LANJUTAN OH MY JASSON. HARAP BACA OH MY JASSON TERLEBIH DULU
Kimmy mencoba berusaha melupakan Jasson, laki-laki yang sudah ia sukai sejak dari kecil. Ia memilih fokus dengan pendidikannya untuk menjadi calon dokter.
Setelah tiga tahun, Kimmy kembali menjadi wanita dewasa dan mendapat gelar sebagai seorang dokter muda. Namun pertemuannya kembali dengan Jasson, pria yang memiliki sikap dingin itu justru malah membuat usahanya selama ini menjadi sia-sia.
Sebuah jebakan memerangkap mereka berdua dalam sebuah ikatan pernikahan. Namun pernikahan mereka berdua semata hanya tertulis di atas kertas dan di depan keluarga saja. Perjanjian demi perjanjian mereka sepakati bersama. Meskipun dalam hubungan ini Kimmy yang paling banyak menderita karna memendam perasaannya.
Banyak sekali wanita yang ingin mendapatkan hati Jasson, tak terkecuali teman sekaligus sekretaris pribadinya. Lantas, akankah Kimmy mampu meluluhkan hati laki-laki yang ia sukai sejak kecil itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona lancaster, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku sangat merindukanmu
Jasson mengekori Kimmy berjalan menghampiri Elga yang kala itu sudah berbaring di atas ranjang menantikan bibinya untuk membacakan sebuah buku dongeng yang sengaja ia bawa dari rumah.
“Tidurlah di sofa.” Kimmy memberikan selimut kepada Jasson yang baru saja ia ambil dari atas tumpukan bantal.
“Kau menyuruhku tidur di sofa?” Jasson menatap kecewa. Namun, sorot mata itu nyaris meluluhkan Kimmy untuk tidak setega itu membiarkannya tidur di sofa. Tapi Kimmy dengan segera mengalihkan pandangannya.
“Kau tidak lihat tempat tidurnya sangat sempit.”
“Tidak masalah. Kita suami istri jadi kita harus berbagi.”
Kimmy menarik pandangannya kembali ke arah Jasson. Tatapan matanya tiba-tiba menjadi dingin dan membekukan suasana. Wanita itu menatap Jasson dengan penuh kritik. “Bukankah kau selalu berbicara seperti itu kepadaku? Tapi kau sendiri tidak pernah mau berbagi masalah dan kebahagianmu denganku.” Perkataan Kimmy terdengar lirih, namun sangat menusuk. Masih terselip kekecawaan di sorot mata wanita itu. Manik mata kelabu pucat itu perlahan memudar menjadi sendu hingga membuat Jasson sulit menerjemahkannya.
Laki-laki itu sungguh bodoh perihal membaca perasaan seseorang—Jasson tidak sepeka itu mengertikan perasaan Kimmy, mengingat dirinya sangat minim pengalaman terhadap wanita—bahkan sama sekali tidak berpengalaman. Untuk memahami keinginan Mama dan juga adik kembarnya saja dirinya terkadang sering salah mengartikan.
“Lupakan.” Kimmy mengerjap-ngerjapkan matanya menahan air matanya yang nyaris terjatuh. Hatinya benar-benar rapuh jika membahas masalah ini.
“Aku bukan tidak mau berbagi denganmu.” Jasson merengkuh pinggang Kimmy. Namun, wanita itu perlahan memindahkannya saat ekor matanya menangkap Elga yang diam-diam memperhatikannya dari atas sana.
“Ada Elga. Jangan membuatnya berpikir yang tidak-tidak,” tutur Kimmy. “Ambil selimutmu.” Kimmy merasa kesal saat Jasson masih belum juga mengambil selimut yang ia berikan kepadanya.
Jasson menerima selimut itu. Laki-laki itu sejenak melirik ke arah Elga. “Baiklah jika kau tidak mengizinkanku tidur bersama Elga dan dirimu, aku akan tidur di sofa,” katanya dengan suara yang keras. Ya, Jasson memang sengaja supaya keponakannya itu mendengar. Dan … berharap mencegahnya.
“Kenapa Bibi tidak mengizinkan Paman tidur bersama kita?” timpal Elga secara tiba-tiba. Jasson menarik salah satu sudut bibirnya; nyaris tak terlihat. Laki-laki itu menjatuhkan tubuhnya di atas sofa yang ada di dekat jendela kamar itu.
“Ehm ….” Kimmy kebingungan menjawab pertanyaan Elga. Gadis kecil itu beranjak turun dari tempat tidurnya dan menghampiri Jasson.
“Paman kenapa tidur di sofa?”
“Sayang, tempat tidurnya terlalu sempit,” sahut Kimmy.
“Tubuhku tidak segemuk itu hingga mengharuskan Paman tidur di sofa, Bibi,” cetus Elga yang merasa tidak terima. “Jika tubuhku terlalu gemuk, aku akan berdiet seperti Bibi Jesslyn.” Mendengar perkataan Elga, rasanya Kimmy ingin sekali tertawa.
“Ayo kita tidur bertiga.” Elga menarik-narik tangan Jasson supaya pamannya itu mengikuti ajakannya..
“Tapi sayangnya Bibi Dokter tidak mengizinkan Paman tidur di sana.” Jasson menghela napas dengan memasang raut wajah sedih seakan menyudutkan Kimmy.
"Dia benar-benar," batin Kimmy.
“Tidak apa-apa ….” Elga mengerling-ngerlingkan matanya supaya Jasson tidak membantah dan segera menuruti perintahnya.
“Ehm ….” Jasson melirik ke arah Kimmy yang tengah menghunuskan tatapan dingin ke arahnya. Melihat kebisuan pamannya, Elga pun ikut menoleh ke arah Kimmy.
“Tidak apa-apa kan Bibi kalau Paman tidur bersama kita?” Wajah polos Elga membuat Kimmy tidak bisa menolak untuk mengiyakan permintaannya. Kimmy masih terpaku dalam kebisuannya.
“Bibi ….” Elga mulai kesal. Bibir mungilnya itu berkerut, begitu pun dengan keningnya yang tidak sabar menunggu jawaban bibinya.
“I-iya, Sayang?”
“Paman boleh kan tidur bertiga dengan kita?” tanya Elga sembari menelengkan kepalanya saat kedua tangan mungilnya didaratkan di atas pinggang. Tatapan gadis kecil itu kini tak kalah dinginnya dengan tatapan Kimmy.
“Iya, Sayang, tidak apa-apa,” jawab Kimmy dengan terpaksa. Suara Kimmy benar mengiyakannya, tetapi tidak dengan sorot matanya yang sebenarnya menolak keras keinginan keponakannya itu. .
“Bibi sudah memberikan ijin. Ayo kita tidur bersama Paman.”
“Baiklah … Bibimu yang cantik itu sangat baik sekali.” Lagi-lagi wajah Jasson yang menyeringai kemenangan membuat Kimmy merasa kesal.
“Dia memang sengaja membawa Elga kemari untuk memanfaatkannya.”
***
Kimmy sedari tadi membacakan buku dongeng untuk Elga; tentang seorang putri dan penenun. Wanita itu berada di tengah-tengah di antara himpitan tubuh keponakan dan juga suaminya. Lebih tepatnya—posisi Kimmy saat ini tengah membelakangi Jasson. Ya, rasanya Elga memang sengaja ingin menyatukan bibi dan juga pamannya setelah malam lalu Jesslyn mewanti-wanti keponakannya itu untuk memberi arahan supaya membuat bibi dan paman kesayangannya berbaikan.
Saat di pertengahan cerita yang dibacakan oleh Kimmy. Elga tiba-tiba teringat perintah Jesslyn yang belum ia lakukan—yaitu membujuk Kimmy untuk pulang bersama dengannya.
“Bibi ….” Suara Elga yang terdengar lelah menghentikan Kimmy yang sibuk membacakan buku untuknya.
“Iya, Sayang?”
“Aku merindukan Mami,” rengek Elga seraya melingkarkan salah satu tangannya di tubuh Kimmy.
Kimmy sejenak diam. Bingung harus menjawab apa, untuk melakukan panggilan video saja dirinya akan kesulitan, karena ini pedesaan. Untuk mengakses jaringan ponsel pun sangat minim.
Kimmy menutup buku yang masih ia pegang dan belum sempat ia tuntaskan. “Besok pulang, ya. Sekarang kau tidur dulu,” tuturnya sembari mencium singkat kening Elga seusai mengusapnya.
“Besok kita pulang?”
“Bibi tidak ikut, Sayang. Besok kau pulang bersama Paman Jasson.”
“Kenapa Bibi tidak ikut?”
“Bibi mau menemani Nenek Bea di sini selama beberapa hari.”
Raut wajah Elga memberengut. “Aku tidak mau pulang jika Bibi tidak pulang bersamaku dan Paman!” cebiknya.
“Ehem ….” Jasson yang sedari tadi hanya menjadi pendengar di antara percakapan istri dan keponakannya kini mulai ikut berbicara.
“Kimmy, ayo kita besok pulang bersama,” ajak Jasson. Namun, Kimmy tak menghiraukannya. “Apa kau tega memisahkan Elga dengan Alana?” lanjut Jasson kemudian.
Kimmy yang mendengar perkataan Jasson merasa kesal. Ia mengubah posisinya hingga matanya kini menemui laki-laki itu. Tatapan ketus. Sorot matanya penuh dengan makian. “Tega? Kau yang tega membawa anak sekecil Elga kemari jauh dari orang tuanya hanya karena mementingkan dirimu sendiri!” seru Kimmy.
“Aku mementingkan diriku sendiri?”
“Ya! Kau selalu seperti itu. Kau mana pernah berpikir panjang atau memikirkan perasaan orang lain!” Sindiran Kimmy yang menyakitkan bisa diterima baik oleh Jasson, karena ia memang mengakui kesalahannya.
“Aku kemari tidak mengajaknya. Elga sendiri yang ingin ikut, karena dia merindukanmu!” Jasson tak mau kalah. “Apa aku harus setega itu membiarkan seorang anak kecil tengah merindukan sosok wanita yang selama ini ia kagumi?” Perkataan Jasson kali ini seakan membuat Kimmy tidak bisa membantah lagi. Tatapannya kembali menemui keponakannnya yang menatap dirinya dengan tatapan polos dan penuh harap.
“Bibi mau pulang kan bersamaku dan Paman?” tanyanya ulang sekali lagi. “Elga merindukan Mami dan Daddy … tapi Elga juga merindukan Bibi.” Elga menenggelamkan tubuhnya di pelukan Kimmy. Kimmy benar-benar semakin tidak tega untuk menolaknya pulang bersama.
“Baiklah, Sayang. Besok kita pulang bersama,” kata Kimmy setelah keheningan tercipta beberapa saat.
“Bibi tidak bohong, kan?” tanya Elga dengan tatapan meragukan.
“Tidak, Sayang. Besok kita bertiga pulang. Sekarang kau tidurlah.” Elga bersorak dengan hebohnya, gadis kecil itu sangat senang akan keputusan Kimmy yang akan ikut pulang bersamanya. Tetapi, di sini yang paling bahagia ialah Jasson. Dalam hati laki-laki itu bersumpah berulang kali tidak akan pernah melepaskan Kimmy—atau membuatnya kecewa lagi.
***
Kimmy membalutkan selimut hingga menutup ke dada Elga saat keponakannya itu baru saja terlelap tidur. “Selamat malam.” Kimmy meninggalkan ciuman di puncak kepala Elga.
“Apa Elga sudah tidur?” tanya Jasson.
“Iya,” jawabnya sesaat kemudian. Jasson menghela napas lega saat mengetahui keponakannya sudah tertidur.
Tubuh Jasson mendadak gelisah hingga bergerak mencari posisi yang sekiranya nyaman. “Kau tidak tidur?” tanya Jasson. Namun, kali ini ia tak mendapatkan jawaban.
“Kimmy ….”
"Kimmy ...." Jasson mencoba menjangkau wajah Kimmy yang tengah memunggunginya.
“Dia sudah tidur?”
“Kau mau apa?!” Jasson tiba-tiba tersentak saat suara Kimmy mengejutkan dirinya yang nyaris memeluk tubuh wanita itu.
“Dia belum tidur.”
“Ti-tidak. Tidak mau apa-apa, aku kira kau sudah tidur,” jawabnya terbata. Kimmy mengubah posisi tubuhnya hingga kini matanya bertemu dengan suaminya tersebut.
"Jika aku sudah tidur kau mau apa?" Kimmy menghunuskan tatapan tajam kepada Jasson. “Jangan macam-macam, ada Elga, kau mengerti!”
“Siapa yang mau macam-macam?” bantah Jasson. "Aku hanya ... aku hanya ingin memelukmu saja." Tangan Jasson yang begitu kaku perlahan menangkup tubuh Kimmy dalam dekapannya.
“Jasson menjauhlah!”
“Aku tau kau pasti merindukanku.” Kedua mata mereka kini saling bertemu dan bertukar rindu. Hanya tersisa sedikit celah di antara keduanya.
“Aku sama sekali tidak merindukanmu!” bantahnya mendorong dada Jasson. Namun, laki-laki itu tak melepaskannya.
“Tapi aku yang sangat merindukanmu.” Tatapan mata Jasson lagi-lagi melumpuhkan hati Kimmy. “Aku benar-benar merindukanmu, Kimmy."
"Kau tidak tau bagaimana tersiksanya aku selama beberapa hari ini. Biarkan aku memelukmu.” Kali ini Jasson kembali berhasil merengkuh Kimmy dalam pelukannya.
“Jasson!” Kimmy hanya menggertak, namun tanpa perlawanan.
“Pelankan suaramu. Kau akan membangunkan Elga nanti!” bisiknya membuat tubuh Kimmy serasa meremang. Pelukan itu menghangatkan tubuhnya.
"Aku hanya ingin memelukmu saja, tidak lebih." Jasson memeluk erat tubuh Kimmy, dan menghujani ciuman di puncak kepala wanita itu, Menuangkan rindu yang selama berhari-hari menumpuk di dalam hatinya. Rasanya ia benar-benar enggan untuk melepaskan Kimmy. Kimmy pun tidak dapat menolak. Karena pada dasarnya, ia juga merindukan pelukan itu.
"Apa benar besok kau mau pulang bersamaku dan Elga?" tanya Jasson setelah terjadi keheningan selama beberapa saat. Ia menyelipkan rambut Kimmy yang menutupi sebagian wajahnya hingga kedua matanya bisa leluasa memandang wajah istrinya tersebut.
Kimmy terdiam sesaat. "Iya, tetapi aku mau kita tinggal di rumah orang tuaku untuk sementara waktu. Aku hanya tidak mau jika orang tua kita berpikir yang tidak-tidak dengan pernikahan kita." Suara dan tatapan mata Kimmy masih saja dingin. Tapi tidak masalah, setidaknya Jasson masih memiliki harapan untuk mendapatkan hati Kimmy.
Seulas senyuman terselip di bibir Jasson; nyaris memenuhi wajahnya. Senyuman yang sama sekali tidak pernah Kimmy jumpai seumur hidupnya selama mengenal Jasson.
"Aku akan memperbaiki semuanya," tutur Jasson. Kimmy hanya diam tanpa merespon sedikit pun perkataan laki-laki itu. Tubuhnya semakin menghangat.
Kedua mata Jasson menyusuri wajah Kimmy hingga berujung ke bibirnya. Ia menanamkan ciuman di bibir wanita itu cukup lama hingga napas mereka saling bersentuhan. Lalu, Jasson membenamkan tubuh Kimmy dalam pelukannya.
Kimmy tidak bisa menolak maupun membantah. Wanita itu hanya bisa mematung, memejamkan kedua matanya dengan pasrah dalam dekapan Jasson yang serasa mematikan seluruh amarah dan rasa kekecewaannya selama inii.
Cairan bening tiba-tiba menggenangi kedua sudut mata Kimmy. Ia merasa terluka saat hatinya mendadak mempertanyakan perasaan Jasson terhadapnya.