Bagaimana rasanya menikah dengan orang yang tidak kita kenal?
Baik Arsya maupun Afifah terpaksa harus menerima takdir yang telah di tetapkan.
Pada suatu hari, ayah Afifah di tabrak oleh seorang kakek bernama Atmajaya hingga meninggal.
Kakek tua itupun berjanji akan menjaga putri dari pria yang sudah di tabraknya dengan cara menikahkannya dengan sang cucu.
Hingga pada moment di mana Afi merasa nyawanya terancam, ia pun melakukan penyamaran dengan tujuan untuk berlindung di bawah kekuasaan Arsya (Sang suami) dari kejaran ibu mertua.
Dengan menjadi ART di rumah suaminya sendirilah dia akan aman.
Akankah Arsya mengetahui bahwa yang menjadi asisten rumah tangga serta mengurus semua kebutuhannya adalah Afi, istrinya sendiri yang mengaku bernama Rere?
"Aku berteriak memanggil nama istriku tapi kenapa kamu yang menyahut, Rere?" Salah satu alis Arsya terangkat.
"Karena aku_" Wanita itu hanya mampu berucap dalam hati. "Karena aku memang istri sahmu, pak Arsya"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 32
Satu minggu telah berlalu, dan selama satu minggu itu hidup Afi seperti di surga. Tak ada Prilly yang mengganggu, juga Silvia yang tak mengunjungi rumah suaminya, membuat hatinya seakan begitu damai, begitu tenang, di tambah sang suami begitu memanjakannya.
Jelas Silvia tak berani datang, sebab Arsya sendiri yang sudah melarangnya. Hal itu sempat memantik kekesalan Silvia, tapi dia harus bisa mengendalikan diri supaya rencana yang sedang dia susun bisa berjalan lancar.
Sementara hubungan Afi dan Arsya pun semakin hari semakin rekat. Sebuah hubungan sakral yang membuatnya terikat cinta, tak ada lagi perasaan ragu di hati mereka, keduanya sudah menerima satu sama lain, bahkan rumah tangganya berjalan seperti rumah tangga orang-orang pada umumnya. Rumah tangga yang di dasari atas nama cinta.
Rasa malu, gugup, serta canggung, benar-benar telah lenyap nyaris tak ada jejak.
"Tehnya, mas" Afi meletakkan cangkir di atas meja. Karena seruannya itu tak mendapat respon dari pria yang kini sedang berkonsentrasi mengamati sesuatu, membuatnya kembali bersuara.
"Lagi ngapain?" Tanya Afi, dia duduk di sebelah suaminya. Sebenarnya sejak kemarin ia merasa kesepian, sebab Indah sudah kembali pulang ke rumahnya.
"Mau pasang CCTV"
"Kenapa nggak suruh ahlinya saja, memangnya mas bisa?"
"Sesuatu yang terlihat itu nggak ada yang sulit, Fi. Kopermu saja bisa ku buka kuncinya, sandi di laptopmu juga. Kenapa cuma pasang cctv saja nggak bisa?"
"Kirain mas nggak bisa"
"Jelas bisa dong"
Afi membatin merasa kalau ternyata sang suami tak hanya pintar di bidang menejemen, mengenai elektro pun seakan hanya menjentikkan jarinya saja.
Tunggu...
Dia juga pandai sekali bercinta, bercumbu, ataupun menyenangkan hati wanitanya.
Beruntung, itulah kata terakhir yang terucap dalam hatinya beberapa detik lalu.
"Buat apa pasang CCTV?" Tanya Afi lagi setelah puas dengan euforia tentang kebaikan suaminya.
"Supaya kalau kangen kamu pas di kantor, bisa lihat kamu lewat ponsel"
Wajah Afi merona, dan hatinya seketika menghangat.
Tak menyangka kalau suaminya bisa semanis itu.
Sekalipun juga tak ada dalam mimpinya akan memiliki suami seperti Arsya, pria yang nyaris mendekati kata sempurna.
"Tehnya di minum dulu, nanti dingin" Perintah Afi dengan nada lembut.
"Sebentar" Jawabnya, terus fokus menatap benda mungil di tangannya.
Lalu hening, keduanya diam tanpa suara. Selang hampir lima menit, Afi kembali menyerukan suaranya.
"Mamah kapan pulang?"
"Dalam perjalanan, mungkin besok pagi sudah sampai bandara"
Afi mengangguk paham, bibirnya terkatup menyimpan rasa was-was.
Artinya sebentar lagi ibu mertuanya akan tahu identitas Rere yang sebenarnya.
"Sepi juga nggak ada nenek"
"Mau, kalau nenek menginap di sini lagi?" Tanya Arsya menoleh istrinya sejenak. "Nggak risih ada orang tua di rumah kita"
"Mau dong, kenapa harus risih juga, aku malah senang ada orang tua disini. Mereka itu kedamaian kita"
"Semoga setelah mamah tahu soal kita, beliau juga bisa memberikan kedamaian untuk kita"
"Semoga saja, mas"
"Hmm.. Besok-besok ku jemput nenek buat nginep di sini lagi, ya"
"Mang boleh sama mamah?"
"Nggak tergantung mama kan, asal nenek bersedia aja, bisa langsung angkut bawa kesini"
"Memangnya nenek barang, main angkut saja" Bibir Afi kemudian mengerut dengan agak sedikit mengerucut.
"Ayo, bantuin pasang CCTV"
"Aku?" Kata Afi terkejut. "Aku bisa bantu apa, aku kan nggak bisa"
"Sebentar aku ambil tangga dulu, nanti cukup pegangin tangganya, aku akan naik buat pasang cctv nya di atas"
Afi bengong, tapi kepalanya mengangguk saja meski dia sedikit tak faham.
Beberap menit berlalu, Arsya sudah kembali dengan membawa tangga. Pria itu langsung menempatkan tangga berbahan besi itu di salah satu pojok ruangannya.
"Ayo, pegangin tangganya, aku mau naik"
"Mas bisa, naik-naik gituan?"
"Bisa"
"Hati-hati, ya"
"Iya" balasnya sembari tersenyum.
Satu persatu kakinya menaiki tangga hingga dia sampai di dasar tangga paling atas.
"Cepat sedikit, dong. Aku takut" Afi mendongak demi bisa melihat sang suami.
"Aku yang naik, kenapa kamu yang takut?"
"Takut mas jatuh"
"Tolong ambilkan obeng dong! Kelupaan tadi" Karena cameranya sangat kecil, jadi tak perlu menggunakan bor listrik. Cukup dengan obeng untuk memasang beberapa baut.
"Obeng itu yang kayak apa? Ada di mana?"
"Itu di meja, yang kayak angka satu, gagangnya warna hijau"
Spontan Afi menoleh ke arah meja ruang tengah. Ia pun bisa langsung melihat benda dengan ciri-ciri yang Arsya sebutkan barusan.
"Terus ini yang pegangin tangga siapa?"
Arsya menunduk, menatap Afi dari atas.
"Nggak apa-apa, nggak usah di pegangin"
"Nanti mas jatuh, gimana?" Afi masih terus mendongak.
"Nggak akan"
"Beneran ini nggak di pegangin, iya"
"Hmm" Sahut Arsya tersenyum. Merasa lucu dengan kepolosan istrinya.
Dengan gerak cepat, Afi berlari dan sepersekian detik dirinya sudah kembali memegangi kerangka tangga besi.
"Ini!" Afi menjulurkan tangan semaksimal mungkin. Sementara Arsya langsung duduk dan meraih obeng di tangan Afi.
"Okay, makasih sayang"
"Tapi buruan ya. Cepat turun"
"Iya" Jawab Arsya kembali fokus memasang baut agar camera bisa terpasang kencang.
Satu menit, dua menit..
"Sudah belum?" Tanya Afi.
"Sebentar lagi"
Mendengar jawaban Arsya, Afi kembali diam. Menunggu dengan perasaan cemas.
"Sudah?" Ucapnya, lebih ke bertanya.
"Sebentar lagi"
"Dari tadi sebentar-sebentar terus"
"Satu baut lagi selesai"
****
Hari ini cuaca tampak mendung, mungkin sebentar lagi akan hujan. Afi yang hendak menjemur pakaian di halaman belakang, urung melakukannya. Dia memilih menjemurnya di tempat dengan atap kanofi.
Samar-samar, telinganya menangkap suara mobil yang bergerak memasuki halaman rumah.
Dia pikir bukan Arsya yang datang, karena pria itu beberapa jam lalu baru saja berangkat ke kantor.
Mengayunkan kaki sembari menebak, langkah Afi yang sudah sampai di perbatasan antara ruang tengah dengan ruang tamu, hatinya seketika mencelos, sebab ia mendapati seorang wanita yang sudah memasuki rumah, dan kini sedang berdiri memunggunginya tengah menutup pintunya kembali.
Ketika wanita itu berbalik, jantung Afi berdetak tak karuan. Dia menarik napas panjang, lalu melepaskannya pelan-pelan.
"Kamu, tolong bawakan koper saya, bawa masuk ke kamar tamu"
Afi menelan ludah, dia heran kenapa ibu mertuanya sampai membawa koper segala.
"Kenapa diam? Ayo bawakan koper saya" Ulangnya, lengkap dengan tatapan penuh benci.
"B-baik" Jawab Afi tergagap.
"Setelah ini langsung buatkan saya makanan" Sinisnya datar. "Oh ya, di dalam koper ada jaket dan pakaian kotor, kamu ambil lalu cuci pakai tangan, jangan pakai mesin cuci"
Afi tak merespon, fikirannya tak fokus karena rasa cemas yang tiba-tiba singgah.
"Kamu dengar apa yang saya katakan tadi, kan?"
"Dengar, bu" Takut-takut Afi menyahutnya.
Prilly menggelengkan kepala, kemudian melangkah menuju dapur, sementara Afi ke kamar tamu yang khusus di sediakan untuk orang tua Arsya jika menginap di sini.
Selang sekitar sepuluh menit, Prilly menyusul Afi ke kamar dengan membawa gelas di tangannya. Dari ambang pintu dia melihat Afi tengah membuka koper, dan mengambil pakaian kotor miliknya.
Pelan, ia melangkah mendekati menantunya.
Tanpa aba-aba, dengan sengaja ia menumpahkan air panas di dalam gelas tepat di salah satu lengan Afi.
"Aw, panas" Otomatis tubuh Afi berjingkrak karena kaget. Lalu persekian detik dia berdiri dan langsung mendapati Prilly tengah menutup mulutnya dengan tangan kirinya.
"Maaf, saya nggak sengaja" Ucapnya, tanpa rasa bersalah.
Mengabaikannya, Afi terus mengusap lengannya yang langsung memerah dan sedikit seperti terbakar.
"Cuma kesiram air doang. Nggak apa-apa" Kata Prilly, seakan meremehkan.
Afi diam, menatap Prillya dengan sorot nanar.
BERSAMBUNG
semoga end nya nanti sudah baikan semua 😊