Sequel
" Semerbak wangi Azalea."
" Cinta Zara."
" Sah."
Satu kata, tapi kata itu bisa berakhir membuatmu bahagia atau sebaliknya.
Zayn Ashraf Damazal akhirnya mengucap janji suci di depan Allah. Tapi mampukah Zayn memenuhi janji itu ketika sebenarnya wanita yang sudah resmi menjadi istrinya bukanlah wanita yang dia cintai?
Cinta memang tidak datang secara instan, butuh waktu dan effort yang sangat besar. Tapi percayalah, takdir Allah akan membawamu mencintai PilihanNya. Pilihan hati yang akan membawa mu menuju surga Allah bersama sama
" Kamu harus tahu bahwa kamu tidak akan pernah mendapatkan apa yang tidak di takdirkan untukmu." _Ali bin Abi Thalib.
" Perempuan perempuan yang baik untuk laki laki yang baik, laki-laki yang baik untuk perempuan perempuan yang baik pula." _ QS.An - Nur 26
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6 : Mencoba bersikap biasa saja
Umi Aza menatap punggung Aretha yang berjalan mengikuti Zayn dengan tatapan sendu.
" Apa yang akan terjadi dengan mereka umi?" Tanya Zara. Tatapannya pun sama seperti umi saat menatap Aretha.
Zara sudah mengetahui permasalahan yang terjadi setelah mendapatkan informasi dari umi Aza semalam.
" Kita liat saja, sampai kapan Zayn akan bertahan dengan ego nya." Ucap umi Aza.
" Tapi, umi tau sendirikan, sikap mas Zayn seperti apa?"
" Tentu saja, dia anak umi. Apa yang tidak umi ketahui tentang Zayn?"
" Mas Zayn itu seperti bongkahan batu besar yang sangat sulit di pecahkan umi." Kata Zara sembari menghela nafas.
" Dengan Aretha, umi yakin, dia bisa berubah menjadi pasir halus yang menguatkan rumah tangga mereka."
Umi melirik Zara." Kamu tidak lupa dengan kisah umi dan Abi kan?"
Zara mengangguk.
" Ini serupa tapi tidak sama. Semoga saja mereka bisa bertahan. Jujur umi merasa sangat bersalah pada Aretha, umi berharap, Aretha mampu menghadapi sikap Zayn yang terkadang di luar prediksi."
*
*
Aretha mengekor di belakang Zayn hingga pria tampan itu berhenti dan membuka salah satu pintu di lantai dua rumah mewah Brawijaya.
Zayn masuk, tapi tidak dengan Aretha. Meski berstatus suami, Aretha nampak ragu menginjakkan kakinya ke dalam kamar bernuansa industrial dengan warna abu dan hitam yang lebih dominan.
Zayn menjatuhkan tubuhnya di sofa tunggal, melepas kancing kemeja yang dia kenakan satu persatu. Dia tidak sadar jika Aretha mengikutinya dari tadi.
Tok tok..
Aretha mengetuk pintu, Zayn menoleh.
" Boleh saya masuk?" Ijinnya pada pemilik kamar.
Zayn kembali mengancing kemejanya. Namun dia mulai kesulitan karena tangan kanannya sedang terluka dan terbungkus perban.
" Tunggu, aku ganti baju dulu." Zayn melangkah ke kamar mandi setelah menarik salah satu bajunya dari dalam lemari.
Di minta menunggu, Aretha benar benar berdiri di depan kamar Zayn. Tidak satu langkah pun kakinya ia jejakkan di lantai marmer kamar Zayn.
Zayn muncul dengan tampilan segar dengan t-shirt berwarna hitam.
" Masuk."
Aretha melangkah pelan. Dia pindai seluruh kamar tidur yang sangat luas itu.
Setelah menyuruh Aretha masuk, Zayn justru sibuk dengan telpon genggamnya, seakan tidak memperdulikan keberadaan Aretha.
Aretha jadi salah tingkah dan bingung dengan sikap diam Zayn. Apakah akan seperti ini setiap hari? Aretha sudah bisa meraba situasi yang akan dia hadapi ke depannya.
" Ada yang ingin saya katakan dok." Akhirnya Aretha membuka keheningan yang tercipta cukup lama.
Zayn mengangkat kepalanya." Apa."
Aretha meremas baju gamisnya. Aura seorang konsulen lebih mendominasi ketimbang seorang suami yang sedang berbicara pada istrinya.
" Sehari sebelum datang ke sini, saya di terima untuk mengikuti PPDS anastesi. Tapi sampai hari ini saya belum mendaftar ulang. Batas pendaftarannya sampai besok."
Zayn menyimak setiap kata yang di ucapkan Aretha. Namun Zayn tidak memfokuskan netranya melihat ke arah lawan bicaranya. Zain lebih banyak membuang muka.
Aretha berhenti sejenak, lalu melanjutkan kembali." Bolehkah saya melanjutkan nya dok?" Ucapnya penuh permohonan.
Zayn akhirnya menatap Aretha. " Apa urusannya dengan ku?" Ketusnya lalu beranjak dari tempat duduknya.
Aretha membeku.
Zayn melangkah keluar kamar melewati Aretha begitu saja.
Aretha menutup kedua matanya, dengan keberanian penuh, dia menaikkan intonasi suaranya. " Karena dokter sekarang adalah suami saya ! " Takut sudah pasti, kedua tangannya harus mengepal kuat untuk mengurangi rasa takutnya itu.
Zayn berhenti. Terlihat jelas urat tangannya menonjol keluar saat menggenggam dengan keras telpon genggamnya.
Akhirnya ia menoleh. " Apa katamu ! "
Aretha tidak lagi berani menjawab, itu karena ekspresi Zayn sudah tidak bersahabat.
Aretha menunduk.
" Lakukan saja apa yang menurut mu baik, tidak usah meminta ijin padaku!!"
Jleb...
Perasaan Aretha di hancurkan seketika oleh Zayn. Kalimat menusuk yang langsung menembus dada semakin membuat hati lembutnya tersayat.
Netranya kembali berkabut.
Inilah yang akan menjadi santapannya setiap hari. Bayangkan, berapa banyak luka yang akan dia dapatkan setiap jam nya?
Aretha terduduk di pinggiran tempat tidur. Air matanya mengalir.
Dia kembali merenungi nasibnya, andai waktu bisa di putar kembali, mungkin akan lain ceritanya jika dia menolak di nikahkan dengan Zayn. Lagian, Aretha hanya pengganti. Bukan calon yang sesungguhnya.
Aretha mengusap air mata di kedua pipinya dengan kasar. Aretha kembali mengangkat kepalanya.
" Aku seperti bukan diriku sendiri. Ta,,ingat kamu bukanlah wanita lemah. Jangan cengeng dan terbawa perasaan. Cukupkan saja sampai di sini. Jika kamu terus menggunakan hatimu yang begitu mencintainya, kamu pasti akan terluka jauh lebih dalam dan akan semakin parah. Lepaskan rasa itu. Jalani sesuai dengan keinginannya, bukan keinginanmu." Batinnya, Aretha mencoba membangun tembok raksasa agar otaknya tidak rusak dan hatinya tidak terluka.
" Baiklah.....mari kita mulai."
Aretha memasang senyum cerah secerah mentari pagi. Dia melangkah keluar dari kamar Zayn. Menjelajah rumah mewah yang besarnya hampir sama dengan rumahnya.
Malam tiba, makan malam baru saja selesai.
Seperti kebiasaan setelah makan, keluarga Brawijaya akan berkumpul di ruang keluarga sembari bercengkrama.
Zayn duduk di pojokan, ada Safa yang menjadi teman bicaranya. Sementara Aretha mengambil tempat yang cukup jauh dari Zayn, memilih duduk dengan Marwah sembari membahas apa saja yang bisa memacu adrenalin.
" Tangan mu kenapa?" Tanya Ezar yang berdiri di samping Zayn.
" Tidak apa apa." Jawab nya cuek.
" Tangan mu itu bernilai milyaran rupiah, jadi jangan membuatnya menderita karena keegoisan pemiliknya." Ucapnya dengan kalimat bombastis penuh sindiran.
Zayn mendelik.
Ezar pergi setelah memastikan Zayn tersinggung dengan ucapannya barusan.
Malam ini, Zayn memutuskan menginap di rumah kedua orangtuanya sebelum besok angkat kaki dan tinggal di rumah lama umi Aza dan Abi Adam di Magnolia.
Zayn lebih dulu ke kamar berbeda dengan Aretha yang masih betah bermain dengan si kembar Safa dan Marwah. Dia menggunakan kesempatan itu untuk banyak bermain dengan keduanya, karena jika sudah kembali beraktifitas dan di kembar sudah pulang ke rumah nya, Aretha pasti akan sulit menemukan waktu untuk bisa bertemu dengan anak anak Zara yang lucu dan menggemaskan itu.
Safa dan Marwah sangat menyukai Aretha, mereka tidak kehabisan bahan permainan ataupun bahan obrolan. Lelah bermain, mereka kembali asik berbincang bak teman sebaya. Aretha menguasai ilmu parenting jadi sangat mudah baginya menaklukkan kedua bocah cantik itu.
Mereka mengakhiri sesi bermain setelah mendapatkan panggilan dari Zara untuk segera tidur. Jam di dinding juga sudah menunjuk di angka sepuluh, itu berarti malam memang semakin larut.
Aretha berdiri di depan pintu kamar Zayn. Di tangannya terdapat tas berwarna merah berisi obat obatan yang di minta nya pada Zara beberapa saat lalu.
Perlahan Aretha membuka pintu. Lampu masih menyala terang, sementara sang pemilik sudah tertidur pulas.
Aretha menghampiri Zayn. Dia mengatur posisi dan duduk di atas karpet sambil membuka tas bawaannya.
Tangan Zayn yang terluka perlahan dia obati. Sangat pelan, dia takut gerakan nya akan membuat Zayn terbangun.
Lima belas menit, selesai.
Aretha menghela nafas panjang lalu merapikan semua bahan dan obat yang dia gunakan untuk mengganti perban di tangan Zayn.
" Lain kali, jangan melukai dirimu lagi." Batin Aretha.
Ia bangkit dan mematikan lampu kamar, menyisakan cahaya redup yang berasal dari jendela luar.
Di raihnya bantal di samping kepala Zayn dan membaringkan tubuh lelahnya di sofa panjang yang menghadap ke jendela.
...****************...
🤭😍🤩
mudah sekali aslinya zaynnn
tinggalkan gengsi mu
punya kesempatan tium2
nanti jama'ah lagi za mas
5 waktunya setiap hari
lumayan, vitamin 5 kali 😃
halal iniii
😃🤣🤣🤣🤣🤣😂😂😂😂
" hallo pindah kan barang² nyonya Aretha di kamar utama sekarang "
nahh jadi tiap malam bisa bubu bareng teruss 🤣🤣
kamu tu dah jatuh cinta sama areta