NovelToon NovelToon
Menjemput Cahaya

Menjemput Cahaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Spiritual
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Lianali

SPESIAL RAMADHAN

Sekuel dari cerita Jual Diri Demi Keluarga.

Setelah melewati masa kelam yang penuh luka, Santi memutuskan untuk meninggalkan hidup lamanya dan mencari jalan menuju ketenangan. Pesantren menjadi tempat persinggahannya, tempat di mana ia berharap bisa kembali kepada Tuhannya.

Diperjalanan hijrahnya, ia menemukan pasangan hidupnya. Seorang pria yang ia harapkan mampu membimbingnya, ternyata Allah hadirkan sebagai penghapus dosanya di masa lalu.



**"Menjemput Cahaya"** adalah kisah tentang perjalanan batin, pengampunan, dan pencarian cahaya hidup. Mampukah Santi menemukan kedamaian yang selama ini ia cari? Dan siapa pria yang menjadi jodohnya? Dan mengapa pria itu sebagai penghapus dosanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12_Rencana Baru

Beberapa santri sudah menyelesaikan kerajinan mereka, sementara yang lain masih sibuk menyelesaikan sentuhan akhir. Miniatur masjid, tas rajut, dan aneka hiasan tangan tertata rapi di atas meja panjang di aula pesantren.

Di sudut aula, Ustadz Adam berdiri sambil mengamati hasil karya para santri dengan saksama. Beberapa di antaranya terlihat sangat rapi dan bernilai jual tinggi.

Terdengar langkah ringan mendekat. Ustadzah Aisyah berhenti di sampingnya, tersenyum lembut. “Bagaimana, Ustadz Adam? Bagus-bagus, kan, hasil karya mereka?” tanyanya sambil melirik ke arah kerajinan itu.

Adam mengangguk, tetapi ada sesuatu dalam benaknya. “Sangat bagus, Ustadzah. Bahkan beberapa hasilnya bisa bersaing dengan produk yang dijual di pasaran,” katanya. “Tapi, sayang kalau hanya dijadikan kegiatan iseng. Seharusnya ini bisa dikembangkan lebih jauh.”

Ustadzah Aisyah mengerutkan kening. “Maksud Ustadz?”

Adam menoleh padanya dengan antusias. “Saya pernah membaca tentang pesantren yang berhasil mandiri secara ekonomi dengan usaha kerajinan tangan santri. Kita juga bisa seperti itu.”

Mata Ustadzah Aisyah berbinar, "menjadikan ini sebagai usaha pesantren?”

Adam mengangguk mantap, “betul. Kerajinan ini bisa dipasarkan, tidak hanya di bazar, tapi juga secara online. Kita bisa bekerja sama dengan marketplace atau memanfaatkan media sosial untuk menjangkau lebih banyak pembeli.”

Ustadzah Aisyah tampak berpikir, lalu tersenyum, “itu ide yang menarik, Ustadz. Tapi bagaimana soal modalnya? Produksi dalam jumlah banyak pasti butuh bahan tambahan.”

“Awalnya bisa dari dana pesantren,” ujar Adam, “tapi setelah berjalan, kita ajarkan santri untuk mengelola keuangan usaha ini sendiri. Mereka bisa belajar mencari modal lewat sistem pre-order atau crowdfunding.”

Ustadzah Aisyah mengangguk paham, “menarik. Ini tidak hanya mengajarkan keterampilan, tapi juga kemandirian ekonomi.”

Adam tersenyum, “benar, Ustadzah. Kita bisa mulai dengan menjual hasil kerajinan kepada wali santri dan masyarakat sekitar. Jika peminatnya banyak, baru kita kembangkan lebih luas.”

Ustadzah Aisyah menatap tas rajut yang dibuat santriwati, “kalau begitu, kita bisa buat label khusus untuk produk pesantren ini. Supaya lebih profesional dan bisa bersaing dengan merek lain.”

Adam mengangguk penuh semangat, “saya siap membantu mengembangkan ini. Kita bisa ajak santri yang berminat untuk belajar desain, pemasaran, dan pengelolaan bisnis kecil.”

“Alhamdulillah.” Ustadzah Aisyah tersenyum lebar, "semoga ini jadi langkah awal yang baik. Pesantren ini bukan hanya tempat belajar agama, tapi juga tempat santri belajar hidup.”

*****

Langit sore mulai berubah warna menjadi jingga keemasan, menciptakan suasana damai di taman pesantren.

Angin sepoi-sepoi berembus lembut, menggoyangkan dedaunan dan mengusik permukaan kolam kecil yang berada di tengah taman.

Suara burung-burung yang mulai kembali ke sarang berpadu dengan suara gemerisik dedaunan, menciptakan harmoni alam yang menenangkan.

Di salah satu sudut taman, sebuah gazebo kayu berdiri kokoh dengan bangku melingkar di dalamnya. Di sanalah empat sosok duduk mengelilingi meja kecil, terlibat dalam diskusi serius tentang masa depan pesantren.

Kiyai Nasir, pemimpin pesantren yang disegani, duduk dengan tenang. Wajahnya yang penuh wibawa memancarkan kebijaksanaan. Di sampingnya, istrinya, Bu Nyai Halimah, tampak anggun dengan senyum lembutnya. Ustadzah Aisyah, seorang pendidik yang penuh semangat, duduk di seberang mereka. Sementara itu, Ustadz Adam, yang dikenal cerdas dan berpikiran maju, bersandar sedikit ke depan, siap mengemukakan gagasannya.

Kiyai Nasir membuka pembicaraan dengan suaranya yang dalam, "jadi, bagaimana menurut kalian? Kerajinan para santri ini memang luar biasa, tapi kita harus mencari cara agar bisa berkembang lebih jauh."

Bu Nyai Halimah mengangguk setuju, "produk mereka sudah cukup rapi dan bernilai jual. Kalau hanya dijual saat bazar, rasanya kurang maksimal. Saya pikir, kita harus mulai memikirkan strategi pemasaran yang lebih luas."

Ustadzah Aisyah menyambung, "saya dan Adam sudah membahas soal pemasaran online, Kiyai. Kalau kita bekerja sama dengan marketplace atau memanfaatkan media sosial, pasti jangkauannya lebih luas. Bahkan bisa dikirim ke luar daerah."

Kiyai Nasir tersenyum tipis, menunjukkan ketertarikan, "bagus. Tapi bagaimana dengan manajemennya? Siapa yang akan mengurusnya?"

Sejak tadi mendengarkan dengan saksama, Adam akhirnya angkat bicara.

"Paman, saya ada beberapa usulan," katanya dengan tenang namun penuh keyakinan, "pertama, kita bisa membentuk tim kecil yang terdiri dari santri-santri yang memiliki minat dalam bisnis dan manajemen. Mereka bisa belajar mengelola usaha ini, mulai dari produksi, pemasaran, hingga pembukuan."

Kiyai Nasir menatap Adam dengan penuh perhatian, "menarik. Lanjutkan, Adam."

Adam melanjutkan dengan nada penuh perhitungan, "kedua, kita perlu menambah variasi produk. Saat ini, santri hanya membuat miniatur masjid, tas rajut, dan dompet kain. Kalau ingin berkembang, kita harus menawarkan lebih banyak pilihan."

Bu Nyai Halimah tampak tertarik, "maksudmu?"

"Saya berpikir, bagaimana kalau kita membuka kursus menjahit di pesantren ini?" Adam mengutarakan idenya dengan penuh semangat.

"Dengan keterampilan menjahit, santri bisa membuat produk yang lebih variatif. Kita bisa menjahit label khusus untuk produk mereka, memproduksi hijab, atau bahkan baju muslim sederhana."

Ruangan mendadak hening sejenak. Ide Adam terdengar begitu visioner dan penuh perhitungan.

"Itu gagasan yang luar biasa, Adam," kata Kiyai Nasir akhirnya, "tapi apakah pesantren kita memiliki fasilitas untuk kursus menjahit?"

Adam tersenyum tipis, sudah memperkirakan pertanyaan ini, "saat ini memang belum ada, Kiyai. Tapi kita bisa memulainya secara bertahap. Tidak perlu membeli mesin jahit dalam jumlah banyak sekaligus. Kita bisa mulai dengan lima atau sepuluh mesin jahit, lalu mengajarkan santri yang berminat. Setelah mereka mahir, mereka bisa menularkan ilmunya ke santri lain."

Ustadzah Aisyah tampak semakin antusias, "kalau begitu, kita juga bisa bekerja sama dengan pengrajin hijab atau baju muslim di luar pesantren untuk membimbing santri. Supaya mereka bisa langsung belajar dari orang yang sudah berpengalaman."

Bu Nyai Halimah tersenyum bangga, "ini tidak hanya membantu pesantren berkembang, tapi juga membuka lapangan pekerjaan bagi santri setelah mereka lulus."

Kiyai Nasir mengusap janggutnya sambil mengangguk pelan, "ide ini sangat bagus, Adam. Tapi bagaimana dengan modalnya?"

Adam menjelaskan dengan tenang "untuk awal, kita bisa menggunakan dana pesantren atau mencari donatur. Tapi ke depannya, kita bisa menerapkan sistem pre-order untuk produk yang dibuat santri. Jadi, mereka menjahit berdasarkan pesanan yang sudah ada, bukan produksi massal yang membutuhkan modal besar."

Mata Kiyai Nasir berbinar, "ini pemikiran yang sangat matang. Adam, kau memang cerdas."

Adam hanya tersenyum rendah hati, "saya hanya ingin pesantren ini semakin maju, Kiyai."

Setelah berdiskusi lebih lanjut, mereka akhirnya menyepakati beberapa langkah awal :

Membentuk tim santri wirausaha yang akan mengelola produksi dan pemasaran.

Mengadakan kursus menjahit dengan membeli beberapa mesin jahit sebagai tahap awal, dan mencarikan guru kursus jahit.

Membangun branding dengan membuat label khusus untuk produk pesantren.

Memasarkan produk secara online dan melalui bazar di lingkungan pesantren.

Mencari donatur atau sumber dana untuk pengembangan usaha ini.

"Saya yakin ini akan berhasil," kata Bu Nyai Halimah optimis. "Santri kita berbakat, mereka hanya butuh wadah yang tepat."

Kiyai Nasir menatap Adam dengan bangga, "Adam, kamu benar-benar membawa angin segar bagi pesantren ini. Saya ingin kau memimpin proyek ini bersama Ustadzah Aisyah."

"Untuk guru kursus jahitnya, dan semuanya saya minta kamu dan Ustadzah Aisyah yang uruskan. Mengenai masalah dananya, kamu tinggal bicarakan dengan paman."

"Baik Paman."

"Baik Kiyai."

Angin sore kembali berembus lembut, menggoyangkan dedaunan di sekitar gazebo. Cahaya matahari yang mulai tenggelam menciptakan suasana hangat di antara mereka.

1
Susi Akbarini
kalao suka halalin aja..
jgn asal nyosor..
bahaya donk..
kan udah jadi ustad..
😀😀😀❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
sayang di pesantren gak ada cctv..

myngkin saja ada yg lihat mereka lagi ambil vairan pel atau saat nuang di lantai..
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
kalo suka ama santi..
halalin aja.

😀😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
adam terciduk..
😀😀😀❤❤❤❤❤
Diana Dwiari
bakal ketahuan ga ya.....
Lianali
cerita yang penuh makna.
Susi Akbarini
Adam ..
dingin..
menghanyutkan..

❤❤❤❤❤❤😉
Susi Akbarini
sebagai mantan penikmat wanita.

pasti Adam.paham Santi punya daya tarik pemikat..

mudah2an..
Adam.mau halalin Santi lebih dulu...
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
oalah..
mudah2an karena sama2 pendosa..
jadi sama2 mau neryonat dan menyayangi..
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
tatapan Adam seperti menginginkan Santi..
Santi jadi gak kuat..
😀😀😀❤😉❤
Susi Akbarini
mungkin Adam ada rasa ama Santi.

atau jgn2 Dam pernah tau Santi sblm mereka ktmu di bus.

mungkinkah hanya Adam yg tulus mau nikahi Santi..
mengingat ibu Adam kan udah meninggal.. .
jadi gak ada yg ngelarang seperti ibu Fahri..
❤❤❤❤❤❤
Diana Dwiari
ada yang panas nih.....
Diana Dwiari
ah.....jangan2 Ros adalah gadis yg diinginkan fahri
0v¥
kenapa klo fahri ama santi, kenapa umi nya fahri tidak setuju, jgn karena masa lalunya santi kelam, semua dimata Allah sama klo benar 2 mau tobat di jalan Allah,
Susi Akbarini
duuhhhhh....
jadi penasarannn...
siapa akhirnya jodoh Santi..
❤❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
waduuuhhhh..
saingan terberat Santi datang..
😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
berasa nonton film ayat2 cinta..
😀😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
Adam
Susi Akbarini
mungkinkah mereka berjodoh???
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
bukan orang baik yg bagaimna?
jadi penasarannn..
❤❤❤❤❤❤
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!