Elora percaya bahwa cinta adalah segalanya, dan ia telah memberikan hatinya sepenuhnya kepada Nolan, pria penuh pesona yang telah memenangkan hatinya dengan kehangatan dan perhatian. Hidup mereka terasa sempurna, hingga suatu hari, Nolan memperkenalkan seorang teman lamanya, kepada Elora. Dari pertemuan itu, segalanya mulai berubah.
Ada sesuatu yang berbeda dalam cara mereka bersikap. Perhatian yang terlalu berlebihan, dan senyuman yang terasa ganjil. Perlahan, Elora mulai mempertanyakan kebenaran hubungan mereka.
Apakah cinta Nolan kepadanya tulus, atau ada rahasia yang ia sembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Skyler, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Kejutan
Elora melangkah ke bar dengan langkah berat. Duduk di salah satu bangku tinggi, ia menyandarkan siku di meja, membiarkan suara musik di belakangnya menjadi latar. Bartender, dengan cekatan, menyajikan minuman berwarna amber yang berkilauan di bawah lampu neon.
Elora mengambil gelas itu, ia menyesap perlahan membiarkan rasa hangat minuman itu mengalir di tenggorokannya, bercampur dengan dinginnya udara klub.
Bartender, seorang pria dengan kemeja hitam rapi, menyeka gelas sambil melirik ke arahnya. "Sendirian?" tanyanya dengan senyum tipis.
Elora hanya mengangguk tanpa melepaskan pandangannya dari gelas. Ia hanya ingin larut sejenak, dalam minumannya, dalam suasana, dalam pikirannya yang bercampur aduk seperti es yang mencair di dalam gelasnya.
"El.." panggil Cindy yang tiba-tiba sudah berada disampingnya.
Elora langsung mengalihkan pandangannya ke arah sang sahabat sambil tersenyum tipis, "sendiri, yang lain mana?"
"Lo nggak baca chat?" lagi-lagi dia hanya menggeleng. "Mereka nggak bisa datang karena masih ada urusan,"
Elora tersenyum kecut, ia menunduk matanya kembali menatap gelas dihadapannya, "iya, semuanya sibuk," lirihnya.
"Lo kenapa tiba-tiba kayak gini, ada masalah apa El?"
Elora tidak merespon pertanyannya, namun dia langsung melirik ke arah Cindy, "turun yuk!" ujarnya, suaranya sedikit meninggi untuk mengalahkan dentuman musik yang menggema. Cindy menggeleng pelan sambil menyentuh lengan Elora, menghentikan niatnya.
Elora menatap Cindy, alisnya mengernyit sedikit, "kenapa?"
"Kita cuma berdua, lo juga udah minum cukup banyak, El. gue cuma nggak mau lo kenapa-kenapa di sana."
Elora terdiam sejenak, merasa ada kehangatan di balik kekhawatiran Cindy. Dia pun langsung menurut saat Cindy mengajaknya pulang.
Matahari sudah semakin meninggi, bahkan sinarnya sudah terasa membakar kulit. El menggeliat dari tidur nya perlahan karena merasakan kepalanya masih teramat berat. Dia bersandar di ranjang, matanya menatap keluar jendela dalam diam.
Tiba -tiba pintu kamarnya terbuka, Cindy masuk sambil membawakannya nampan berisi sarapan juga obat. Setelah memastikan El menghabiskan semuanya, dia meminta El segera membersihkan diri..
"Sebenarnya ada masalah apa El, cerita sama gue?" tutur Cindy lembut, ia menyadari kalau perasaan sahabatnya itu sedang rapuh.
**
"Kak Nolan di mana?" tanya El begitu panggilannya tersambung
"Aku di rumah sakit El." dia terdiam sejenak seperti merasa bersalah, "maaf.."
Elora langsung memotong, "kenapa aku harus tahu dari orang lain? sebenarnya aku ini siapa? buatmu aku ini apa? Kamu bahkan bisa menemui temanmu, tapi aku, bahkan tidak tahu kalau kau sudah kembali." Elora terdiam, dia terisak
"Sayang.."
"Kau tidak mengabari ku, mengirim pesan saja tidak. Apa sesulit itu? Kau sudah berubah, sepertinya kau sudah tidak mencintaiku lagi,"
**
"Lo mengatakan itu semua padanya?" El hanya mengangguk, dia sudah tidak bisa menahan gemuruh di dadanya.
Untuk menghibur Elora, hari itu Cindy mengajaknya pergi jalan-jalan ke luar kota. Tidak ketinggalan Feby dan Arga juga ikut menemani.
Mereka sampai di sebuah Villa saat magrib, El sedikit merasa ngeri begitu melihat kondisi Villa yang gelap gulita.
"Kita mau nginep di sini?" tanya El tampak tidak percaya, pasalnya mereka semua tipe penakut. Dan Villa itu terlihat mistis baginya.
Ketiga temannya serentak mengangguk mantap. "Jangan takut, ini cuma belum nyala aja lampunya," tutur Cindy meyakinkan El
Seorang bapak-bapak penjaga Villa datang dan langsung membawa mereka masuk. Begitu masuk Elora sedikit merinding karena suasana mencekam tanpa penerangan.
Tiba-tiba lampu menyala, Pop...
Dalam sekejap, serpihan confetti berwarna-warni berhamburan ke udara, berjatuhan di atas rambut dan bahunya. Di depannya, Nolan berdiri dengan senyum hangat, memegang sebuah buket bunga. Dengan langkah pasti, dia mendekat ke arah kekasihnya.
Elora masih diam, matanya menatap Nolan, bukan dengan amarah, tapi dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Seakan hatinya sedang bertarung antara ingin memaafkan atau tetap menjaga jarak.
"El," suaranya sedikit serak, "aku tahu aku salah. Aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri, terlalu sering mengabaikan mu. Aku tidak sadar kalau aku perlahan menjauh dari hal terpenting dalam hidupku, kamu."
Elora tetap diam, tapi tatapannya sedikit melembut. Nolan melangkah lebih dekat, menatapnya dengan tulus. "Aku masih sangat mencintaimu. Dan aku benci menyadari semua ini setelah melihat kamu terluka karena sikapku. Maaf, El. Aku nggak mau kehilangan kamu."
Elora menatap Nolan dalam-dalam, matanya mulai berair, tapi dia tetap berusaha menahan dirinya.
"Aku cuma ingin kamu tahu kalau aku mau memperbaiki semuanya. Apa pun itu, El," tambah Nolan dengan suara penuh tekad.
Semua yang menyaksikan ikut terharu, terkecuali Alden yang masih dengan tatapan dinginnya, namun lebih menakutkan.
"Villa ini ada 3 kamar, 2 di atas dan 1 dibawah." kata Feby menjelaskan. "Gue sama Cindy di kamar atas, Pak Al dan Arga sekamar di atas juga, lalu.." Feby menjeda perkataannya karena terkekeh. "Elora sama Kak Nolan di kamar bawah,"
Elora terbelalak tidak percaya, dengan cepat dia mengapit lengan Feby, "gue tidur sama kalian," tuturnya dengan melotot tajam pada keduanya.
Malam itu mereka mengadakan pesta barbeque di halaman Villa. Alden muncul dengan membawa beberapa botol wine. Yang menjadi perhatian ada sebotol wine buatan tahun 1990 dari Perancis.
"Wow, Pak Al, bawa barang bagus nih," celoteh Arga.
"Kita bahkan belum lahir tahun itu," tutur Feby yang mengundang gelak tawa. Menikmati malam bersama dengan minum Wine.
Mereka menikmati pemandangan malam yang bertabur bintang. Dengan iringan gitar yang dibawakan oleh Nolan, di temani wine yang manis.
Feby bergeser mendekat ke arah Alden, sejak pertama melihatnya, dia sudah terpesona oleh ketampanannya. "Pak Al, kok kesini sendiri? nggak ada yang di ajak?"
"Nggak," balas Al datar
"Ehmm.. Pak Al belum punya pacar?" tanyanya pelan, namun masih terdengar oleh yang lain, yang membuat mereka langsung tertawa.
"Ada yang lagi pdkt nih," celoteh Arga
Feby lantas tersenyum, dia pun melanjutkan, "kalo boleh tahu, tipe cewek yang disukai pak Al, yang seperti apa?"
"Yang pasti bukan sepertimu,"
Jawaban Alden sontak membuat yang lain tercengang, mereka saling pandang. Namun yang paling shock adalah Feby, dia sudah ditolak mentah-mentah, bahkan belum sempat berjuang
Feby yang merasa malu dan kesal, langsung pindah tempat dan melampiaskannya pada minuman. Setelah beberapa saat, dia dan yang lain sudah tidak berdaya, menyisakan Al yang masih duduk tegap di tempatnya. Seolah tidak terpengaruh oleh minuman itu, ya, dia tipe yang kuat minum.
Dia membantu satu persatu untuk kembali ke kamar masing-masing. Dan yang terakhir, tinggal Elora yang masih tertinggal. El tiba-tiba membuka matanya saat Alden akan menggendongnya. Dia pun mengurungkan niatnya, lalu duduk di sampingnya.
"Bisa jalan sendiri?" tanyanya tanpa menoleh. Karena tidak ada jawaban, Al akhirnya melirik wanita di sebelahnya itu. Yang tengah menyangga kepalanya dengan kedua tangannya, matanya terpejam. Alden lantas melihat lebih dekat, "kau tidur.?"
Mendengar bisikan, Elora langsung membuka mata dan menoleh, dia langsung tersenyum. Jari-jarinya menyentuh pipi pria di hadapannya dengan lembut.
"Kak.. aku sangat menyukaimu, kau.. jangan pernah meninggalkanku. Aku akan sangat sedih jika kau melakukan itu,"
Alden hanya terdiam, melihat wanita di hadapannya tengah mencurahkan perasaannya. Namun tiba-tiba, tangan El menariknya membuat jarak mereka semakin dekat. Ia bahkan bisa merasakan hembusan nafas hangatnya. El mencium bibirnya dengan lembut, namun dia hanya diam tidak meresponnya.
Karena kesal, Elora mengigit bibirnya hingga berdarah, El lantas melepaskannya, dia menatap Alden dengan kesal. "Kak Nolan kenapa diem aja?"
Karena Alden masih terdiam, dia yang sudah sangat kesal akhirnya beranjak pergi. Baru beberapa langkah, dia hampir terjatuh, untung saja Alden dengan sigap menangkapnya.
*
*