Abelia Lestari adalah seorang gadis polos dan lugu yang bekerja sebagai pelayan di rumah Tuan Muda kejam bernama Anggara. Sering mendapat siksaan hingga kehilangan kesucian sudah Abel alami hingga pada akhirnya membuat Abel menyerah pada hidupnya.
Namun keajaiban terjadi, gadis yang biasanya polos dan lugu itu berubah menjadi gadis yang berbeda, wajah yang memancarkan ketegasan dan mata yang tajam bak elang. Dendam pun satu persatu mulai terbalaskan.
Apa yang sebenarnya telah dialami Abel dan apa yang terjadi padanya? Langsung saja baca kelanjutan ceritanya👉🏻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana Adiliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lagi?
Pagi hari seperti biasa Abel kembali memulai aktivitasnya, dimulai dari membersihkan diri, berpakaian rapi dan langsung memulai pekerjaan yang sudah mulai biasa ia kerjakan dalam seminggu terakhir.
“Bi”
Abel berjalan mendekat kearah bi Surti yang tengah sibuk memasak sarapan pagi untuk Anggara. Kepalanya menoleh tatkala mendengar Abel memanggil.
“Loh? Kamu kok masuk kerja nak, badan kamu pasti masih sakit sekarang. Istirahatlah dan jangan paksakan dirimu”
“Tidak bi, aku harus bekerja. Luka ini juga tidak seberapa, aku masih sangat kuat untuk bekerja” senyum Abel tulus.
“Kamu ini keras kepala sekali”
Bi Surti menggelengkan kepalanya pasrah, jika Abel sudah berucap seperti itu maka ia sudah tak bisa memaksanya lagi. Anak ini sangat keras kepala batinnya.
“Lalu, apa ada yang ingin kamu bicarakan?” Tanya bi Surti. Karena tak biasanya Abel mengajak ia berbicara ketika sedang bekerja.
“Emm anu bi..”
“Kenapa?”
“Bolehkah hari ini aku bekerja dibagian belakang saja? Aku masih takut untuk melayani Tuan Muda bi”
Abel memohon dengan wajah memelas, membuat bi Surti mengerutkan keningnya.
“Nak Abel, bukannya bibi tidak kasihan padamu ataupun menolak, tapi bibi tidak punya kuasa untuk memindah tugas para pelayan dirumah ini nak, dan bibi justru akan lebih takut jika Tuan Muda akan lebih marah jika kamu bekerja didapur menggantikan yang lainnya”
“Bukankah kamu tahu sendiri jika Tuan Muda paling tidak suka ada yang melenceng dari kehendaknya atau melawan perintahnya”
Mendengar hal itu Abel hanya membuang nafasnya kasar, semoga saja hari ini bisa berjalan dengan semestinya.
“Baiklah kalau begitu Abel pamit kedepan dulu ya bi”
\~
Jam sudah menunjukkan pukul 6:30 WIB, dari lantai dua terdengar langkah kaki Anggara yang berjalan turun dengan pakaian yang sudah sangat rapi.
“Pagi Tuan Muda”
Abel membungkuk hormat, seperti layaknya para pelayan yang menyambut kedatangan sang majikan. Namun sudah untuk yang kesekian kalinya, sapaan dari Abel sama sekali tidak Anggara gubris, ia hanya fokus pada sarapan yang sudah disediakan di atas meja dan memakannya lahap.
Abel pun sama sekali tidak menanggapi hal tersebut, ia hanya berdoa agar dihindarkan dari kekejaman Anggara untuk hari ini. Selain itu maka ia tak ingin menghiraukannya.
Sudah beberapa menit waktu berlalu, hanya dentingan dari sendok dan garpu yang terdengar dari ruang makan. Sesekali Abel memasukkan masakkan yang berbeda ketika melihat piring Anggara sudah hampir kosong.
Anggara memang tipe orang yang suka sarapan dengan makanan berat, karena ia adalah orang yang sangat gila dalam bekerja dan hal itu tentu saja membutuhkan energi yang banyak. Namun ia juga tak lupa untuk berolahraga agar badannya tetap sehat dan bugar.
Setelah merasa cukup dengan sarapan yang ia makan, Anggara bangkit dari duduknya dan segera pergi ke kantor. Abel yang melihat hal itu mengusap dada nya, perasaan lega ia rasakan karena tidak mendapat hal buruk sewaktu pagi.
Waktu pun berlalu dengan sangat cepat, hari pun sudah beranjak dari siang berganti menjadi malam hari, di halaman depan sebuah mobil mewah terlihat baru memasuki pekarangan rumah yang luas itu.
Para pelayan dan penjaga berbaris rapi menyambut kehadiran sang Tuan.
“Malam Tuan Muda” serempak mereka membungkuk memberi hormat.
“Hm” dehem Anggara sekilas menjawab sapaan itu.
Namun kali ini ada sesuatu yang berbeda dari mukanya, muka yang biasanya hanya terlihat datar kini terlihat lebih menyeramkan lagi. Sepertinya ia sedang sangat kesal saat ini, entah apa yang membuatnya kesal sehingga mukanya benar benar terlihat jauh menyeramkan.
“Kau ikuti aku” dingin Anggara menunjuk Abel.
Abel yang mendengar penuturan itu membelalakkan matanya terkejut, kenapa harus dia? Apalagi sekarang yang diinginkan oleh Tuan Mudanya ini. Tangannya menggenggam gelisah, harus bagaimana ia sekarang.
“B-baik Tuan Muda” bata Abel.
Dengan terpaksa kakinya ia seret untuk mengikuti Anggara.
“Ya tuhan, selamatkanlah aku kali ini saja” batinnya resah.
\~
“Apa yang kau lakukan disitu!! Cepat masuk!!!” Bentak Anggara keras. Kesal ketika melihat Abel yang hanya berdiri seperti patung didepan pintu.
“B-baik Tuan Muda”
Dengan langkah pelan Abel memasuki kamar Anggara. Sebuah kamar yang sangat luas dengan ornamen-ornamen mewah yang terpampang indah dikamar, berbanding terbalik dengan sikap sang pemilik yang begitu sembrono, keras kepala, kejam dan tak berperasaan.
“Tutup pintunya!!!”
Abel dibuat kembali terkejut mendapat bentakan dari Anggara untuk yang kesekian kali. Namun dari pada terkejut, ia saat ini justru merasa lebih takut, apa yang diinginkan Anggara. Kenapa ia harus mengikuti nya sampai kedalam sini.
Abel kembali memutar badannya dengan langkah yang berat, tangannya menutup pintu dengan pelan. Berbagai pemikiran buruk sudah banyak memenuhi otak kecilnya, keringat pun mulai bercucuran diseluruh tubuh.
Sedangkan Anggara melemparkan tasnya yang berisi laptop ke sofa yang ada dikamar itu, satu persatu bajunya pun ia lepas dan dilemparkan kesembarang arah.
Abel yang melihat itu sungguh tak dapat menahan rasa terkejutnya lagi, kakinya sangat lemas hingga ia jatuh terduduk dilantai. Air matanya menetes, ia sudah tahu apa yang akan Anggara lakukan kepadanya saat ini. Hatinya berdenyut sakit tak karuan, ingin kabur namun sudah terlambat. Abel hanya menundukkan kepalanya dalam dan meremas kakinya.
Anggara yang melihat wajah syok Abel justru menampilkan senyum smirknya yang mengerikan, wajah seperti ini adalah wajah yang sangat ingin ia perhatikan, wajah orang yang kesakitan, wajah orang yang tersiksa dan pasrah dengan keadaan.
Langkah kakinya sangat pelan namun pasti, beberapa saat saja Anggara sudah berada didepan Abel, tangannya mencengkram dagu Abel dan mendongakkannya. Lagi-lagi ia tersenyum bagaikan orang yang gila.
“Kau harus memenuhi nafsu ku malam ini” bisiknya.
Tangan Abel pun ia tarik dan ia hempaskan tubuh itu pada ranjang besar berukuran King Size miliknya. Baju yang membungkus tubuh Abel langsung ia tarik dan ia buang kesembarang arah. Sehingga menampilkan tubuh Abel yang masih berwarna sedikit kemerahan karena melepuh.
Namun hal itu tak mengurungkan niat Anggara, ia tetap saja mencium bibir Abel dengan sangat rakus, tangannya pun tak tinggal diam dan meremas dada Abel yang memang besar dan menonjol. Abel hanya bisa menangis meratapi nasibnya yang sama sekali tak bisa melawan.
Puas dengan aksi nya, dengan segera ia memasukkan miliknya pada milik Abel, sempit! Itulah yang ia rasakan. Karena ini baru yang kedua kalinya ia melakukan dengan Abel. Oleh karena itulah masih terasa sangat sempit.
Sudah satu jam berlalu, namun Anggara masih saja tak melepaskan Abel, ia masih menikmati surga dunia yang membuatnya mabuk kepalang. Bahkan dengan berbagai cara sudah ia lakukan, tapi entah kenapa ia masih saja belum merasakan puas.
Tangisan Abel semakin deras seiring berjalannya waktu, ia merasa sangat jijik saat ini pada tubuhnya sendiri. Namun Anggara sama sekali tidak memperdulikannya dan tetap pada kegiatannya saja.