Nindya seorang sekertaris yang sangat amat sabar dalam menghadapi sikap sabar bosnya yang sering berubah suasana hati. Hingga tiba-tiba saja, tidak ada angin atau hujan bosnya dan keluarganya datang ke rumahnya dengan rombongan kecil.
Nindya kaget bukan main saat membuka pintu sudah ada wajah dingin bosnya di depan rumahnya. Sebenarnya apa yang membuat bos Nindya nekat datang ke rumah Nindya malam itu, dan kenapa bosnya membawa orang tuanya dan rombongan?
Ayo simak kelanjutan ceritanya disini🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VivianaRV, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
"Terserah kamu saja, lebih baik sekarang aku lihat ruangan apa saja yang ada di rumah ini."
"Ya sudah sana kamu lihat saja, saya mau lanjutin kerjaan yang belum selesai."
"Kerjaan apalagi sih Aa'? Perasaan udah selesai semua deh pekerjaan kantor."
"Ini bukan pekerjaan kantor, ini pekerjaan usaha saya sendiri yang harus saya urus juga."
"Kamu punya usaha apalagi Aa'? Memang enggak pusing ngerjain semuanya?"
"Ngapain pusing ini juga untuk kita kedepannya, aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk kemakmuran keluarga kita."
Nindya tersenyum mendengar kata-kata dari Kaivan. Nindya jadi melihat Kaivan versi berbeda saat ini. Biasanya saat di kantor Nindya hanya melihat kepribadian Kaivan yang hanya marah-marah saat ada kesalahan sedikit. Tapi saat ini Nindya melihat sifat Kaivan tidak mau orang yang ada didekatnya mengalami kesusahan materi.
Kaivan kerja di kantor pun sudah sangat cukup untuk kebutuhan mereka berdua. Apalagi kalau memiliki usaha yang lain pasti mereka tidak akan khawatir soal materi.
"Kalau gitu sini mas aku bantu sekiranya pekerjaan yang mampu aku kerjakan" tawar Nindya, dia tidak enak kalau suaminya sibuk bekerja tapi dia tidak membantu.
"Tidak usah tadi katanya kamu mau melihat-lihat rumah ini."
"Kalau itu bisa dilakukan kapan saja, sini mas aku bantu."
"Beneran kamu mau bantu?"
"Iya masa aku bohong sih."
"Kalau kamu mau membantuku tolong kamu hitung semua pengeluaran dan pemasukan dari restoran yang aku kelola."
Kaivan memberikan tiga buku tebal kepada Nindya. Nindya segera membuka satu halaman pertama terlihat banyak angka yang sangat memusingkan.
"Ini semua yang aku bantu Aa'?"
"Iya ini yang harus kamu kerjakan."
"Lalu kamu mengerjakan apa?"
"Aku mengerjakan pekerjaan lainnya, sudah sana kamu kerjakan saya juga akan mengerjakan bagian saya."
Nindya mendengus keras karena menerima pekerjaan yang lumayan banyak. Tapi walau begitu Nindya tetap mengerjakannya. Mereka berdua sibuk bekerja, mereka baru berhenti saat adzan berkumandang.
"Enggak terasa udah adzan aja, ini udah jam berapa sih Aa' kok udah adzan?"
Kaivan melihat jam tangannya, "jam 12.15 menit."
"Kamu laper enggak Aa'?"
"Laper sih karena kan udah waktunya makan siang."
"Ya sudah kalau gitu biar aku masak untuk makan siang."
"Memang kamu bisa masak? Perasaan aku enggak pernah tahu kamu masak deh selama jadi sekertarisku."
"Memang kalau bisa masak saya harus kasih tahu sama kamu? Kan enggak perlu lagian juga pekerjaanku kan enggak berhubungan dengan masak memasak di kantor, selama di kantor kan aku selalu memegang berkas, menyiapkan jadwal kamu dan menyiapkan bahan untuk meeting."
"Iya juga sih."
Nindya berdiri lalu menuju dapur, sampai dapur dia membuka kulkas yang ternyata isinya hanya air putih saja. Nindya melihat semua kabinet yang ada di dapur tapi hasilnya tidak ada bahan masakan sama sekali.
"Enggak ada bahan masakan sama sekali disini, Aa'!" Nindya pun berteriak memanggil Kaivan.
Tidak lama kemudian Kaivan datang dengan setengah berlari. "Ada apa memanggil saya?"
"Ini kenapa dapurnya enggak ada makanan sama sekali? Terus gimana dong aku masakannya kalau enggak ada bahan."
"Oh iya saya lupa nyuruh orang saya untuk beli belanjaan dapur, saya kira tadinya kamu enggak bisa masak."
"Terus gimana nih sekarang?"
"Ya udah tinggal pesan ada di restoran terdekat nanti tinggal di anter ke sini."
"Tapi saat ini aku enggak mau makan makanan restoran, aku maunya makan hasil buatan sendiri."
"Enggak usah ribet lebih baik pesan aja lagian kita juga sudah sama-sama laper kan saat ini?"
"Aku enggak mau pesan."
"Ya udah kalau gitu biar aku aja yang pesan, kamu mau makanan apa?" Kaivan mulai mengotak-atik teleponnya dan sudah masuk ke aplikasi pesan makanan.
"Aku enggak mau pesan makanan Aa' aku maunya makanan buatanku sendiri" Nindya merebut telepon yang ada digenggaman Kaivan.
"Ribet banget sih kamu jadi cewek!" ucap Kaivan dengan nada naik satu oktaf.
Mata Nindya langsung berkaca-kaca dan menundukkan kepalanya, dia juga memberikan telepon Kaivan kembali. Melihat itu Kaivan hanya bisa menghela nafas berat.
"Kalau Aa' pengen pesan makanan pesan aja, aku enggak usah dipesenin dan enggak usah makan biar kelaparan."
"Kamu itu kenapa sih Nindya? Biasanya kamu enggak seribet ini deh."
"Stop jangan bilang aku cewek ribet! Kalau enggak mau nurutin ya udah diem aja, aku udah enggak mood lagi bicara sama kamu!" Nindya melengoskan badannya pergi menuju kamar.
"Cobaan apalagi ini tuhan, apa semua wanita berperilaku seperti itu? Sungguh buat kepalaku pusing" Kaivan memijit keningnya pelan.
"Kalau begini mau tidak mau sepertinya aku harus membujuknya" Kaivan berjalan ke kamar mereka, saat membuka pintu Kaivan bisa melihat Nindya yang saat ini masih duduk di depan meja rias. Pandangan mereka sempat bertemu beberapa saat tapi Nindya langsung memutuskan pandangannya.
"Nindya kamu marah sama saya?" ucap Kaivan saat berada di samping Nindya.
Nindya hanya diam saja dan membalikkan badan saat Kaivan berada di sampingnya. Nindya menutup mulutnya rapat tidak menjawab ucapan Kaivan sama sekali.
"Maaf Nindya aku berlaku salah sama kamu, sekarang kamu mau minta apa aku turuti."
"Enggak mau nanti kamu bakalan enggak mau."
"Kamu aja belum bilang apa yang kamu mau mana bisa kamu bilang aku enggak mau menuruti permintaan dari kamu, cepat kamu bilang saja apa yang kamu inginkan."
"Aku maunya belanja saat ini juga."
"Ya sudah ayo kita belanja, kamu mau belanja apa? Baju atau perhiasan akan aku belikan semuanya kalau kamu mau."
"Tapi aku enggak mau membeli baju dan juga perhiasan."
"Ya sudah kamu maunya apa?"
"Aku mau beli belanjaan untuk dapur."
"Astaga kamu hanya mau beli itu saja? Kemana kamu enggak mau bilang dari tadi sih, kalau tahu kamu mau itu aku segera menurutinya."
"Aku tadi mau bilang itu tapi kamu terus ngomong katanya mau pesan makanan jadi ya aku enggak jadi ngomong."
"Ya sudah ayo kita belanja kalau misalnya kamu capek biar aku saja yang belanja yang penting kamu kasih aku catatan apa bahan yang dibutuhkan."
"Aku juga mau ikut kamu belanja Aa' aku ingin memilih bahan makanan yang bagus."
"Ya sudah ayo kita berangkat ke supermarket."
"Iya ayo mas kita berangkat, tapi tunggu dulu aku mau ganti baju dan makeup tipis agar terlihat lebih cantik" ucap Nindya sudah bersemangat kembali.
"Enggak usah makeup dan ganti baju, ayo kita berangkat sekarang juga."
"Kenapa sih Aa'? memang Aa' enggak malu kalau aku keluar tanpa makeup dan terlihat jelek?"
"Kamu tetap cantik walaupun tanpa makeup" ucap Kaivan lirih tidak berani berucap biasa karena malu.