Tampan, kaya, pintar, karismatik mendarah daging pada diri Lumi. Kehidupan Lumi begitu sempurna yang membuat orang-orang iri pada kehidupannya.
Hingga suatu hari Lumi mengalami kecelakaan yang membuat hidupnya berada ditengah garis sial atau beruntung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mesta Suntana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 - Merayap, merinding, senang
Lumi mulai menghembuskan nafas lega. Kakinya kini telah menginjak Shanghai Pudong International Airport, Tiongkok. Lumi tidak membuang - buang waktu saat sampai. Langkah Lumi dengan cepat pergi meninggalkan bandara dan mencari taksi untuk pergi ke hotel.
Supir taksi kini sudah mulai keluar dari jalur bandara, lalu lintas kota kini mulai terlihat. Gedung pencakar langit terlihat dimana - mana. Shanghai kota emas Tiongkok, pusat perekonomian Tiongkok. Kota yang memiliki pelabuhan terbesar sekaligus tersibuk di dunia. Sistem transportasi yang begitu luar biasa. Pusat utama pengembangan dan penelitian di dunia ada disini. Kota yang terkenal dengan daya tarik kosmopolitan. Kota ini terlampau modern dan juga begitu canggih. Banyak sekali distrik terkenal di kota ini.
" Kita sudah sampai Tuan. " Sean menepuk bahu Lumi pelan, bahwa kita sudah sampai di tempat tujuan.
Shi-Hai Hotel. Salah satu cabang hotel dari Shimizu Hotel. Lumi kini mulai memasuki ruang lobi untuk reservasi kamar. Tanpa membuang waktu lagi Lumi langsung bergegas menuju kamarnya. Pintu terbuka. Hotel kelas VVIP. Koper itu Lumi letak sembarang tempat. Lumi merasa tidak sabaran untuk menyentuh kasur.
Secara tergesa Lumi menjatuhkan dirinya dalam kelembutan kasur. Tubuhnya mulai termakan empuknya kasur. Punggung itu kini mulai terasa jauh lebih baik setelah menyapa kasur. Langit-langit asing kamar hotel menyambut penglihatan Lumi. Rasa pengap mulai membuat Lumi merasa gusar dengan cepat tangannya merayap pada kerahnya. Niat hati, Lumi ingin membuka kancing kerah tersebut. Tiba-tiba tertahan, sekilas ingatan saat di airport lounge sebelum keberangkatannya ke Tiongkok terputar. Saat tangan Lumi tak sengaja menyentuh dasi yang melingkar di lehernya. Simpul dasi yang ada pada kerah Lumi kini mulai Dia remas. Dia teringat Lana saat di airport lounge.
................
Mata Lumi tersentak saat mendapati Lana tengah berdiri di hadapanya dengan koper yang tergenggam di tangannya. Lumi yakin waktu itu Dia menelpon Bu Sri. Tanpa pikir panjang Lumi langsung mengecek riwayat panggilan dalam ponselnya. Tercengang. Nama Asisten Lana berada di paling atas riwayat telepon. Lumi mulai memutar ingatan Dia saat di kantor. Dia ingat nama kontak Lana berada di bawah kontak Bu Sri.
" Akh, sial sepertinya aku salah tekan. "
Lumi yang terlihat kebingungan sudah bisa Lana prediksi. Lana sudah duga Tuannya ini pasti terkejut. Saat Lana mendapat telepon dari Lumi, Dia menyebut nama Bu Sri. Saat itu Lana sedikit kebingungan, sepertinya Lumi salah menekan kontak. Lana tidak menyangkal kesalahan Lumi, lagi pula Dia Asisten Tuannya. Jadi menurut Lana tidak masalah siapa yang akan mengerjakan tugasnya. Lana yang baru saja selesai kuliah, dengan cepat Dia bergegas pulang dan mempersiapkan pakaian yang Lumi butuhkan.
" Tuan, harus saya simpan dimana koper Tuan? " Lana bertanya untuk mencoba mengalihkan kebingungan Lumi.
Lumi tersentak dan langsung menatap Lana. " Itu Simpan saj... " perintah itu terhenti, tiba-tiba saja Lumi memikirkan sesuatu. " Tidak, Kau tunggu saja disini sampai keberangkatanku. " Perintah Lumi sambil menunjukkan kursi di sebelahnya. " Duduklah. "
Dengan hati yang ragu Lana terpaksa duduk di sebelah Lumi. Ruangan ini begitu hening dan tenang membuat Lana merasa canggung. Tapi Lana mencoba untuk terbiasa dan mencoba menghilangkan rasa canggung yang menghinggapi dirinya. Mata Lana mulai mengedarkan pandangannya kesekeliling ruangan. Dengan wajah kagum Lana melihat ruang tunggu yang mewah dan juga sangat nyaman. Mata Lana mencoba menjangkau seisi ruangan. Terkadang Lana melihat ke arah luar jendela yang luas. Di sana terlihat pemandangan landasan pacu bandara yang indah, tempat beberapa pesawat diparkir dan siap berangkat. Cahaya alami membanjiri ruangan, menyoroti ruang tunggu yang nyaman dan tanaman pot hijau yang menambah sentuhan alam. Penataan ini tidak hanya meningkatkan estetika ruangan tetapi juga menyediakan suasana santai bagi para penumpang yang menunggu penerbangan mereka. Lana mulai merasakan nyaman di sela pandangan yang terus beredar.
Tapi sangat di sayangkan, terkadang saat Lana ingin melihat keluar jendela, Lana secara tak sengaja menangkap wajah Lumi. Wajah yang begitu serius mencermati dokumen yang ada di tangannya. Kacamata itu terlihat begitu menambah ketampanan Lumi. Itu membuat Lana harus memalingkan wajahnya saat itu juga. Rasanya menyebalkan melihat wajahnya. Lana saat ini mencoba untuk membatasi kontak mata dengan Lumi.
Senyum mengelitik terulas pada wajahnya. Lumi terkekeh melihat tingkah canggung yang mengemaskan itu dari lirikan matanya di sela kerjanya. Mata almond itu terus mengitari ruangan serta jemari dan kakinya tak berhenti bergerak. Hentakan tipis terdengar tidak beraturan pada telinga Lumi. Rasanya begitu menyenangkan melihatnya. Rasa bosan yang melanda Lumi perlahan menghilang. Lumi merasa tepat menahan Lana ada di sampingnya. Rasanya begitu nyaman dan menyenangkan Lana berada di samping Lumi saat ini.
" Kesalahan panggilan ini tidak buruk. "
" Tuan pesawat kita akan berangkat. " Ucap Sean dari ambang pintu yang membuat Lumi dan Lana segera melirik dan bergegas bangkit.
Lumi menghampiri Sean dengan mata yang masih terfokus pada dokumen yang Dia genggam. Lana yang sedang mencoba menyeret koper, tiba-tiba tangan Sean dengan lembut menyerobot koper yang dipegang Lana.
" Biarkan saja, saya yang membawanya Asisten Lana. " Koper itu sudah beralih di tangan Sean. Lana hanya bisa pasrah dan tersenyum hangat padanya.
" Lebih baik Kau bantu Tuan untuk merapihkan pakaiannya termasuk dasinya. " Pinta Sean sambil menunjuk Lumi yang terfokus pada pekerjaannya.
Terlihat pakaian Lumi agak sedikit berantakan terutama simpul dasinya. Lana sebenarnya tidak ingin melakukannya. Tapi karena Asisten Sean yang meminta dengan lembut, Lana tak bisa menolak. Perlahan dan canggung Lana menghampiri Lumi. Lana mulai menghelakan nafas panjang. Jadi, Lana mulai mencubit kerah lengan baju Lumi. Lana sedikit menggerakan kerahnya untuk memberi efek perhatian Lumi teralihkan padanya. Efek ringan itu berhasil membuat Lumi menatap Lana. Setelah mata mereka bertukar tatap Lana langsung meraih dasi Lumi tanpa peringatan sebelumnya.
Tubuh Lumi seketika menegang. Lumi terkejut dengan apa yang Lana lakukan tanpa sepatah kata apapun. Kaki itu berjinjit mencoba menyamakan tingginya dengan dasi itu. Tatapan Lumi yang terkejut mulai sirna, kilau pada mata Lumi serta mata yang sedikit menurun terlihat begitu lembut. Senyum merekah pada wajah Lumi. Puncak rambut Lana yang menyambut penglihatan Lumi terlihat begitu halus.
" Aku ingin mengelusnya dan mengendus harum shampoo yang Dia kenakan. "
Perlahan Lumi mulai sedikit menundukkan tubuhnya. Gerakan Lumi yang secara tiba-tiba membuat Lana terkejut dan melepas genggaman pada dasinya. Jarak antara dasi sedikit menjauh tapi penglihatannya kini sejajar dengan dasi tersebut. Sekelibat dagu Lumi terlihat di depan kening Lana. Mata Lana mulai mondar-mandir mencoba menenangkan dirinya.
"Mungkin seperti ini akan lebih nyaman. " Bisik Lumi lembut ditelinga Lana sambil tersenyum.
Sensasi menggelitik pada hati Lana merayap seperti semut. Lana menelan ludahnya saat Lumi menarik tangannya untuk lebih dekat dengannya.
"Kerjakanlah." Bisik Lumi kembali.
Lana Panik, dia mencoba memperbaiki dasi itu dengan tenang. Sisi lain dari Lana terus berapi - api untuk menenangkannya. Simpul dasi sudah selesai dan rapih. Kini Lana mulai merapihkan kerah baju Lumi. Kedua tangan Lana mulai melingkar di leher Lumi. Lana mencoba merapihkan kerah bagian belakang.
Lumi terkejut kembali saat Lana mulai melingkarkan tangannya pada lehernya. Kepala Lana yang mencoba mencapai tengkuk, membuat rambut halus Lana bergesek lembut pada kuping Lumi. Deru nafas lembut itu terasa begitu tipis dan menyiksa Lumi. Rasanya kulit mereka sedang bersentuhan tetapi tidak. Rasa merinding yang menggelitik namun menyenangkan merayap pada hati Lumi. Lumi ingin menyentuh kulit Lana. Tangan yang terkepal, Lumi mencoba menahan godaan hawa nafsu itu.
" Cepatlah. "
Lana mulai memberi jarak pada Lumi, dengan cepat Lumi menegakkan badannya. Sentuhan terakhir Lana merapihkan jasnya.
" Sudah selesai Tuan. "
" Baguslah, antarkan kami sampai pemeriksaan boarding pass. " Ucap Lumi begitu cepat dan langsung menyeret Lana.
Asisten Sean yang melihat itu sedikit merasa aneh dan bingung, tidak biasanya Lumi bertingkah seperti itu. Tapi Sean mengalihkan pikiran tersebut. Menurutnya itu bukanlah hal yang penting.
Tangan Lana tergenggam begitu erat sepanjang perjalanan. Lana tidak berani menatap Lumi. Lana hanya terus menatap tangan Lumi yang terus meremas tangan mungilnya itu.
Lana malu.
Tangan itu terlepas saat pemeriksaan di boarding pass. Lana mengantarkan sampai punggung itu tak terlihat dari pandangannya.
......................
Langit - langit kamar hotel mulai terlihat kembali, remasan pada dasinya kini mulai teralihkan. Lumi mengangkat lengannya, Dia mulai melihat telapak tangan begitu saksama.
" Rasanya masih kurang." Gumam Lumi sedikit kecewa.
" Hari ini aku tidak akan mandi, aku akan tidur seperti ini saja. " Lumi mulai memejamkan matanya sambil memegang ujung dasi yang masih Dia kenakan.