Aqilla adalah satu satunya anak perempuan dari pasangan teguh dan Miranti. Tapi meskipun perempuan semata wayang tidak membuat ia menjadi anak kesayangan. Aqilla tidak terlalu pintar dibandingkan dengan Abang dan adikanya yang membuat ia di benci oleh sang ibu. selain itu ibunya juga memiliki trauma di masa lalu yang semakin membuat nya benci kepada Aqilla. akan kan suatu hari nanti Aqilla bisa meluluhkan hati sang ibu dan sembuh dari trauma nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"ma, kayaknya mama harus lebih cepat deh pulang. Aqilla berulah dan sekarang dia kabur sama Alvaro,"
"oke ma. Nanti aku ceritain di rumah. Good night ma,"
Adnan mematikan sambungan telepon nya pada Miranti. Sudah lama sekali dia tak melihat Aqilla di siksa oleh ibunya itu. Untuk melampiaskan rasa kesalnya dia pun mengadukan Aqilla pada Miranti. Tentu saja dengan cerita karangannya.
"Rasain kamu Aqilla. Tunggu saja saatnya. Aku gak perlu kotori tangan aku untuk balas kamu,"ucap Adnan menyeringai.
Dia meremas botol alkohol yang di gunakan nya untuk membersihkan luka di kepalanya. hingga cairan itu berceceran di lantai.
Pagi-pagi sekali Nathan sudah berada di pintu gerbang rumah Aqilla. Bangunan besar itu tampak sepi seperti tak berpenghuni.
Nathan turun dari motornya lalu memencet bel rumah Aqilla. Hingga ketiga kalinya barulah ada seorang wanita paruh baya memakai baju daster lusuh dengan kemoceng di tangan nya membuka gerbang.
"Emm, mas ini temannya non Aqilla ya. Yang kemarin itu jemput non Aqilla?" tanya mbok Darmi setelah membuka gerbang.
"Iyaa mbok, saya Nathan. Aqilla nya ada?" tanya Nathan sopan.
" Aduh, say juga gak tau mas. Tadi pagi waktu saya datang non Aqilla sama den Alvaro gak di rumah. Gak tau deh kemana soalnya saya juga udah jarang nginap di rumah ini," jawab mbok Darmi.
"Terus yang di rumah ada siapa mbok? Bukannya kata Aqilla dia pergi keluar kota ada acara keluarga di rumah budenya,"
"Kalau itu saya kurang tau mas. Di rumah cuma ada den Adnan. Nyonya juga udah berapa hari memang keluar kota tapi setahu saya urusan kerjaan bukan acara keluarga," jelas mbok Darmi.
Kening Nathan berkerut. Benar dugaannya jika Aqilla berbohong. Pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan. Nathan terdiam berpikir keras, di mana keberadaan Aqilla sekarang.
"Ada siapa mbok?" tanya Adnan mengejutkan mereka.
"Eh den ini mas Nathan temennya non Aqilla. Nyariin non qilla katanya," jawab mbok Darmi menunduk.
Adnan mendekati Nathan dengan tatapan mengintimidasi. Dia memberi isyarat tangan pada mbok Darmi untuk meninggalkan mereka berdua.
"Ada perlu apa nyariin adik saya?" tanya Adnan ketus.
"Gak papa bang. Saya khawatir aja soalnya telepon saya tadi pagi gak di angkat. Takut dia kenapa-kenapa," jawab Nathan gugup.
"Dia gak di rumah. Kabur dari semalam. Gak tau kemana," ucap Adnan.
"Seriusan bang. Kok Abang gak cariin dia emangnya gak khawatir,"
"Buat apa. bagus dong kalau dia pergi. Keberadaan dia cuma buat beban doang. Gak berguna," sinis Adnan menekan setiap kata yang ia ucapkan.
"Abang macam apa kamu yaa. Adiknya pergi entah kemana bukannya di cari malah bersyukur. Berarti benar dugaan saya, kalau Aqilla selama ini gak pernah di anggap di keluarga nya sendiri. Tapi kayaknya kamu deh yang jadi beban," balas Nathan menatap sengit lawan bicaranya.
"KURANG AJAR!!" teriak Adnan emosi.
Tangannya terkepal hendak meninju Nathan. Namun dengan cepat di tangkisnya. Pukulan demi pukulan yang di berikan Adnan berhasil di tangkis Nathan. Dengan kemampuan bela diri yang cukup tinggi, dia berhasil menumbangkan Adnan.
"Maaf bang, saya gak bermaksud kurang ajar. Tapi Abang duluan yang mulai saya hanya membela diri. Saya permisi," ujar Nathan.
Nathan kembali mengendarai sepeda motor nya meninggalkan Adnan yang kembali terkapar di halaman rumah sambil memegangi dadanya yang nyeri.
"Aqilla kamu di mana sih, angkat dong telepon nya. Aku khawatir. Aku bisa bantu kamu kalau kamu mau," gumam Nathan.
Saat ini dia sudah berada di taman yang baru kemarin dia datangi bersama Aqilla. Dari tadi dia sudah berusaha menghubungi Aqilla namun tak satupun yang di angkat. Lebih dari dua puluh panggilan dan semua sama, nomor Aqilla gak bisa di hubungi.
Nathan terlihat sangat cemas memikirkan seorang gadis yang selalu ada di pikiran nya itu. Tampak dari raut wajahnya jika Nathan sangat khawatir dengan keadaan Aqilla saat ini.
"Kak, mama tadi chat aku. Katanya kita di suruh pulang sekarang. Mama juga lagi di perjalanan pulang. Kita harus gimana kak?" ujar Alvaro memberitahu.
Kakak beradik itu masih berada di hotel yang kemarin mereka sewa. Setelah sarapan, Aqilla memilih kembali mengurung dirinya di kamar. Yang dia lakukan hanya melamun di balkon kamar nya.
"Ya udah kalau mama udah sampek, kita pulang,* jawab Aqilla.
"Tapi kak, kenapa mama bisa pulang secepat ini. Pasti ini ulah bang Adnan. Kalau kita pulang aku yakin mama bakalan siksa kakak lagi. Aku gak mau itu terjadi kak,* ujar Alvaro.
"Ya udah mau gimana lagi. Gak mungkin kan kita terus-menerus disini. Gak papa kakak yang di hukum asal jangan kamu," ucap Aqilla tulus menatap sang adik.
Alvaro menghela nafas panjang. Benar yang di katakan kakaknya. Bagaimana pun juga, mereka tetap harus kembali ke rumahnya. Andai saja dia sudah bekerja dan punya rumah sendiri, pasti dia bisa lebih leluasa melindungi Aqilla.
Alvaro merasa kasihan pada Aqilla. Rumah mereka bagaikan neraka untuknya. Alvaro tak bisa membantu lebih. Di usianya yang masih duduk bangku SMP, membawa Aqilla kabur saja sudah hal yang luar biasa yang dapat di lakukan nya.
"Kamu siap-siap dulu sana dek. Nanti kalau mama nelpon lagi kita langsung pulang," ujar Aqilla.
"Iyaa kak. Maaf ya aku gak bisa bantu lebih lagi. Aku janji kalau aku udah dewasa nanti, aku pastikan kakak gak ngerasain kayak gini lagi," tutur Alvaro.
"Iyaa kakak percaya sama kamu. Kamu kan adek kakak yang paling jagoan. Makasih udah selalu ada buat kakak,"ucap Aqilla.
Alvaro mengelus lembut bahu Aqilla, guna memberikan semangat untuk kakaknya. Setelah itu ia kembali ke kamar nya. Beristirahat sebentar sebelum mereka check out dari hotel itu.
Aqilla mengambil ponsel nya yang berada di atas nakas. Sedari tadi ponselnya sengaja ia matikan, takut jika Adnan akan mengganggunya lagi.
Lima puluh dua panggilan tak terjawab dan lebih dari tujuh puluh pesan masuk dari Nathan tertera saat Aqilla menyalakan ponsel nya. Aqilla merasa bersalah telah mengabaikan Nathan.
Dia mengotak-atik ponselnya menelpon balik ke nomor Nathan.
"Halo Aqilla, astaga kamu kemana aja. Dari tadi aku hubungi tapi gak bisa.****Aku juga tadi datang ke rumah kamu dan kamu ternyata bohongi aku****," suara Nathan langsung terdengar saat panggilan itu tersambung. Padahal Aqilla belum bersuara sama sekali.
"Nathan, maaf yaa. Aku lagi ada masalah sedikit, nanti kalau sudah selesai aku ceritain ke kamu. Untuk sementara jangan cari aku dulu yaa, aku lagi pengen sendiri," ucap Aqilla.
"Tapi kenapa Qilla. Kamu bisa sekarang juga cerita sama aku siapa tahu aku bisa bantu. Jangan di pendam sendiri, ada aku sekarang disisi kamu,"ujar Nathan pelan.
"Gak sekarang Nath, nanti kalau aku siap aku cerita ke kamu. Tapi tolong jangan cari aku dulu. Aku baik-baik aja kok,"
"Sampai kapan? Berapa lama qilla? Sehari aja kamu gak ada kabar aku udah kebingungan nyariin kamu. Jangan bikin aku khawatir," suara Nathan terdengar parau.
"Aku gak bakal lama. Kamu tenang yaa, aku baik-baik saja. Aku sayang kamu,"ucap Aqilla menahan isakannya. Belum sempat Nathan menjawab, dia sudah lebih dulu mematikan panggilannya.
Tok..tok...tok..
Itu pasti adiknya yang akan mengajak pulang. Aqilla sengaja tak mengunci pintunya kembali. Pintunya terbuka menampilkan sosok remaja tanggung yang sudah berpakaian rapi. Dengan tas ransel yang berada di pundaknya.
"Kak, ayo kita pulang. Mama tadi nelpon aku dan kelihatan lebih nya dia marah banget sama kita kak. Aku sebenarnya takut untuk pulang," ujar Alvaro.
"Gak papa dek. Kita hadapi sama-sama yaa. Tapi ingat kamu jangan pernah bales perlakuan mama ataupun bentak mama. Gimana pun juga dia adalah orang tua kita,kita lahir dari rahim mama. Oke?" jelas Aqilla.
Alvaro mengangguk setuju ucapan Aqilla. Tapi tetap saja dia belum bisa menerima perlakuan Miranti yang menurut nya sudah kelewatan.
Kurang lebih hampir dua puluh menit mereka bersiap-siap dan menyelesaikan administrasi. Kini keduanya sudah kembali berada di mobil taksi menuju rumah mereka. Miranti sudah menunggunya dari tadi. Dia tiba lebih cepat dari perkiraan Adnan.
Adnan sudah menceritakan kejadian semalam. Dia juga berkata jika Aqilla telah menggoda nya untuk tidur bersama. Dan Aqilla kabur karena Adnan yang tak mau melakukan nya sekali lagi. Sontak saja itu langsung membuat Miranti naik pitam.
Rasanya ia ingin menguliti aqilla hidup-hidup. Sepertinya kurang siksaan yang di berikan nya selama ini sampai Aqilla berani melakukan itu. Kini Miranti dan Adnan tengah duduk di ruang tamu menunggu kedatangan Aqilla dan Alvaro. Miranti juga sudah mengeluarkan barang-barang Aqilla, dia berniat untuk mengusir anak gadisnya itu dari rumahnya.
penulis nya siapa
editor nya siapa
jumlah halaman nya berapa
tokoh utama nya apa
tempat tinggal nya dimana
memiliki keinginan apa
menghadapi kendala apa.