Awalnya Elodie adalah ibu rumah tangga biasa. Istri yang penurut dan ibu yang penuh kasih. Namun sebuah kecelakaan mengubah segalanya.
Sikap dan Perilaku wanita itu berubah 180 derajat. Melupakan segala cinta untuk sang suami dan putra semata wayangnya. Mulai membangkang, berperilaku sesuka hati seingatnya di saat 19 tahun. Namun justru itu memberi warna baru, membuat Grayson menyadari betapa penting istri yang diremehkannya selama ini.
"Mommy."
"Nak, aku bukan mommy kamu."
"Elodie Estelle."
"Grayson Grassel, ayo kita bercerai!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 ~ Mantan
"Alister, kau sungguh mengkhianatiku?" Ansera memandang pria di depannya dengan air mata mengalir. Ia tidak menyangka, seseorang yang mengaku begitu mencintainya tega bermain api di belakang.
Hatinya terasa remuk, seperti ditusuk ribuan jarum yang sangat menyakitkan. Sementara pria yang berdiri menjulang di depannya itu tertawa setelah bergeming cukup lama. Ia tertawa keras, memberikan Ansera sebuah penjelasan tanpa perlu mengatakan apa pun.
"Sera, coba kau ingat-ingat! Sudah berapa lama kau duduk di kursi roda itu? Sudah satu tahun lebih! ... Aku juga seorang pria, aku juga perlu memanjakan diri. Dan kau tidak bisa memanjakanku. Lalu apa yang harus aku lakukan? Aku hanya bisa mencari di luar, kau menyalahkanku, huh? Kau yang salah, Ansera! Kau!" Alister berteriak kencang, hingga tubuh rapuh sang istri terasa bergetar.
Air mata Ansera semakin luruh. Ia memejamkan mata, merasakan sakit yang yang begitu sangat amat menyakitkan. "Alister ...."
Drrtt, drrtt, drrtt.
Elodie berdecak saat fokus yang susah payah yang ia ciptakan hancur seketika. Padahal ia baru mulai merangkai awal cerita setelah beberapa hari memikirkan kemana ia akan membawa alur.
Wanita itu melihat kesal layar ponsel dengan gambar telepon genggam yang melompat-lompat itu. Lagi-lagi panggilan dari kontak bernama Miss Monica.
Sebenarnya siapa dia? Beberapa hari yang lalu sudah ia abaikan, hari ini mulai meneror lagi. Akhirnya ia menjawab dengan enggan.
"Ya."
"...."
"Apa? Cedric? Siapa? Aku tidak merasa mengenalnya." Elodie mengerutkan alis ketika mendengar nama asing namun juga familiar itu.
Sementara miss Monica di seberang sana tertegun bingung. Apa keluarga muridnya yang satu ini memang seaneh itu? Beberapa hari yang lalu dia berbicara dengan sang ayah seperti orang asing. Sekarang ibunya bahkan mengaku tidak mengenal. Diam-diam ia menatap anak lelaki itu dengan pandangan iba yang membuat Cedric mengerutkan alis.
"Mohon maaf, Nyonya. Cedric Grassel, putra Anda."
Elodie membulatkan mulutnya. "Oh, Cedric Grassel, ya? Ada apa dengannya?" tanya Elodie dengan santai.
"Putra Anda berkelahi dengan teman sekelasnya. Jadi kami meminta para orangtua kemari untuk mendiskusikan dan saling berdamai."
"Di mana?"
"Ya, bagaimana?"
"Aku bertanya di mana sekolahnya?"
"Oh, akan saya bagikan lokasi ke nomor Anda nanti, Nyonya."
"Baiklah." Elodie menutup panggilan dan segera berganti pakaian. Wanita itu bergerak kilat, entah kenapa hatinya merasa tidak tenang meski pikirannya tidak mengingat apa pun ditambah ia masih sedikit kesal.
Namun di saat berdiri di depan rumah, ia baru mengingat sesuatu. "Aku perginya pakai apa?"
Wanita itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu membuka tas dan mengambil dompet. "Sepuluh ribu?"
Elodie termangu saat melihat dompetnya yang kosong jika tidak terisi kartu identitas. Beberapa hari yang lalu memang ada lima puluh ribu, tapi sudah ia gunakan untuk ongkos datang ke rumah Clara.
"Aku sungguh istri orang kaya, kah?" Elodie ingin menangis saja, bahkan ia merasa lebih kaya saat masih gadis dulu.
"Lalu bagaimana aku bisa pergi?" Ia menggigit bibirnya, lalu membuka aplikasi ojek online.
"Lima belas ribu empat ratus? Tidak cukup!" Ia mulai berjalan, keluar dari pekarangan rumah Clara hingga kebetulan seseorang yang memakai sepeda motor lewat.
"Eh, Hei! Berhenti!"
Kriett.
Pria dengan sepeda motor gede itu berdecak kesal saat seseorang tiba-tiba menahannya di depan. "Kau cari mati, ya?" maki pria itu namun Elodie malah membalas nyengir.
"Elodie?" batin pria itu saat melihat wanita yang berdiri di depannya sekarang.
Wanita itu menunjuk sebuah helm yang terletak di depan pria itu. "Kamu ojek? Kalau begitu antar aku ke sekolah ini!" Elodie menunjukkan layar ponselnya.
Namun karena pria itu tidak menjawab sepatah kata pun, ia sendiri yang berinisiatif mengambil helm dan naik ke atas motor pria itu begitu saja. "Aku akan membayarmu!"
"Ayo! Aku sedang buru-buru!" pinta Elodie sekali lagi saat merasa pria di depannya bergeming, membuat pria yang masih merasa tidak percaya itu tersadar.
"I-iya."
...
"Terima kasih," ujar Elodie cepat, wanita itu turun dari motor dan memberikan sisa uangnya yang berharga pada pria baik hati itu.
Pria itu termangu, ia menatap uang sepuluh ribu di depannya dengan bingung kemudian tertawa kecil. "Kau masih belum berubah, ya?"
"Eh, helmnya?" Ia memandang Elodie yang sudah berlari jauh. Wanita itu masih mengenakan helm, membuatnya menggeleng dan tertawa kecil.
Ia turun dari motornya dan mengejar Elodie dengan langkahnya yang lebar. "Elli!" panggilnya dengan suara cukup nyaring.
Elodie yang merasa terpanggil menolehkan kepalanya. Ia mengerutkan alis saat melihat pria yang tadi mengantar mengejar sampai ke sini. "Apa uangnya kurang?" Elodie menggigit bibir dalamnya pelan.
Apa ia harus kabur? Tanpa berpikir lagi ia berlari. Lagi pula ia tidak punya uang lagi untuk diminta, jadi bisanya sekarang hanyalah kabur. Sementara pria yang ditinggal begitu saja itu memandang dengan bingung. Namun itu hanya sesaat, karena setelahnya ia juga ikut mengejar.
Di saat yang sama seorang wanita yang baru sampai menatap mereka dengan sinis. "Mereka kira ini taman bermain?"
Elodie yang terus berlari itu, terus menoleh ke belakang. Wanita itu berdecak saat melihat pria itu masih mengejar. "Ka-kamu kenapa ter-us meng-ejarku?" teriak Elodie dengan terengah-engah.
"Elli, helm, helm." Bukannya mendengar maksud pria itu mengejarnya, Elodie malah salah fokus pada panggilan pria itu.
"Elli? Heh, dia tahu dari mana nama kecilku?" gumamnya sembari terus menengok ke belakang. Hingga tidak sadar ada seseorang di depannya.
Bruk.
"Aduh! Siapa yang menaruh dinding di tengah koridor seperti ini?" gerutu wanita itu namun langsung menganga saat membuka mata.
"Ternyata manusia, keras sekali," gumamnya lagi sembari mendongak untuk melihat rupa manusia itu.
"Eh, kamu siapa? Sepertinya aku kenal?" Elodie mengingat-ingat namun setelahnya langsung membelalak. "AAAAKKKKKHHH!"
Gray memejamkan mata mendengar teriakan melengking itu. Padahal sudah beberapa hari tidak bertemu, sekali bertemu langsung disambut teriakan lagi.
"Jangan berteriak lagi!" titah pria itu yang langsung membenamkan kepala sang istri ke dalam dadanya. Memeluknya dengan erat bermaksud membungkam, namun juga sebenarnya rindu. Belum lagi di depannya sekarang berdiri seorang pria asing yang gencar mengejar sang istri dari tadi.
"Lepaskan!" pekik Elodie yang seperti gumaman. Pria ini sepertinya ingin membunuh dengan membuatnya kehabisan napas. Ditambah lagi kepalanya yang terasa membawa beban entah apa. Ia menepuk keras dada sang suami, membuat Gray melonggarkan sedikit pelukannya.
"Sudah selesai bermain?" tanya pria itu membuat Elodie mengerut.
"Kau terlihat seperti anak TK dibanding anak TK itu sendiri."
Mendengar itu Elodie mendorong dengan keras. Namun tubuh pria itu seperti batu yang hanya bergerak sedikit.
"Elli!" Sebuah suara yang berasal dari belakang Elodie itu membuat ia menoleh dengan susah payah.
"Kamu mau minta bayaran lebih, kan? Kalau begitu minta padanya!" Elodie menggerakkan kepalanya ke arah Gray. Sementara Gray memandangnya penuh tanya.
"Aku menumpang padanya untuk kemari. Kamu suamiku kan? Kalau iya, bayarlah dia! Aku sudah tidak punya uang." Gray menarik tipis bibirnya saat melihat wajah memelas Elodie. Ia ingin merogoh dompet, namun pria di depannya itu menghentikan.
"Bukan! Bukan uang. Aku hanya mau helm, helm yang masih kau pakai." Pria itu menunjuk pada kepala Elodie hingga gadis itu tersadar. Pantas saja dari tadi ia merasa kepalanya berat sekali.
"Lepaskan! Aku mau buka helmnya." Elodie kembali mendorong tubuh suaminya, kali ini Gray menurut. Wanita itu langsung mengembalikan helm dengan wajah tidak enak hati.
"Maaf, ya. Aku tidak tahu kamu hanya ingin minta helm."
Pria itu mengangguk, namun juga membuka helm yang ia kenakan sejak tadi. "Tidak masalah," ujarnya sembari membuka masker, membuat Elodie memandang tanpa bisa berkedip.
"Axel?"
Pria itu menarik senyum. "Hai, lama tidak jumpa, Elli."
.
.
.
semangat Clara..
gak bertele-tele, dan klimaksnya juga cepet, suka deh... cepet up ya sya tunggu...🩷🩷