Kecelakaan yang menimpa Nasya bersama dengan calon suaminya yang menghancurkan sekejap kebahagiaanya.
Kehilangan pria yang akan menikah dengan dirinya setelah 90% pernikahan telah disiapkan. Bukan hanya kehilangan pria yang dia cintai. Nasya juga kehilangan suaranya dan tidak bisa berjalan.
Dokter mengatakan memang hanya lumpuh sementara, tetapi kejadian naas itu mampu merenggut semua kebahagiaannya.
Merasa benci dengan pria yang telah membuat dia dan kekasihnya kecelakaan. Nathan sebagai tersangka karena bertabrakan dengan Nasya dan Radit.
Nathan harus bertanggung jawab dengan menikahi Nasya.
Nasya menyetujui pernikahan itu karena ingin membalas Nathan. Hidup Nasya yang sudah sepenuhnya hancur dan juga tidak menginginkan Nathan bisa bahagia begitu saja yang harus benar-benar mengabdikan dirinya untuk Nasya.
Bagaimana Nathan dan Nasya menjalani pernikahan mereka tanpa cinta?
Lalu apakah setelah Nasya sembuh dari kelumpuhan. Masih akan melanjutkan pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Diam dan Patuh.
Setibanya di rumah. Nathan yang langsung membawa Nasya menuju kamar. Dia tidak lagi menurunkan Nasya di atas kursi roda, hanya akan dua kali kerja saja. Bibi yang membawa kursi roda itu ke dalam kamar.
Bibi yang meletakkan begitu saja dan kemudian keluar dari kamar yang juga tidak bertanya apapun pada majikannya itu.
Nathan menundukkan Nasya di atas tempat tidur. Nasya yang terlihat melepaskan syal tersebut dengan kasar dan begitu juga dengan jaket yang dia pakai dan membuangnya begitu saja.
Nathan kembali melihat tingkah Nasya yang sepertinya sangat jijik jika pakaian Nathan berada di tubuhnya. Padahal tadi dia diam saja dengan semua pakaian itu. Nathan tidak menanggapi sama sekali yang terlihat berjalan menuju nakas.
Nathan mengambil kotak obat dan kemudian berjongkok di depan Nasya dengan satu lututnya menyentuh lantai. Tanpa mengatakan apapun dia langsung mengobati telapak kaki Nasya.
Nasya memejamkan mata sebentar yang baru rasakan sakit pada telapak kakinya. Setelah disentuh oleh Nathan yang mencampurkan obat yang terasa begitu perih.
"Lihatlah apa yang kau lakukan. Jika sudah seperti ini apa besok pagi kau akan bisa belajar berjalan. Tidak bisa, telapak kaki kamu menjadi satu-satunya tumpukan pada lantai dan sekarang sudah terluka seperti ini," ucap Nathan.
"Makanya jika diberitahu didengarkan dan jangan semakin meningkatkan keras kepala kamu!" tegas William.
Nasya mengambil ponselnya dengan cepat-cepat dan tampak mengetik sangat buru-buru sekali dan memperlihatkan kepada Nathan
"Mau telapak kakiku terluka banyak sekalipun, aku masih bisa melakukannya! jangan meremehkanku!" tegas Nasya.
"Aku tidak meremehkan, telapak kaki kamu yang terluka akan mempersulit kamu untuk berjalan," jawab Nathan.
"Itu tidak akan mengganggu apapun sama sekali!" tulis Nasya.
"Jangan buat keras kepalamu, sembuhkan dulu kamu dan baru melakukannya, jangan membuat segala sesuatu menambah sakit. Harus mendengarkan apa yang aku katakan!" ucap Nathan memberikan ingat pada istrinya itu.
"Aku tidak peduli sama sekali dan jangan mencampuri bagaimana caraku berusaha untuk berjalan!" tegas Nasya yang benar-benar tidak mau kalah dari Nathan.
"Tidak mau dicampuri, tetapi menjeratku ke dalam semua ini. Aneh!" gumam Nathan dengan suara pelan sembari mengobati luka Nasya.
Nasya yang terlihat semakin kesal yang dapat mendengar kata-kata Nathan, Nathan memang memang kerap kali memberikan sindiran kepadanya.
"Sudah selesai!" ucap Nathan yang kembali berdiri dan meletakkan kotak obat pada tempatnya semula.
"Kamu istirahatlah dan tenangkan diri! Aku akan menyuruh Bibi untuk membantu kamu berganti pakaian, karena tidak mungkin juga aku yang melakukannya," ucap Nathan. Nasya mendelik mendengar perkataan Nathan.
Nathan sepertinya memang sengaja bermain-main dengannya yang membuat Nasya semakin dongkol. Sudah tadi dirinya ditinggalkan begitu saja dan Nathan terlihat tidak merasa bersalah sama sekali atau berusaha untuk baik padanya.
Nathan tidak mengatakan apa-apa lagi yang keluar dari kamar tersebut dan tidak lama Bibi juga kembali memasuki kamar yang mungkin mendapatkan perintah dari Nathan.
"Saya akan membantu Nona untuk mengganti pakaian dan setelah itu istirahat," ucap Bibi.
Nasya yang mengetik di ponselnya dan menunjukkan kepada Bibi.
"Apa tadi ada tamu yang datang?" tanya Nasya. Dia masih saja penasaran dengan Fiony yang ditelepon Nathan.
"Tidak ada Nona. Setelah tadi pagi Nona dan Mas Nathan pergi, tidak adapun yang datang ke rumah ini sampai kalian berdua kembali," jawab Bibi.
"Apa Nathan juga tidak pulang ke rumah ini?" tanya Nasya yang heran mendengar pernyataan bibi.
"Tidak! Mas Nathan baru pulang malam ini dan bersama dengan Nona," jawab Bibi.
"Apa jangan-jangan dia menggunakan kesempatan itu untuk menemui kekasihnya. Apa jangan-jangan kekasihnya sedang berada di sini dan mereka janjian untuk bertemu. Aku yakin dia pasti melakukan semua itu," batin Nasya dengan segala pemikirannya yang negatif.
"Memang dasar sejak awal dia sama sekali tidak punya niat untuk tanggung jawab. Aku sudah menduga," kesal Nasya yang hanya bisa mengumpat di dalam hati.
Bibi yang tidak mengatakan apa-apa lagi yang terlihat mengambil pakaian ganti untuk Nasya.
"Mari Nona Bibi bantu," ucap Bibi yang sudah berdiri kembali di depan Nasya. Nasya menganggukkan kepala.
**
Nasya yang ternyata membuktikan omongannya kepada Nathan yang tetap melakukan belajar berjalan meski kakinya sakit. Nathan tidak melarang hal itu sama sekali, karena seperti biasa jika Nasya dilarang maka akan semakin bertingkah.
Nathan yang tetap menjadi penonton sesekali melihat ponselnya dan sesekali melihat Nasya yang berusaha keras berjalan menggunakan Walker dan tampaknya banyak kemajuan yang sudah mulai menyeret kakinya dan mungkin sebentar lagi Nasya bisa berjalan dengan normal.
Tetapi Nathan bisa melihat ekspresi Nasya yang tampak menahan rasa sakit di telapak kaki itu, lagi-lagi Nasya ingin menunjukkan bahwa dia tidak apa-apa dan bisa tanpa bantuan Nathan.
Nasya yang terus saja melakukan terapi dan juga latihan berjalan, dia tidak ada henti sama sekali, mau itu pagi siang dan sampai malam hari. Dia akan berhenti kalau sudah waktunya tidur dan pasti akan berhenti di sela-sela makan.
Nathan juga selama berada di Swiss tidak pernah keluar dan tetap mengawasi Nasya dan dia akan keluar bersama Nasya dan itu hanya terjadi satu kali saja saat mereka melakukan pemeriksaan ke Dokter Dan di saat itu juga penuh dengan drama.
Setelah itu mereka tidak pernah keluar lagi dan Nathan paling hanya keluar sebentar ke supermarket.
Nathan yang berdiri miring bersandar di tembok memperhatikan Nasya yang masih belajar sampai malam hari.
Dratttt Dratttt Dratttt Dratttt Dratttt.
Ponselnya yang tiba-tiba saja berdering membuat Nathan melihat panggilan tersebut dari nomor yang tidak dikenal dan akan terlihat mengangkatnya yang berbicara lewat telepon.
Nasya melihat dari kejauhan.
"Serius sekali dia berbicara. Apa itu dengan kekasihnya. Dasar serakah," batin Nasya dengan menghela nafas.
Nasya yang tidak mempedulikan hal tersebut dan melanjutkan langkahnya. Mungkin Nasya sudah lelah jika benar-benar harus menjerat Nathan untuk mengabdikan hidupnya kepada Nasya yang pada akhirnya semua itu tidak mungkin terjadi.
"Jika aku sudah bisa berjalan nanti dan juga sudah bisa berbicara. Lalu apa mungkin aku akan melanjutkan semua ini. Apalagi yang aku inginkan? Aku merasa semua ini juga sudah tidak ada ujungnya," batin Nasya yang tiba-tiba saja kepikiran tentang semua itu.
"Nyawa Radit tidak mungkin diganti dengan semua ini dan apapun yang aku lakukan juga tidak akan mengembalikan keadaan. Nasya kau seharusnya tidak bodoh yang mengambil tindakan ini. Kau tidak mungkin bisa mengambil kehidupannya dan lihatlah dia tampak baik-baik saja dan tidak merasa terbebani dengan menghabiskan waktu bersamamu hampir satu bulan ini," batin Nasya yang tiba-tiba saja kepikiran.
Nasya mungkin sudah mulai menyadari. Jika apa yang dia lakukan hanya merugikan dirinya sendiri. Karena Nathan juga punya kehidupan dan mungkin sudah cukup dengan pernikahan mereka atas keinginan Nasya dan mungkin ada pikiran setelah pernikahan itu selesai maka Nasya juga akan mengakhiri segalanya dan menerima takdir yang sudah ditentukan untuknya.
Karena merasa percuma menjerat Nathan. Nathan orang yang sangat tenang dan sabar menghadapi dirinya dan bahkan marahnya Nathan hanya merupakan tatapan saja. Jadi semua tidak sesuai dengan keinginan Nasya yang ingin membuat Nathan benar-benar gila di dalam hidupnya karena di harus mengurus Nasya.
Bersambung......