Setelah Danton Aldian patah hati karena cinta masa kecilnya yang tidak tergapai, dia berusaha membuka hati kepada gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Halika gadis yang patah hati karena dengan tiba-tiba diputuskan kekasihnya yang sudah membina hubungan selama dua tahun. Harus mau ketika kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan seorang pria abdi negara yang justru sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki abdi negara. Aku lebih baik menikah dengan seorang pengusaha yang penghasilannya besar."
Halika menolak keras perjodohan itu, karena ia pada dasarnya tidak menyukai abdi negara, terlebih orang itu tetangga di komplek perumahan dia tinggal.
Apakah Danton Aldian bisa meluluhkan hati Halika, atau justru sebaliknya dan menyerah? Temukan jawabannya hanya di "Pelabuhan Cinta (Paksa) Sang Letnan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Mangga Muda dan Hp Haliza yang Rusak
Haliza kembali nelangsa melihat Aldian pergi tanpa kata. Padahal ia butuh sekali ijin dari Aldian untuk ke pasar.
"Non Liza, mau jam berapa Nona pergi keluarnya?" Tiba-tiba Bi Kenoh yang baru saja datang, menyapa menanyakan jam berapa Haliza akan pergi ke pasarnya. Haliza yakin Aldian sudah bercerita pada Bi Kenoh bahwa dirinya akan ke pasar.
"Nanti saya kasih tahu lagi, Bi" balas Haliza seraya berlalu dari dapur itu.
Haliza menaiki tangga kembali dan menuju kamar. Tiba-tiba perutnya terasa mual dan ingin segera dimuntahkan.
"Oek, oek."
Haliza berusaha memuntahkan isi perutnya yang tadi mual.
Pasar
Haliza bersama Bi Kenoh kini sudah berada di pasar. Mereka menyusuri lorong demi lorong pasar itu mencari kios sayur dan bumbu langganan Bi Kenoh.
"Bi, sebentar. Saya mau beli mangga muda itu," tunjuk Haliza merasakan mulutnya tiba-tiba ingin makan mangga muda yang ia lihat di salah satu kios buah.
"Non Liza mau ngerujak?"
"Tidak, Bi. Saya hanya ingin makan mangga muda itu tapi dicocol dengan garam," jawab Haliza membuat Bi Kenoh sedikit heran.
"Non Liza, masih ada yang ingin dibeli?" tanya Bi Kenoh.
"Iya, saya mau beli bedak sama pelembab saja, Bi." Haliza segera ngeloyor duluan menuju toko kecantikan. Di sana dijual khusus kosmetik lengkap. Setelah membeli apa yang dibutuhkannya, Haliza kembali menghampiri Bi Kenoh dan meraih tasnya.
"Sebentar, ya, Bi. Saya mau perbaiki dulu Hp. Konter Hp khusus servis di mana, ya, kira-kira?" tanyanya sembari melihat ruko di seberang jalan.
"Ada, Non, di samping pasar ini tempat servis Hp," jawab Bi Kenoh sembari berjalan duluan menunjukkan ruko servis Hp.
Tiba di ruko servis Hp, Haliza duduk di salah satu kursi pelanggan dan memperlihatkan Hp nya yang akan diservis.
"Sebentar, Mbak, ya. Biar kami cek dulu kerusakannya," ujar pelayan ruko itu sembari pergi untuk mengecek Hp Haliza di mana kerusakannya.
Haliza mengangguk dan menunggu pelayan ruko itu kembali, ditemani Bi Kenoh di sampingnya.
Tidak lama kemudian, pelayan itu datang lalu memberitahu kerusakan Hp Haliza.
"Kerusakannya di IC sama LCD, kalau mau diperbaiki harganya sekitar satu juta lebih," ujar pelayan itu. Haliza cukup tercengang mendengarnya. Biaya servis sebanyak itu lebih baik dia beli Hp baru.
"Kok mahal banget, ya, Mas. Bisa lebih murah dari itu, nggak?" tanya Haliza menawar.
"Paling hanya 965 ribu pasnya," jawab pelayan itu. Haliza makin tercengang. Sama saja kalau harga segitu baginya, sama-sama mahal juga.
"Nanti saja, Bang, servisnya. Saya mau berpikir lagi, apakah diperbaiki atau tidak," jawab Haliza sembari meraih kembali Hp nya yang tidak jadi diperbaiki. Haliza sedih, karena Hp itu merupakan Hp yang dibeli atas kerja kerasnya sendiri. Saat itu harga Hp nya juga tidak murah. Yang ia sayangkan hanyalah kenangan tentang Hp itu begitu banyak. Ia begitu apik dan selalu menjaga Hp nya dengan sangat baik. Tapi kini, harus hancur gara-gara kemarahan Aldian.
"Ayo, Bi. Kita pulang saja, saya tidak jadi memperbaiki Hpnya." Haliza mengajak Bi Kenoh kembali karena harga servis Hp nya tidak sesuai dengan perkiraannya.
Setelah gagal memperbaiki Hp nya, Haliza mengajak Bi Kenoh pulang dengan menaiki becak. Sepanjang jalan hati Haliza sedih. Sedihnya bukan karena itu saja, sedih karena masih dicuekkan Aldian dan sedih karena merasa hidupnya tidak berjalan mulus seperti harapannya.
Tiba di rumah, dengan tidak sabar, Haliza segera menuju dapur mengeksekusi mangga mudanya yang tadi dibeli. Dia cuci terlebih dahulu, tanpa dikupas.
"Aduh Non, biarkan bibi saja yang ngupas mangganya." Bi Kenoh melihat Haliza yang sibuk dengan mangganya yang kini sedang diiris sedang.
"Tidak usah, Bi. Tolong ambilkan saja garam pakai piring kecil, saya mau cocol mangga ini dengan garam," pinta Haliza. Bi Kenoh segera berjingkat mengambilkan piring kecil lalu dituang garam.
"Ini, Non."
"Terimakasih, Bi."
Haliza segera mencocol mangga muda yang sudah diirisnya dengan garam. Rasa asam dari buah mangga, seperti tidak dirasakannya, Haliza seakan menikmatinya.
Bi Kenoh yang melihat, justru merasa keasaman melihat Haliza dengan enaknya makan mangga muda. "Apakah Non Haliza sedang mengandung? Tumben banget ingin makan mangga muda dicocol garam. Semoga saja benar," duga Bi Kenoh sembari berdoa semoga dugaannya benar.
Masih belum habis mangga muda itu, Haliza menambah lagi mangganya diwadahi dengan mangkuk. Lalu ia berlalu dari meja makan, menaiki tangga dan menuju beranda di lantai dua. Kini, Haliza menikmati makan mangga cocolnya di beranda tamu lantai dua, sembari menikmati keindahan pegunungan yang bisa dia lihat dari ketinggian lantai dua.
"Jam dua siang, Aldian sudah kembali dari kantor. Ia langsung menuju dapur menemui Bi Kenoh lalu menanyakan Haliza.
"Bi, istri saya di mana?"
"Non Liza tadi ke atas, sambil membawa mangga cocol," ujar Bi Kenoh. Aldian mengangguk seraya membalikkan badan menuju tangga.
Tiba di lantai dua, Aldian menjumpai beberapa iris mangga sisa beserta garam di piring kecil, seperti apa yang dikatakan Bi Kenoh tadi. Sejenak Aldian merasa heran, kenapa Haliza tiba-tiba makan mangga muda dicocol garam.
Tidak menjumpai Haliza di beranda, Aldian kembali berjalan menuju kamar yang ditempati Haliza kemarin. Dan ternyata Haliza memang berada di dalam kamar itu. Aldian mengamati dari balik pintu kamar yang tidak ditutup.
Haliza seperti sedang meratapi Hp nya yang rusak. Dibulak-balik Hp yang hancur oleh Aldian itu. Sesekali ditatapnya lama dan dipeluk. Haliza seakan tidak ingin kehilangan Hp itu sampai ia terlihat sangat sedih.
"Haliza, kamu sedang apa, kamu tidak tidur?" Tiba-tiba Aldian masuk dan mengejutkan Haliza yang sedang memeluk Hp nya.
"Mas Aldian, sudah pulang Mas?" Haliza langsung menghampiri Aldian meskipun wajah suaminya itu masih terlihat belum ramah, lalu menciumnya.
"Coba aku lihat Hp itu?" Haliza membiarkan Hp nya diambil Aldian. Sejenak Aldian mengamati Hp Haliza lama. Ada penyesalan dalam hati Aldian, kenapa dia sampai merusak Hp Haliza.
"Apakah kamu sedih karena Hp ini?" tanya Aldian. Haliza tidak menjawab, tanpa kata ia meraih Hp rusaknya itu lalu menyimpannya di laci lemari di kamar itu.
"Mungkin kenangan tentang Hp itu mengingatkan kamu tentang mantan kamu, sampai kamu merasa sedih dan kehilangan." Aldian melanjutkan bicaranya lagi.
Haliza mendongak lalu menatap Aldian dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Tudingan Aldian itu membuatnya sakit, sebab jika harus mengingat mantan kekasihnya, maka rasa kecewa dan sakit hati itu kian berkobar.
"Aku sedih karena Hp ini dibeli dengan jerih payah aku sendiri, Mas. Meskipun kamu ganti sama Iphone atau Hp mewah lainnya, tapi tidak bisa mengganti kenangan manis saat aku bisa mendapatkannya dengan uangku sendiri," jawab Haliza sambil menangis.
Saya Kasih dulu Bunga Kembang Sepatu Biar Semangat Si Author Manis ini Nulis nya ya 😁😁