Zafa tidak pernah menyangka, hidupnya yang mulai tertata harus direcoki oleh seorang gadis tengil yang tiba-tiba muncul dalam hidupnya.
"Jangan panggil aku, Star jika aku tidak bisa mendapatkannya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Dihadang
Dian memijat pelipisnya. Percakapan nya dengan Zafa selalu berakhir dengan ketegangan. Dian hanya ingin putranya move on dari masa lalu yang tak mengenakan itu.
Sepasang tangan memijat bahunya, Dian mengusap tangan itu dan menatap ke atas. Gerry tersenyum lembut. Dia tahu, istrinya baru saja menghubungi putra pertama mereka.
Mungkin sebagian besar orang akan mengatakan jika apa yang Dian lakukan adalah sesuatu yang berlebihan, tapi bagi Gerry itu hanya sebagian dari perhatian seorang ibu yang khawatir jika kelak tidak akan ada yang memberi perhatian pada anaknya sepeninggal mereka.
"Apa aku boleh menyusul Zafa, Mas?"
"Kamu merindukan dia?"
"Ya, aku tidak tenang. Dia di sana sendirian di tempat asing."
"Tapi Zafa sudah sering ke Toronto untuk menangani perusahaanku, kamu tidak usah cemas."
"Ya tetap saja. Dia di sana tidak ada yang menjaganya."
"Zafa itu anak laki-laki, Sayang. Dia pasti bisa mengatur hidupnya sendiri, tapi kalau kamu mau menemuinya silahkan. Aku akan siapkan pesawat untukmu nanti."
"Mas tidak ikut?"
"Aku ada proyek di Bali, Sayang."
"Tapi nanti mas nyusul kan?"
"Iya, nanti mas nyusul."
Dian lalu tersenyum lebar dan memeluk suaminya.
*
*
*
Zafa membawa Star ke rumah sakit hampir tengah malam. Star ditangani segera oleh team dokter. Dokter memberi pain killer dan membebat bahu Star.
Dokter juga meresepkan beberapa obat, termasuk penghilang rasa sakit untuk diminum Star nanti.
Zafa dan Star kembali melakukan perjalanan pulang ke apartemen. Namun, di tengah jalan mobil mereka di hadang. Star menggenggam sabuk pengamannya karena takut jika mereka adalah orang suruhan neneknya.
Zafa mengumpat kesal saat beberapa orang turun membawa pemukul. Zafa langsung mengambil sesuatu dari bawah tempat duduknya.
"Kau bisa menggunakan pistol 'kan?"
"Tidak. Aku tidak bisa," jawab Star.
Zafa menangkup pipi Star. "Kau harus berani. Kau tidak boleh terlihat lemah. Kau harus kuat, Star." Star menatap mata Zafa. Kali ini pria itu tidak memberikan tatapan tajam melainkan tatapan teduh. Star seperti terhipnotis dan dia mengangguk.
"Good. Kunci pintu mobil setelah aku keluar. Aku akan membereskan mereka."
Lagi-lagi Star mengangguk. Zafa lantas keluar dari mobil. Star buru-buru mengunci pintu mobilnya. Star tak punya keberanian jika dirinya sedang cidera seperti ini. Dia merasa tak berguna dan hanya merepotkan saja
Star melihat Zafa melawan 4 orang pria berbadan tegap dengan cukup lihai. Star semakin mengagumi Zafa. Selain tampan dan pintar, Zafa ternyata mempunyai kelebihan lain.
Zafa benar-benar di kepung oleh 4 orang pria. Zafa akui jika 4 orang itu memiliki stamina yang luar biasa. Mereka bahkan tidak tumbang setelah berkali-kali dihajar oleh Zafa.
Zafa menarik senjata api dari balik pinggangnya. Dia menembak salah satu pria hingga membuat 3 lainnya mundur. Mereka hanya diperintahkan untuk membawa Star tanpa melukainya.
"Pergi atau ku bunuh kalian semua!" Sorot mata Zafa menatap tajam. Mereka akhirnya pergi membawa teman mereka yang terkena tembakan.
Zafa menarik napas panjang. Dia merapikan rambutnya dan lalu kembali ke mobil. Star membukakan pintu untuk Zafa. Belum juga Zafa duduk dengan benar, Star memeluknya dengan sebelah tangan.
"Thankyou."
Zafa membeku di tempatnya. Dia membiarkan Star memeluknya.
"Kita harus segera pergi dari sini."
"Hmm, ya. Maaf aku terlalu bersemangat."
...****************...