Jejak Tanpa Nama mengisahkan perjalanan Arga, seorang detektif muda yang berpengalaman dalam menyelesaikan berbagai kasus kriminal, namun selalu merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Suatu malam, ia dipanggil untuk menyelidiki sebuah pembunuhan misterius di sebuah apartemen terpencil. Korban tidak memiliki identitas, dan satu-satunya petunjuk yang ditemukan adalah sebuah catatan yang berbunyi, "Jika kamu ingin tahu siapa yang membunuhku, ikuti jejak tanpa nama."
Petunjuk pertama ini membawa Arga pada serangkaian kejadian yang semakin aneh dan membingungkan. Saat ia menggali lebih dalam, ia menemukan sebuah foto yang tampaknya biasa, namun menyembunyikan banyak rahasia. Foto itu menunjukkan sebuah keluarga dengan salah satu wajah yang sengaja dihapus. Semakin Arga menyelidiki, semakin ia merasa bahwa kasus ini lebih dari sekadar pembunuhan biasa. Ada kekuatan besar yang bekerja di balik layar, menghalangi setiap langkahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dyy93, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Api yang Masih Menyala
Gurun yang luas kembali sunyi setelah kehancuran fasilitas Proyek Genesis. Bangunan yang sebelumnya berdiri megah kini terkubur di bawah pasir, meninggalkan puing-puing yang masih berasap. Arga, Alya, Damar, dan Lina duduk di tanah, kelelahan, memandang reruntuhan di kejauhan.
“Kita berhasil menghentikan aktivasi,” kata Lina sambil mengusap keringat di dahinya. “Tapi aku merasa ini belum berakhir.”
“Tentu saja belum,” balas Arga. Wajahnya tampak serius, matanya memandang jauh ke cakrawala. “Nathan bukan tipe orang yang menyerah hanya karena satu rencananya gagal. Ini hanya langkah awal.”
Alya menatap Arga. “Kalau begitu, apa langkah kita selanjutnya? Kita tahu Nathan masih hidup, dan dia pasti punya markas lain.”
“Pertama, kita harus berkumpul kembali,” kata Arga. “Kita tidak bisa terus bergerak seperti ini. Kita butuh strategi.”
---
Sambil menunggu jemputan dari tim pendukung, mereka mendirikan perkemahan sementara di tepi gurun. Malam itu, mereka duduk mengelilingi api unggun, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka.
“Lina,” panggil Arga, memecah keheningan. “Dari semua data yang kau akses tadi, apakah ada petunjuk tentang langkah Nathan selanjutnya?”
Lina mengangguk pelan. “Ada sesuatu yang aneh dalam data itu. Selain fasilitas ini, aku menemukan koordinat lain yang terhubung ke jaringan Helios. Tapi lokasinya tidak biasa.”
“Tidak biasa bagaimana?” tanya Damar.
“Itu di tengah lautan, dekat segitiga Bermuda,” jawab Lina. “Aku belum sempat memeriksa detailnya, tapi dari strukturnya, itu bukan fasilitas biasa. Aku menduga itu markas utama Helios.”
Arga menghela napas. “Kalau itu benar, Nathan mungkin sedang menuju ke sana sekarang. Kita harus memastikan dia tidak punya waktu untuk memulihkan diri.”
“Tapi ini bukan misi yang mudah,” kata Alya. “Kita tidak tahu apa yang ada di sana, dan segitiga Bermuda terkenal dengan anomali yang sulit dijelaskan.”
“Kita tidak punya pilihan,” balas Arga tegas. “Nathan sudah menunjukkan bahwa dia bersedia mengorbankan apa saja demi ambisinya. Kalau kita tidak bertindak, dia akan melanjutkan rencananya, dan saat itu kita mungkin tidak punya kesempatan kedua.”
---
Keesokan paginya, pesawat tim pendukung tiba. Arga dan timnya segera naik, membawa data dan rencana baru. Di dalam pesawat, mereka mulai membahas strategi untuk menghadapi ancaman berikutnya.
“Pertama-tama, kita perlu tahu lebih banyak tentang fasilitas di segitiga Bermuda itu,” kata Arga. “Lina, kau bisa memanfaatkan jaringan intelijen kita untuk menggali lebih dalam?”
“Tentu,” jawab Lina sambil membuka perangkatnya. “Tapi aku butuh waktu. Lokasi ini terlindungi oleh enkripsi yang jauh lebih kuat daripada fasilitas sebelumnya.”
“Sementara itu, kita harus mempersiapkan peralatan kita,” kata Alya. “Jika kita akan menghadapi sesuatu di tengah lautan, kita butuh persenjataan dan perlengkapan yang sesuai.”
Damar mengangguk. “Aku akan mengurusnya. Pastikan kita punya kapal dan kendaraan bawah air yang cukup tangguh.”
Arga memandang ke luar jendela pesawat. Di balik percakapan strategis ini, pikirannya dipenuhi oleh bayangan Nathan dan ambisi besar Helios. Dia tahu bahwa pertempuran ini bukan hanya tentang menghentikan rencana seseorang, tetapi juga tentang menyelamatkan dunia dari kekuatan yang mungkin tidak mereka pahami sepenuhnya.
---
Malam itu, setelah perjalanan panjang, mereka tiba di markas sementara di sebuah pulau terpencil. Tim pendukung telah menyiapkan fasilitas dengan peralatan canggih, peta taktis, dan berbagai perlengkapan untuk misi laut dalam.
Begitu mereka mendarat, Arga segera memimpin rapat untuk menyusun rencana.
“Lina, apa ada perkembangan dari data yang kau ambil?” tanyanya.
Lina mengangguk, wajahnya serius. “Aku berhasil membuka sebagian informasi. Lokasi di segitiga Bermuda itu disebut ‘Abyssal Core’. Ini bukan hanya markas utama Helios, tetapi juga tempat mereka mengembangkan teknologi paling canggih. Jika Proyek Genesis adalah langkah awal, Abyssal Core adalah inti dari semua ambisi Nathan.”
“Maksudmu?” tanya Alya.
“Di sana, mereka mengembangkan teknologi untuk memanipulasi atmosfer global,” jelas Lina. “Ini bisa digunakan untuk mengontrol iklim, mengatur pola hujan, bahkan menciptakan bencana besar. Jika Nathan berhasil menguasai ini, dia akan punya kendali penuh atas dunia.”
Arga mengetuk meja dengan jari-jarinya, berpikir cepat. “Kita tidak bisa menunggu. Jika Abyssal Core adalah pusat segalanya, kita harus menghancurkannya sebelum Nathan menyelesaikan rencananya.”
“Tapi itu bukan operasi sederhana,” kata Damar. “Kita berbicara tentang menyerang fasilitas di tengah lautan, terlindungi oleh anomali alam dan teknologi tinggi. Kita butuh waktu untuk merencanakan ini.”
“Waktu adalah hal yang tidak kita miliki,” balas Arga. “Semakin lama kita menunda, semakin kuat Nathan. Kita harus bertindak cepat, meskipun itu berarti mengambil risiko besar.”
---
Selama beberapa hari berikutnya, tim Arga mempersiapkan diri. Lina memetakan rute menuju Abyssal Core, mengidentifikasi jalur yang aman untuk melewati anomali di segitiga Bermuda. Alya dan Damar menguji perlengkapan tempur dan kendaraan laut dalam, memastikan semuanya siap menghadapi kondisi ekstrem.
Namun, suasana tidak sepenuhnya tenang. Ketegangan mulai terasa di antara mereka, terutama ketika membahas risiko misi ini.
“Kau benar-benar yakin kita bisa melakukannya?” tanya Alya pada Arga suatu malam, saat mereka berdiri di dermaga memandang lautan.
“Tidak,” jawab Arga jujur. “Tapi kita tidak punya pilihan lain. Dunia tidak akan aman selama Nathan masih berkuasa.”
Alya menghela napas. “Kau selalu seperti ini, ya? Mengambil beban semua orang di pundakmu.”
“Kalau bukan aku, siapa lagi?” balas Arga dengan senyum tipis.
---
Akhirnya, hari keberangkatan tiba. Tim Arga menaiki kapal besar yang dilengkapi dengan teknologi tercanggih, termasuk drone laut dalam dan senjata anti-robot. Saat mereka berlayar menuju segitiga Bermuda, suasana di atas kapal dipenuhi oleh campuran kegugupan dan tekad.
“Ini mungkin misi terakhir kita,” kata Damar sambil memeriksa senjatanya.
“Kalau begitu, kita pastikan itu misi yang berhasil,” balas Alya.
Arga berdiri di anjungan kapal, memandang ke cakrawala yang mulai diselimuti kabut tebal. Di kejauhan, ombak besar bergulung seperti dinding air, tanda bahwa mereka semakin mendekati wilayah segitiga Bermuda.
“Persiapkan semuanya,” katanya melalui radio. “Kita memasuki zona yang tidak dikenal. Tidak ada ruang untuk kesalahan.”
---
Saat kapal memasuki area anomali, semua peralatan mulai mengalami gangguan. Kompas berputar tak menentu, radar tidak dapat mendeteksi apa pun, dan sinyal komunikasi terputus-putus.
“Ini lebih buruk dari yang kita duga,” kata Lina sambil mencoba menstabilkan sistem navigasi.
“Kita tetap maju,” balas Arga dengan suara tegas.
Namun, ketika mereka mendekati koordinat Abyssal Core, sebuah kapal raksasa muncul dari kabut. Kapal itu tampak seperti monster laut dengan senjata besar di setiap sisinya, menandakan bahwa Nathan telah mempersiapkan pertahanan yang tak main-main.
“Semua orang, bersiaplah!” perintah Arga. “Ini akan menjadi pertempuran yang tidak mudah.”
Kapal lawan mulai menembakkan senjatanya, memaksa tim Arga untuk menghindar. Dalam kekacauan itu, Lina berhasil menemukan jalur bawah laut menuju Abyssal Core.
“Kita harus menyelam!” teriak Lina. “Itu satu-satunya cara untuk mencapai fasilitas tanpa dihancurkan di sini!”
Arga mengangguk. “Tim, siapkan kendaraan laut dalam! Kita tinggalkan kapal ini dan lanjutkan misi di bawah air!”
---
Dengan waktu yang semakin mendesak, tim Arga menyelam ke dalam lautan, meninggalkan kapal mereka yang terus bertempur dengan kapal Nathan. Di kedalaman laut, mereka menemukan jalur menuju Abyssal Core, sebuah struktur raksasa yang tampak seperti benteng bawah air.
“Ini dia,” kata Arga melalui radio. “Fokus pada misi. Kita tidak akan mundur sampai fasilitas ini dihancurkan.”
Namun, mereka tidak menyadari bahwa Nathan telah menunggu kedatangan mereka. Sebuah suara menggelegar memenuhi komunikasi mereka.
“Selamat datang di Abyssal Core,” kata Nathan dengan nada dingin. “Kalian tepat waktu untuk menyaksikan akhir dari semuanya.”
---