⚠️WAJIB FOLLOW SEBELUM BACA⚠️
Pernikahan yang tidak didasari oleh rasa cinta memang sangat sulit untuk dijalani. Apalagi dengan seorang yang sudah dianggap sebagai musuh sendiri. Seperti itulah kisah Cassie dan Gavino. Dua orang yang harus terjebak dalam status suami-istri karena perjanjian keluarga mereka. Mampukah mereka mewujudkan pernikahan yang bahagia?
Cassie hanya ingin mengukir kebahagiaan nya.Namun apakah ia bisa di tengah kehidupan yang begitu kejam? Bisakan ia bertahan dengan Gavino Zachary Bramasta?
Start: 8 Juli 2024
End:
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heninganmalam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32 - Fact And Beginning
“Dia selingkuh. Donny itu bukan suami dan ayah yang baik.”
Wanita itu tercengang setelah mendengarkan fakta yang begitu mengejutkan. Ia tak pernah mengira bahwa ayah mertua yang memperlakukannya dengan sangat baik nyatanya merupakan pria yang memiliki kesalahan fatal pada keluarganya.
“Sejak kapan?”
Gavino mengedikkan bahunya, “Maybe sejak gue belum ada.”
“Masih?”
Pria itu kembali mengedikkan bahunya, “I don't know.”
Cassie semakin mengerti tentang apa yang terjadi. Ia pun semakin penasaran dengan masalah keluarga ini, “Dan lo? Suka main cewek karena papa?”
Tebakan Cassie tepat sasaran. Pria itu pun mengangguk, “Karena itu gue nggak percaya sama sebuah hubungan. Nggak ada orang yang bisa setia dan cukup sama pasangannya aja.”
“Terus kenapa lo terima perjodohan ini kalau lo nggak percaya sama sebuah hubungan?”
"Awalnya gue nggak terlalu peduli sama perjodohan itu. Waktu itu gua cuma mau main-main aja sama lo. But, semakin berjalanannya waktu, semakin gue benci sama sikap sombong lo dan di lapangan basket waktu itu..."
Sejenak Gavino terdiam, "I'm sorry but ngeliat lo putus asa bikin gue seneng dan mutusin buat benar-benar terima perjodohan itu Cas... I'm sorry."
Ungkapan Gavino memperjelas semuanya. Dari awal, Gavino memang hanya ingin mempermainkan Cassie dan membuat wanita itu susah dalam kedok balas dendam.
Apakah Cassie marah? Tentu saja! Menerima fakta kejam itu membuat emosinya terganggu. Namun tak ada yang bisa ia lakukan sekarang. Marah pun tak akan bisa mengubah semuanya.
Perjodohan mereka sudah terjadi, pernikahan mereka bahkan anak yang ada dalam kandungan Cassie pun sudah tercipta. Kesucian yang ia jaga sudah hilang. Kisah percintaan nya dengan Aaron pun sudah berakhir. Semua nya sudah terjadi tanpa bisa di ubah lagi.
"Cas... I'm sorry..."
Pada akhirnya, Cassie hanya dapat menghembuskan napasnya dan mengikhlaskan semua yang telah terjadi di hidupnya. Menerima semuanya dan melanjutkan hidup nya.
"Well, buat sekarang jangan lupain kesepakatan kita aja. Sekali lagi lo ingkarin kesepakatan kita, gue nggak segan buat bikin lo hilang dari dunia ini."
"I'm promise."
...-+++-...
Satu hal yang dapat Cassie syukuri sejak terbukanya hal yang Gavino sembunyikan adalah perubahan sikap pria itu yang semakin baik setiap harinya.
Gavino menjadi suami yang lebih perhatian, tidak kasar, lebih banyak waktu untuk istrinya. Ia juga tak lagi menemui Grizelle atau pun wanita lain. Ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan Cassie atau dengan teman-teman nya.
Di kampus pun Gavino jadi lebih sering menunjukkan perhatiannya tanpa malu seperti mengirimkan makanan atau hadiah-hadiah kecil untuk Cassie. Seperti saat ini, Cassie yang sedang berada di kantin tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan kurir yang membawakannya dua kotak pizza dengan berbagai toping.
Cassie yang tak mungkin menghabiskan seluruh pizza itu pun langsung membagikannya pada ketiga temannya, "Pokoknya kalian harus habis."
"Cas tapi ini banyak banget Cas..." ucap Lily tanpa mengalihkan pandangannya dari makanan yang ada di hadapannya.
Berbeda dengan Celline yang hanya menatap pizza itu sekilas, "Udah baikan beneran lo sama Gavin?"
"Ya gitulah. Udah gih makan pizza nya. Gue nggak bakalan habis."
Wanita itu pun hendak mengambil pizza-nya. Bersamaan dengan Olive yang akan mengambil bagian yang sama. Dengan cepat Celline menarik tangannya dan menghela napasnya, segera membereskan barang-barangnya yang membuat Cassie mengernyitkan dahinya.
"Nggak jadi makan?"
"Nggak. Gue mau balik aja," jawab Celline meninggalkan tempat itu.
Begitu pun dengan Olive yang masih menundukkan kepala nya. Gadis itu ikut beranjak, "Cas... Ly... Aku balik duluan ya. Ngomong-ngomong makasih buat pizza-nya."
Cassie semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi pada kedua temannya. Ia pun hanya dapat menatap Lily dengan wajah penuh tanda tanya. Sedangkan Lily hanya mengerutkan bibirnya sedih.
"Ada apa sih sebenernya?"
"Emmm... Mereka lagi berantem."
"Karena apa?"
"Kayaknya Dey suka deh sama Olive. Karena itu Celline mutusin Dey saat lo nggak ada Cas. Terus baru-baru ini Celline juga nemuin fakta kalau Olive sering dianter pulang sama Dey."
Cassie benar-benar tak bisa mempercayai hal ini. Se lama itu kah ia tak kumpul dengan para sahabatnya hingga ketinggalan informasi penting seperti ini? Huft, ia tak bisa tinggal diam seperti ini.
"Kenapa lo nggak bilang?"
"Gue mau bilang tapi Celline yang nggak bolehin gue. Katanya masalah ginian nggak terlalu penting sampai dibahas sama lo yang udah pusing sama rumah tangga lo."
Penjelasan Lily membuat Cassie semakin merasa bersalah. Sungguh ia merasa seperti sahabat yang tidak berguna karena tak ada saat Celline terkena masalah.
"Tapi Cas..." ucap Lily membuyarkan lamunan Cassie.
Gadis itu pun mendekatkan dirinya, "Lo bantuin gue ya Cas..."
...-+++-...
Sejak pertikaian yang terjadi antara Celline dan Olive membuat Cassie bingung harus melakukan apa. Ia pun langsung pulang saat kelasnya berakhir. Bersama dengan Gavino yang selalu siap menjemputnya.
Di sepanjang perjalanan hanya ada obrolan ringan dari keduanya untuk saling memperbarui pengetahuan tentang kehidupan masing-masing. Namun deringan ponsel yang berada di tangan wanita itu membuat keduanya terdiam.
Raut wajah Gavino seketika berubah setelah membaca nama sang penelpon, “Ngapain dia nelpon lo?”
Cassie pun mengedikkan bahunya, “Mana gue tau,” ucapnya lalu menerima telepon itu.
Tak jelas apa yang ayah dan istrinya obrolkan melalui telepon, yang jelas Gavino hanya dapat mendengar Cassie mengatakan iya dan iya.
Setelah panggilan itu terputus, ia pun segera menginterogasi Cassie, “Mau apa dia?”
“Nggak mau apa-apa.”
“You lie.”
Wanita itu tersenyum dan menangkup pipi Gavino, “No, babe. Beneran nggak ada apa-apa, orang papa cuma nanyain kabar aja. Kalau lo nggak percaya, telpon sendiri deh papanya.”
Mustahil Gavino menelpon Donny. Ia lebih memilih untuk tak melanjutkan topik ini daripada ia harus menelpon papanya. Sangat, sangat malas dan tak akan pernah.
“Oh ya, Gav.”
“Hmmm.”
“Lily ngajakin kita liburan di villanya Jimmy. Lo mau nggak?”
“Jimmy?”
Cassie mengangguk, “Iya, temen gue. Bukannya lo udah pernah ketemu ya yang pas gue mabuk di karaoke. Yang lo ketemu dua cowok mau bawa gue inget nggak. Itu Lily mau ngajakin kita triple date.”
Gavino hanya ber-o-ria dan menyetujui ajakan itu. Ia pikir sudah waktunya mengenal teman-teman Cassie agar tak terjadi lagi salah paham yang akan membuat mereka berselisih. Pun karena sekarang hubungan nya dengan Cassie sudah mulai membaik, ia pikir sedikit liburan bisa membuat hubungan mereka lebih erat.
Persetujuan Gavino membuat Cassie mengembangkan senyumnya dan memeluk pria itu, “Thank you… Kalau gitu nanti temenin gue beli snack ya buat kita besok.”
“Iya babe.”
Dekripsi suasana hati, tempat baik nya lebih di perjelas. Jangan hanya menekankan emosi perkarakternya saja.
Ceritanya sebetulnya Menarik, bisa dinikmati. Cuma sayang aja penggambarannya kurang jelas, Dari bab sekian yg udah kubaca, tiap muncul problem selalunya udah segitu aja, gak di perpanjang. Jadi kesannya kaya kurang pas gitu, lebih di olah lagi biar Kita yg baca beneran geregetan. /Pray//Smile/
dekripsi, alur, gaya menulis, sama peran perkarakternya itu bagus lohh.
Kulihat, ini tipikal novel yg alurnya cepat yaa.
Lanjutin Terus semangat /Good//Smile/