Andai hanya KDRT dan sederet teror yang Mendung dapatkan setelah menolak rencana pernikahan Andika sang suami dan Yanti sang bos, Mendung masih bisa terima. Mendung bahkan tak segan menikahkan keduanya, asal Pelangi—putri semata wayang Mendung, tak diusik.
Masalahnya, tak lama setelah mengamuk Yanti karena tak terima Mendung disakiti, Pelangi justru dijebloskan ke penjara oleh Yanti atas persetujuan Andika. Padahal, selama enam tahun terakhir ketika Andika mengalami stroke, hanya Mendung dan Pelangi yang sudi mengurus sekaligus membiayai. Fatalnya, ketidakadilan yang harus ia dan bundanya dapatkan, membuat Pelangi menjadi ODGJ.
Ketika mati nyaris menjadi pilihan Mendung, Salman—selaku pria dari masa lalunya yang kini sangat sukses, datang. Selain membantu, Salman yang memperlakukan Mendung layaknya ratu, juga mengajak Mendung melanjutkan kisah mereka yang sempat kandas di masa lalu, meski kini mereka sama-sama lansia.
Masalahnya, Salman masih memiliki istri bahkan anak...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sembilan Belas
Rumah cadangan milik Yanti, dan sempat akan menjadi tempat tinggal baru, sudah diratakan tuntas. Tak ada bangunan yang tidak tersisa. Semuanya rata dengan tanah menyisakan perabotan yang tertimbun.
Suasana juga sudah sunyi tanpa ada lagi suara dari mesin eksavator maupun mobil yang mengangkutnya. Begitu juga dengan orang-orang yang awalnya menonton. Tak ada lagi yang tersisa, bahkan sekadar untuk mengambil gambar maupun video di sana.
Di depan rumah, Yanti masih terbengong-bengong mengawasi. Yanti duduk di jalan aspal menyandar pada mobilnya. Sementara tak jauh darinya, Andika masih berdiri menemani. Di malam yang benar-benar sunyi kali ini, jangankan pamer kemesraan seperti yang akhir-akhir ini ia lakukan kepada Mendung, sekadar bersikap mesra saja, Yanti tak melakukannya.
Bagi Yanti, semuanya terasa sangat hampa tak lama setelah ia tahu, bahwa lawannya malah bosnya sendiri. Apalagi setelah rumah dirobohkan dan ibaratnya itu merupakan bukti dari kemurkaan seorang Salman.
“Kita mau ke mana?” tanya Andika masih berpihak pada sang istri muda. Tanpa tahu, bahwa Mendung istri pertama yang sudah sangat ia zalimi, sudah berhasil membebaskan putri semata wayang mereka.
Yanti yang sampai detik ini masih memakai piyama lengan pendek, justru langsung menunduk. Ia tak lagi berselera dan memang kehilangan semangat hidup. Puncaknya, ada mobil yang datang mendekat sementara di belakangnya disertai tiga motor.
Tatapan Yanti jadi agak fokus mengawasi kedatangan kendaraan rombongan di sana. Selain itu, Yanti juga langsung berdiri meski ia kesulitan melakukannya dan sampai membuat sang suami membantu.
Ternyata yang datang Salman. Salman menggunakan mobil. Sementara tiga motor di belakangnya merupakan polisi.
“Cara penangkapan kepada tersangka yang benar ialah, memberinya surat panggilan lebih dulu. Bukan asal boyong kemudian digebukin tidak jelas. Namun kamu jangan khawatir. Bukan hanya kamu yang akan diproses karena apa yang kamu dan Andika lakukan kepada Mendung dan Pelangi. Sebab polisi maupun pihak yang menangani juga akan diurus sampai tuntas!” ucap Salman.
“Kamu berpikir akan menuntutku karena sudah meratakan rumah ini? Mohon maaf, rumah ini masih aku yang buat. Adanya rumah ini memang sebagai hadiah untukmu setelah kerja sama kita. Namun jika aku sudah tidak menyukaimu karena kelakuanku, jangan salahkan aku jika aku lebih memilih meratakannya!” tegas Salman yang kemudian langsung kembali masuk ke dalam mobilnya.
Dari balik kemudinya, Salman yang siap pengemudi mendapati polisi yang menyerahkan surat panggilan kepada Yanti maupun Andika.
“Ini, ... beneran?” batin Andika belum apa-apa sudah ketar-ketir sendiri. Apalagi jika dari konsisi sang istri, Yanti seolah tak lagi bisa menjadi ‘jin pengabul’ untuknya.
***
Di dalam rumahnya yang sederhana, Mendung jadi kepikiran cara balas dendam untuk Yanti. Sesekali, tatapannya mengawasi sang putri yang tidur. Di kasur jadul yang menghiasi ranjang sederhana miliknya, Pelangi sudah lelap. Pelangi memakai piyama lengan panjang warna pink dan itu pemberian Salman, siang ini.
Pakaian yang Salman berikan kepada Mendung, tak kuasa Mendung pakai. Apalagi jika teringat ajakan menikah dari pria tersebut. Di masa lalu, mereka memang pernah saling sangat mencintai. Namun seiring waktu yang berjalan dan menghadirkan banyak perubahan. Bukan hanya kenyataan usia mereka yang bahkan nyaris tergolong lansia. Karena Salman yang sekarang juga sudah berkeluarga. Tak benar jika Salman mendadak putar haluan, menceraikan istrinya hanya untuk melindungi sekaligus menikahi Mendung.
“Mas Salman bilang, Yanti dan Andika termasuk polisi dan aparat yang menangani kasus Pelangi, akan diusut. Berarti sebelum itu, aku wajib bikin tubuh Yanti burik.”
“Pakai apa ya, biar nantinya gatal-gatal yang bikin kulit Yanti burik, awet?” pikir Mendung yang bersumpah tidak akan pernah melepaskan Yanti maupun Andika.
Kemudian, fokus Mendung kembali tertuju kepada Pelangi. Putrinya yang sudah berusia dua puluh tiga tahun itu menjadi bertingkah layaknya anak kecil. Walau tak selamanya karena ada beberapa kesempatan, Pelangi masih bersikap serius.
“Cepat sembuh, Ngie. Ayo kita aktivitas lagi, biar Bunda yang kerja. Kamu istirahat dulu biar sehat lagi,” lembut mendung sambil mengusap penuh sayang wajah cantik sang putri. Kecantikannya sungguh ia wariskan sepenuhnya kepada Pelangi. Walau bibir dan hidung Pelangi cenderung mirip Andika, kenyataan tersebut tak membuat mereka jauh berbeda.
Diam-diam Mendung memikirkan ajang balas dendamnya. Karena andai dirinya akan merusak kulit Yanti, setidaknya ia harus tahu tempat tinggal baru Yanti.
“Harusnya besok, mas Salman kembali datang. Coba bagaimana tanggapannya tentang balas dendam yang aku rencanakan kepada Yanti. Apakah dia setuju, atau malah ... Ya sudah, lebih baik sekarang aku tidur. Rencananya, besok aku juga akan segera beres-beres dan membakar semua barang Andika yang masih tersisa di sini.”
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Mendung sudah mengeluarkan semua pakaian Andika dari lemari. Semuanya Mendung angkut, kemudian taruh di tong pembakaran dan posisinya ada di depan rumah. Semuanya sungguh di bakar hingga Pelangi yang mengawasi, jadi sibuk senyum sendiri.
Karena Pelangi akan bermain-main menggunakan api, Mendung sengaja menjauhkan putrinya itu dari sana. “Petik daun singkong buat dimasak. Petik cabai juga. Itu kamu suka bebek, kan? Nanti Bunda masakin jadi rica-rica apa bakar biasa saja?” sergah Mendung yang memperlakukan Pelangi layaknya anak kecil lagi. Ia meniru gaya Salman dalam memperlakukan Pelangi, dan Mendung merasa bahwa putrinya sangat nyaman dengan cara Salman.
Layaknya kini, Pelangi tak segan berlarian mengejar capung yang menghiasi halaman depan rumah mereka. Mendung yang tengah memetik daun singkong, jadi turut bahagia menyaksikan semua itu.
Pekarangan peninggalan nenek Mendung, memang sengaja Mendung jadikan kebun. Penghasilannya yang pas-pasan, dan sekadar membeli sayuran tidak bisa, membuat Mendung berinisiatif membuka lahan di sepanjang pekarangan bagian pinggir rumah. Semuanya serba tertanam subur karena tanah di sana juga Mendung olah menggunakan koto ran kambing, sapi, maupun kot oran dari ternak ayamnya.
Dari pohon pepaya yang daunnya pun Mendung olah, selain buahnya yang amat sangat manis. Kebun singkong, baik yang hanya singkong sayur maupun singkong yang menghasilkan buah. Ubi, kentang, kacang panjang, kacang tanah, tomat, cabai, semuanya tertanam di sana hingga suasana rumah Mendung begitu asri meski bangunannya berupa gubuk reyot.
“Ngie, ... kamu lagi cari apa?” Suara penuh perhatian itu, Mendung kenali sebagai suara Salman.
Dari depan pohon tomat yang buahnya kebanyakan masih hijau, mendung melongok memastikan. Layaknya bocah yang menyambut kedatangan sang papa, Pelangi langsung berlarian menghampiri kemudian memeluk Salman penuh kemanjaan.
“Tuh orang jam segini sudah datang?” pikir Mendung. Suara berisik dari bebek dan ayamnya di belakang rumah, membuatnya tidak mendengar deru mobil Salman. Salman sudah berganti pakaian dan tak memakai pakaian kemarin.
(Ramaikan ya. Bab 20 akan segera menyusul. Aku masak dulu. 20 itu penghitungan retensi awal ya. Kalau ada yang belum paham, bisa saling sharing di komentar ya. Bismillah sesulit apa pun nulis di sini, aku mau usaha lagi 🙏)