele. Namun, di balik pandangan sinis itu, mereka menyimpan sesuatu yang tak dimiliki kelas lain: talenta tersembunyi, kekompakan, dan keluarga yang mereka bangun sendiri.
Ketika cinta segitiga, persaingan ambisi, dan prasangka mulai menguji persahabatan mereka, batas antara solidaritas dan perpecahan menjadi kabur. Apakah mereka bisa menjaga mimpi bersama, atau akan terpecah oleh tekanan dunia luar?
©deluxi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alona~, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Pertandingan Dan Perasaan
...Hallo hallo sayang sayangku 🌷...
...۪ ׄ ۪ 🎀 Disclaimer‼️: ׂ 𖿠𖿠...
...Semua cerita ini hanyalah cerita fiksi. Jika ada kesamaan dari nama, karakter, lokasi, tokoh, itu semua karena unsur ketidaksengajaan. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam menulis. ...
...۪ ׄ ۪ 🌷 Happy Reading 🌷: ׂ 𖿠𖿠...
Hari Senin ini, lapangan sekolah sudah dihiasi dengan meriah. Bendera kecil merah putih berkibar gagah di setiap sudut, sementara balon berwarna-warni menari tertiup angin. Lagu "Dreamers" yang dinyanyikan oleh Jeon Jungkook terdengar menggema lewat sound system. Tambah menghidupkan suasana sembari menunggu perlombaan di mulai.
Suasana di kelas IPS 5 kali ini yang biasanya tantrum tiap hari, kini tampak damai, adem, dan tentram. Kalau kata Sherly mereka ini lagi ngirit energi, soalnya kan bentar lagi mereka bakalan tanding futsal dan tarik tambang.
Sabi, Gisella, Luna, Nade, dan Sherly lagi asyik pakai sunscreen milik Gisella sambil bercermin di kaca belakang. Sebentar lagi mereka bakalan tanding lomba tarik tambang, mereka bersiap-siap memakai sunscreen supaya tidak terkena panas sinar matahari.
"Heh! Kalian ini mau lomba tarik tambang atau mau fashion show sih? Pake sunscreen segala," suara Haikal, si duta julid IPS 5, dengan santainya, ia duduk sambil ngemil keripik dan memasang wajah remeh.
Sabi, yang sudah biasa dengan menghadapi komentar nyeleneh Haikal, langsung menoleh dengan tatapan memicing. "Lo cowok mana paham pentingnya sunscreen? Otak lo keseringan kebakar matahari, makanya suka julid!"
Haikal mengangkat bahu, pura-pura tidak peduli. "Yaudah deh, terserah. Tapi kalau kalah, skincare mahal lo gak guna, tuh."
Bagi Haikal, di kelas mereka ini banyak sekali nyai ronggeng nya, serem serem. Selain takut pada ibu ketua, Haikal juga takut kalau udah liat tatapan maut Sabi, kayak elang lagi natap mangsa anak ayam gitu lho.
Pintu kelas terbuka, menampilkan sosok Jia dan Jendra yang baru saja memasuki kelas. "Guys persiapan yuk, bentar lagi kelas kita tanding sama kelas 11 IPA 2," ucap Jia.
"11 IPA 2? Wah wah rival kita cuy! Ini kelas kita harus menang sih, kalau kelas kita kalah, bisa-bisa mereka remehin kita lagi," seru Nade.
Luna mengangguk setuju, "Tenang, Nad. Kan ada Gisel sama Sabi!" mereka lalu tertawa.
Di sela-sela tawanya, Luna tersenyum ke arah Jia yang geleng-geleng dengan candaan Luna. Namun, matanya tak sengaja beradu pandang dengan Jendra selama beberapa detik, setelah itu Jendra melemparkan senyuman manisnya.
Luna tertegun. Ada sesuatu dalam senyuman itu yang membuat dadanya berdebar lebih cepat. Pipinya terasa panas, dan entah kenapa, ia merasa salah tingkah. Sherly yang memperhatikan tingkah aneh Luna langsung menyenggolnya pelan. "Eh, lo kenapa senyum-senyum sendiri? Lagi sawan?"
Luna tersentak dari lamunannya. "Apaan sih? Gak ada apa-apa!" katanya gugup, tapi nada bicaranya terlalu tinggi sehingga malah mengundang tawa kecil dari Sherly.
Akhir-akhir ini Luna sering berinteraksi dengan Jendra, entah itu disaat pulang sekolah, di kantin, atau di kelas. Melihat sikap Jendra yang baik dan perhatian kepadanya, membuat Luna sedikit terbawa perasaan akan sikap baik Jendra.
Panas matahari semakin terik, tapi semangat anak-anak IPS 5 justru semakin membara. Lapangan sudah mulai dipenuhi siswa dari berbagai kelas yang siap mengikuti lomba dan menjadi supporter heboh. Bendera merah putih berkibar gagah di setiap sudut, ditemani balon warna-warni yang terus menari ditiup angin sepoi-sepoi.
Sementara lagu Dreamers yang dinyanyikan oleh Jeon Jungkook berputar, seakan menjadi soundtrack resmi perlombaan ini. Tawa sorak-sorai, dan suara langkah kaki siswa yang berlarian memenuhi lapangan, bersatu menjadi harmoni riuh yang khas di setiap acara perlombaan 17 Agustusan.
Anak-anak IPS 5 sudah berkumpul di dekat bangku penonton, masing-masing mengenakan kaos kelas berwarna hitam dengan tulisan "IPS 5, Mental Baja!" yang sengaja mereka buat dengan desain yang kelewat norak, tapi entah kenapa malah menjadi ciri khas mereka.
Ada yang bisa menebak ini ide siapa?
Namun, di tengah keramaian itu, dua sosok panitia tarik tambang terlihat berdiri di pinggir lapangan. Jia dan Jendra. Mereka tengah berteduh sebelum kembali berdiri di tengah lapangan yang panas.
Jia memegang botol air mineral yang baru setengah di minum. Sesekali ia merapikan rambutnya yang mulai berantakan karena angin, keringat nya bercucuran karena panas matahari yang semakin siang semakin terik.
Jendra yang memperhatikan itu, tiba-tiba mendekat dengan senyum jailnya. "Ji, sini bentar deh."
Jia menoleh, "Hah? Apaan sih?"
Tanpa menjawab, Jendra memasangkan bandana yang terbuat dari balon di kepalanya. "Tuh, biar keliatan banget kalau jadi panitia."
Jia melotot, lalu mendengus sebal. "Apaan sih, Jen? Yang ada gue kayak anak kecil!"
Jendra tertawa kecil, ia mengacak rambut Jia gemas, "Mau pake topi gue gak? Biar lo gak kepanasan?" tanpa mendengar jawaban dari Jia, ia sudah memasangkan topi miliknya di kepala Jia.
Saat Jendra memasangkan topi, Jia tiba-tiba menolehkan kepalanya, keduanya terdiam sesaat. Wajah mereka sangat dekat, tatapan mereka bertemu, mata coklat Jia menatap langsung ke mata hitam Jendra yang menatapnya dengan ekspresi sedikit terkejut.
"Malah romantisan. Ji, Jen! Ayo buruan!"
Mendengar suara Jildan, Jia maupun Jendra langsung memutuskan kontak mata itu. Mereka menjadi canggung dan sedikit salah tingkah.
Jendra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Err...yaudah, ayo Ji, ke tengah lapang."
Tanpa mereka sadari, di tengah lapang, Luna mengawasi dari jauh merasakan dadanya berdenyut tak karuan. Kenapa Jendra selalu terlihat akrab dengan Jia? Pikiran itu terus menghantui, tapi Luna hanya mampu mengabaikannya.
Sabi, Luna, Sherly, Gisella, dan Nade sudah berbaris di garis start dengan tangan mencengkram tali tambang dengan kuat. Di seberang mereka, cewek-cewek kelas IPA 2 - rival mereka sudah siap siaga dengan seringai sinis.
Di antara mereka, seorang perempuan bernama Abel yang dikenal sebagai tukang bully sekaligus queen di kelasnya menatap mereka dengan sinis. Ia memiliki tiga teman, yakni Ruby, Izzel, dan juga Riska.
"Eh, kelas buangan! Jangan lupa re-apply skincare nya ya! Takutnya kalau kepanasan meleleh skincare murahnya, terus jadi dempul!" ejek Abel dengan lantang, sengaja membuat semua anak IPA tertawa terbahak.
Gisella yang paling gampang tersulut langsung maju selangkah. "Cih! Lo pikir skincare gue murah? Iya si murah, saking murahnya gue bisa tuker skincare gue sama harga diri lo!" sarkasnya.
Abel yang mendengar ucapan Gisella menggertakkan giginya, "Gak usah sombong lo! Percuma menor kalau tarik tambang aja kalah! Malu maluin!"
"Gak usah banyak bacot! Nanti kalah nangees!" ejek Nade.
Supporter IPS langsung makin heboh. Squad jamet bahkan sudah berdiri di bangku sambil teriak dengan meniup trompet juga banner dengan tulisan yang nyeleneh tapi bikin menarik perhatian kelas lain. "AYO AYANG SABI SEMANGAT!"
"CINTAKU SHERLY SEMANGAT BABEEE!"
Peluit panjang berbunyi.
"SATU, DUA, TIGA! TARIKK!!"
Tali tambang mulai ditarik dari kedua sisi. Sabi dan kawan-kawan mengerahkan seluruh kekuatan mereka, namun ternyata anak kelas IPA ternyata sama kuatnya. Kaki mereka tertahan kuat, mencoba bertahan agar tali tidak tertarik lebih jauh.
Wajah Luna memerah, keringat mulai mengalir di pelipisnya, tapi ia terus menarik dengan sekuat tenaga.
"PERTAHANKAN KEKUATAN KAKI, GUYS! TARIK PELAN-PELAN, IKUTI RITMENYA!" teriak Sherly sambil mengatur napas.
Namun, Abel dan kawan-kawan tak mau kalah. "AYO GUYS! LEBIH KUAT LAGI, AYO!"
Tali mulai bergetar, sedikit demi sedikit berpindah ke arah IPA.
Sabi yang merasa posisi mereka mulai terdesak, memejamkan mata dan menarik tali dengan sekuat tenaga sambil berteriak, "AYO GUYS! BUKTIIN KALAU IPS LIMA KUAT! AYO IPS LIMA! TARIKKK!"
Dan seketika, dengan hentakan terakhir yang disertai dorongan penuh semangat, tim IPS 5 berhasil menarik lawan mereka hingga seluruh anggota IPA 2 terjatuh beramai-ramai di tanah.
"YEAHHHH! KELAS KITA MENANG GUYS!"
"IPS 5 HARGA MATI WOY!!"
"AYANG SABI KUUU BERHASIL WOY!"
Sorakan membahana di seluruh lapangan. Sabi bahkan sampai menjatuhkan diri ke tanah sambil berteriak, "KITA MENANG WOY! MENTAL BAJA! MENTAL BAJA!"
Sementara itu, Abel dan kawan-kawan nyan hanya bisa berdiri dengan wajah kesal. "Cih gitu doang aja bangga. Liat aja, futsal gak bakal gue biarin kalian menang!"
...🌷 🌷 🌷...
Perlombaan tarik tambang sudah selesai di laksanakan. Begitupun dengan babak finalnya, kelas mereka mendapatkan juara. Juara 1 untuk tarik tambang laki-laki, dan juara 3 untuk tarik tambang perempuan.
Sekarang tinggal giliran mereka tanding futsal. Di siang terik seperti ini membuat mereka malas dan ingin mengundurkan diri.
"Gue masih emosi sama si anji*g Abel itu, naj*s!" ucap Gisella.
Nade yang di sebelahnya menyahut, "Bener anji*! Mana futsal tanding sama dia lagi. Kayaknya panitia sengaja ya bikin kita gelut? Ji? Jen? "
"Kalau soal itu gak tau gue, soalnya yang nentuin lomba itu Pak Rian, guru BK," ucap Jendra.
Juan yang mendengar nya langsung mendengus sebal, "Pantesan yang nentuin nya ib*is. Kan i*lis suka Pertempuran antar manusia," ucapnya dengan sarkas.
"Anjayy i*lis gak tuh? Tapi tenang guys, yang penting kita udah juara."
Kali ini suasana siang terasa lebih panas, bukan cuma panas karena terik matahari yang menyengat, tapi juga ego antar kelas yang sama-sama merasa paling unggul. Persaingan antar kelas ini memang sudah bukan rahasia lagi.
Semua supporter IPS 5 sudah standby di bangku tribun. Heboh? Tentu saja, apalagi sekarang mereka memakai bandana merah di kepala mereka, sebagai tanda semangat menyala. Felix dan Renal yang muak dengan ini semua hanya bisa tersenyum paksa sambil bersorak.
Haikal, Jildan, Juan, Hanif dan Jendra sudah berada di lapangan bersama lawan atau rival mereka yakni IPA 2. Entah disengaja atau tidak, mereka selalu dipertemukan menjadi lawan di setiap perlombaan.
"SEBELAS IPS LIMA?!"
"ON FIRE!"
"SEBELAS IPS LIMA?!"
"ON FIRE!"
"SEBELAS IPS LIMA?!"
"TOGETHER WE STAND, TOGETHER WE WIN! HURAAAAA~~~!"
"SEKALI LAGI?!"
"JAYA, JAYA, JAYA!!"
Mereka begitu kompak dan heboh dengan jargon mereka, sampai membuat mereka menjadi pusat perhatian.
Di sebelah mereka, kelas IPA 2 lebih tepatnya rival mereka mencibir, "Sok heboh banget naj*s! Nanti kalah nanges!"
"Idih? Idih? Iri ya lo kelasnya gak rame? Makanya jangan circle circle, solid bro solid! Gak bisa kan lo?! Kalau gak bisa saingan dong, bukannya nyinyir kaya orang stre*!" sungut Kalisha dengan menggebu-gebu.
Pertandingan berjalan dengan sengit. Haikal yang biasanya tidak bisa serius, justru paling serius. Bahkan dia sempat melakukan aksi dribble zig-zag yang bikin penonton teriak. "WOIII! RONALDO LOKAL!"
Pertandingan futsal berakhir dimenangkan oleh 11 IPS 5. Mereka kembali bersorak gembira, heboh banget, brisik, asik pokonya.
Semuanya langsung menepi di tribun, anak perempuan dengan senang hati memberikan mereka air mineral. "Gue keren gak? Keren kan ya? Asik!" ucap Haikal dengan pedenya.
"Nih, minum Jen. Gue tau pasti lo haus," ucap Luna sambil menyerahkan sebotol air mineral.
Jendra dengan senang hati menerima nya, "Thanks ya, Lun." ucapnya melemparkan senyum manis andalannya.
Senyuman itu mampu membuat hati Luna terguncang, ia membalas senyuman Jendra dengan kikuk. Ini bukan pertama kalinya Jendra melemparkan senyum itu, namun entah kenapa selalu membuat Luna melayang.
Tanpa di sadari, Jia memperhatikan mereka, ada yang terganjal di hatinya, ia buru-buru menepis perasaan tersebut. "Apaan sih, Ji? Pikiran lo astaga" monolognya.
...🌷 🌷 🌷...
Setelah futsal anak laki-laki selesai. Kini giliran anak perempuan tanding. Lawan mereka kembali sama. Abel, Izzel, Riska, dan Rubi menjadi lawan mereka.
Abel menatap mereka remeh, "Liat ya, kalian bakalan gue kalahin!"
"Takut ko sama yang tadi kalah? Siapa takut?"
Pertandingan kali ini tak kalah sengit dengan futsal anak laki-laki. Apalagi melihat dari skor mereka seri, membuat suasana semakin panas.
Hingga akhirnya di menit-menit terakhir, saat Jia ingin mencetak gol, dengan sengaja Abel menyenggol tubuh Jia dengan keras. Tubuh Jia jatuh dengan keras, pelipisnya membentur sudut lapangan. Kesempatan inilah membuat Abel leluasa mencetak gol ke gawang kelas mereka.
"JIA!" semua orang berteriak histeris, apalagi melihat pelipis, siku, dan lutut Jia mengeluarkan darah.
Jendra yang sedang menonton di pinggir lapangan langsung berlari menghampiri Jia. Wajahnya penuh kekhawatiran. "Ji? Lo gak apa-apa? Ji, jawab gue!"
Jia mengangkat wajahnya, meski tampak kesakitan, ia memaksakan tersenyum. "Gapapa, Jen. Cuma luka kecil ko."
Raden yang tersulut emosi langsung berlari ingin menghajar Abel dan kawan-kawan. "ANJIN*! BERANI BERANI NYA LO SAKITIN JIA! LO KALAU GAK BECUS MAIN FUTSAL GAK USAH MAIN CURANG B*BI!"
Juan, Haikal, dan Jildan langsung menghadang Raden supaya tidak benar-benar menghajar Abel. Suasana makin riuh, orang-orang bersorak menyoraki Abel dan kawan-kawan yang bermain kasar.
Pertandingan futsal kali ini di eliminasi, mereka sama-sama tidak masuk final. Abel yang merasa dipojoki langsung berlari, dan murid-murid menyoraki makin heboh.
Tanpa basa-basi dan menunggu anggota PMR datang, Jendra langsung membopong tubuh Jia ala bridal style. Semua orang termasuk Jia terkejut melihat tindakan Jendra.
"Jen! Turunin! Gue bisa jalan sendiri! Malu diliatin orang-orang." Jia memberontak ingin diturunkan.
Jendra menatap Jia dengan datar, "Kalau lagi darurat gini jangan pikirin malu. Diem jangan banyak gerak, nanti lo jatuh!" ucap Jendra dingin dengan penuh tekanan.
Jia menelan ludahnya kasar, baru kali ini ia melihat sisi Jendra yang dingin. "Buset serem juga kalau Jendra marah," gumamnya pelan.
Luna yang menyaksikan itu menatap mereka dengan tatapan sendu, hatinya berdesir nyeri. Namun, ia buru-buru menepis perasaan itu, lalu berlari mengikuti Jia-sahabatnya yang tengah terluka.
Di UKS. Luna, duduk di sudut ruangan memperhatikan Jendra yang sibuk membantu PMR membersihkan luka Jia. Ada perasaan asing yang mengglayuti hati Luna, semacam cemburu yang ia sendiri tak mau akui.
Jendra terus berbicara, suaranya penuh perhatian. "Ji? Sakit, gak? Kalau sakit bilang aja Ji, jangan di tahan."
Jia memutar bola matanya malas, "Lo udah nanya itu ratusan kali, Jen. Gus gapapa, gak usah khawatir, ini kan udah ditangani sama anggota PMR."
Namun, Jendra tetap memasang wajah keras. "Gapapa apanya? Itu luka lo banyak noh, di pelipis, siku, sama lutut. Gapapa apanya?" sewot Jendra.
Jia tertawa melihat Jendra yang ngomel ngomel layaknya seorang Ayah pada anaknya. "Iya iya, Jen. Iya."
Luna yang mendengar percakapan itu merasa hatinya mencelos. "Kenapa Jendra segitu pedulinya sama, Jia? Dia suka Jia?" gumamnya dalam hati. Mata Luna mulai terasa panas, tapi ia segera menunduk, menyembunyikan perasaannya.
...🌷 🌷 🌷...
...Aku gak bakalan bosan bosan mengingatkan kalian, jangan lupa tinggalkan jejak ya, seperti vote, komen, dan tambahkan ke favorit kalian ya😉🌷...
...Sampai ketemu di part selanjutnya 🌷...
...ִ ׄ ִ 𑑚╌─ִ─ׄ─╌ ꒰ To be continued ꒱ ╌─ׄ─۪─╌𑑚 ۪ ׄ...