NovelToon NovelToon
Petualangan Sang Pendekar Di Dua Negeri

Petualangan Sang Pendekar Di Dua Negeri

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi Timur / Perperangan
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ikri Sa'ati

Cerita ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang pendekar sakti. Bermula dengan tidak diakui sebagai anak oleh ayahandanya, sedangkan dia belum mengetahui.

Tahunya dia ayahandanya yang sebagai seorang raja telah mati terbunuh saat perang melawan pemberontak yang dipimpin oleh seorang sakti berhati kejam, yang pada akhirnya kerajaan ayahandanya berhasil direbut.

Hingga suatu ketika dia harus terpisah juga dengan ibunda tercintanya karena suatu keadaan yang mengharuskan demikian pada waktu yang cukup lama.

Di lain keadaan kekasih tercintanya, bahkan sudah dijadikan istri, telah mengkhianatinya dan meninggalkan cintanya begitu saja.

Namun meski mendapat berbagai musibah yang begitu menyakitkan, sang pendekar tetap tegar menjalani hidupnya.

Di pundaknya terbebani tanggung jawab besar, yaitu memberantas angkara murka di dua negeri; di Negeri Mega Pancaraya (dunia kuno) dan di Mega Buanaraya (dunia modern) yang diciptakan oleh manusia-manusia durjana berhati iblis....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 32 PERTARUNGAN DI KEDIAMAN PAK HENDRA Part. 3

"Akh...!!!"

Tubuh Pandan Arum terlontar ke belakang dengan deras sambil menjerit tertahan. Sedangkan sang pemimpin pasukan sepertinya ingin segera menghabisi nyawa gadis itu.

Begitu kaki kirinya sudah berpijak di tanah yang tadi dipakai menendang dada Pandan Arum, sang pemimpin pasukan segera menyusulkan serangan berikut yang lebih ganas lagi.

Seketika telapak tangan kanannya yang terbuka lebar didorong dengan kuat ke arah tubuh Pandan Arum yang masih melayang di udara. Maka dari telapak tangan kanannya itu keluar sinar bulat berwarna merah sebesar kepala orang dewasa.

Kemudian sinar merah bulat itu melesat dengan amat cepat dengan menghantar hawa panas yang menghanguskan. Begitu cepatnya sinar ganas itu melesat, jelas tidak ada kesempatan lagi bagi Pandan Arum untuk menghindari.

Apalagi saat ini tubuh rampingnya masih terlempar di udara dan susah untuk dikendalikan. Jadi, tentu saja dia tidak bisa melakukan apa-apa dengan cepat selain hanya menerima serangan mematikan itu.

Akan tetapi kurang dari satu meter lagi sinar merah bulat itu menghanguskan sekaligus menghancurkan tubuh Pandan Arum, tiba-tiba sekelebat bayangan merah langsung menyambar tubuhnya dengan amat cepat.

Saking cepatnya bayangan merah itu menyambar tubuh Pandan Arum, membuat serangan ganas jarak jauh sang pemimpin pasukan cuma menyambar angin.

Karena sasaran utama telah hilang dari jalur lintasannya, maka sinar panas nan ganas itu terus meluncur dengan cepat ke belakang.

Lalu tak lama kemudian, sinar merah bulat itu menghantam pagar tembok hingga hancur berantakan, menimbulkan suara ledakan yang cukup keras.

Tampak rongga cukup besar terbentuk di bekas tembok yang hancur itu.

Betapa geramnya sang pemimpin pasukan melihat serangannya hanya menghantam pagar tembok. Dan kegeramannya semakin menjadi ketika menyadari kalau ada orang lain yang ikut campur dalam urusannya.

Dia tadi sempat melihat sekelebat bayangan merah menyambar lawan tubuh Pandan Arum. Maka segera dilayangkan pandangannya ke satu arah, di mana sosok bayangan merah tadi berada.

Ternyata di situ sudah berdiri seorang pemuda tampan berpakaian panjang model jubah warna merah gelap.

Rambutnya lurus panjang sebatas atas pinggang berwarna hitam kemerahan. Rambutnya itu diikat rapi di belakang tengkuknya.

Di kepalanya melingkar ikat kepala dari logam berukir warna merah metalik. Di depan ikat kepala itu terdapat ukiran dua naga yang saling berhadapan.

Sedangkan sekelompok kecil rambut depannya menjuntai di samping kiri depan wajah tampannya.

Pedangnya ada dua. Satu tersampir di punggungnya dan bermata ganda. Sedangkan yang satu bermata tunggal tersemat di sabuknya yang terbuat dari kain tebal warna merah.

Perlahan pemuda tampan berjubah merah itu menurunkan Pandan Arum dari bopongannya.

Sementara Pandan Arum antara sadar dan tidak terus menatap pemuda tampan penyelamatnya itu. Tapi saat kedua kakinya sudah berpijak di tanah berumput, seketika dia tersadar terus menjauh dengan perasaan terkejut.

Masalahnya, pemuda penyelamatnya itu berpakaian warna merah. Meski tidak semodel dengan pakaian Pasukan Siluman Topeng Merah, tetapi setidaknya dia harus waspada terhadap orang yang berpakaian serba merah.

★☆★☆

Namun baru dua langkah kakinya mundur, dia sudah meringis kesakitan sambil memegang dadanya yang sesak. Membuatnya tidak leluasa bergerak, apalagi bertindak.

"Tenang, Nona!" kata si pemuda bernada kalem dan ramah, seperti tahu apa yang dikhawatirkan Pandan Arum. "Saya bukan Pasukan Siluman Topeng Merah, jangan salah paham!"

Pandan Arum tidak lantas menanggapi ucapan pemuda tampan berjubah merah yang sama sekali belum pernah dilihat apalagi dikenal itu.

Dia masih bersikap waspada terhadap pemuda tersebut dan menjaga jarak. Meski tak bisa dia pungkiri ada desiran halus dalam palung hatinya dia rasakan saat pertama kali menatap wajah pemuda tampan itu.

"Siapa kamu?" tanya Pandan Arum langsung dengan suara sedikit lemah karena menahan sakit di dadanya. Juga berusaha menepis perasaan aneh di hatinya.

"Sebaiknya Anda mengobati dulu luka dalam Anda, Nona!" kata pemuda itu seolah tidak menggubris pertanyaan Pandan Arum, tapi seolah memberi tahu kalau gadis itu terluka. "Biar musuh Anda saya yang akan membereskannya."

Lalu, tanpa menunggu tanggapan dari Pandan Arum, tanpa menghiraukan tatapan heran gadis sekaligus penuh waspada dari gadis cantik itu, pemuda berjubah merah melangkah mendekati sang pemimpin pasukan yang masih menyalangkan mata seramnya ke arah pemuda tersebut.

Sedangkan Pandan Arum masih menatap pemuda tampan itu. Namun saat merasakan lagi dadanya sakit dan napasnya sesak, dia langsung duduk bersemedi di situ mengobati luka dalamnya.

"Siapa kau, Keparat?" bentak sang pemimpin dengan penuh amarah begitu si pemuda berjubah merah telah berhenti 6 langkah di depannya. Suaranya terdengar menyeramkan. "Kenapa mencampuri urusanku? Mau cari mati hah?!"

"Tidak usah berteriak-teriak begitu, Kadhawa," kata si pemuda bernada santai dan tenang. "Apa kamu tidak lihat anak buahmu yang sudah binasa satu persatu? Bukankah kamu yang cari mati di sini?"

Sang pemimpin pasukan tentu saja terkejut bukan main orang mengetahui namanya. Sedangkan dia seperti baru saja bertemu dan melihat pemuda berjubah merah itu.

Maka tentu dia tidak tahu siapa pemuda itu bukan?

Namun begitu dia memperhatikan secara seksama penampilan pemuda tampan itu dan menatapnya lekat-lekat, seketika dia teringat akan salah seorang pendekar Klan Naga Hitam dari Lembah Naga yang menjadi momok bagi mereka.

Tapi sepertinya sang pemimpin pasukan yang ternyata bernama Kadhawa masih belum yakin dengan dugaannya.

Masalahnya, di sini adalah Negeri Mega Buanaraya, bukan Negeri Mega Pancaraya, tempat di mana Klan Naga Hitam bermarkas. Mana mungkin orang-orang Lembah Naga bisa masuk ke negeri ini?

"Kau tidak perlu kaget aku mengetahui siapa dirimu, Kadhawa," kata pemuda berjubah merah yang sebenarnya bernama Sanchaka berjuluk Ksatria Naga Merah bernada tenang.

"Karena orang-orang yang berkhianat terhadap Gusti Pangeran sepertimu," lanjut Sanchaka, "sudah kami catat dalam daftar kematian."

Kadhawa terkejut heran mendengar ucapan Ksatria Naga Merah yang menganggapnya pengkhianat yang telah berkhianat terhadap Gusti Pangeran.

Pangeran?! Pangeran siapa? Benaknya semakin keras memikirkan tentang siapa sebenarnya pemuda berjubah merah itu.

"Tidak usah kau terlalu memikirkan siapa aku, Kadhawa," kata pemuda tampan yang sebenarnya berjuluk Ksatria Naga Merah masih tenang. "Karena hal itu tidak penting."

"Kau pikirkan saja pasukanmu yang tinggal sedikit itu," lanjut Ksatria Naga Merah seakan mengingatkan.

Kembali Kadhawa tersentak kaget. Lalu buru-buru dia menengok dan melirik sedikit keadaan Pasukan Siluman Topeng Merah, pasukannya.

Apa yang dikatakan Ksatria Naga Merah ternyata benar. Satu demi satu anak buahnya telah tumbang. Dan sekarang tinggal sedikit. Sedangkan lima rekannya sepertinya tidak bisa lagi bertahan lama karena saat ini mereka mulai terdesak.

"Sekarang...."

★☆★☆

Kadhawa kembali beralih menoleh pada Ksatria Naga Merah dengan cepat saat mendengar pemuda tampan itu kembali berbicara.

"...kamu tinggal memilih, bunuh dirimu sendiri atau biarkan aku membunuhmu tanpa perlawanan? Bagaimana?"

"Kau pikir dirimu siapa berani menggertakku hah?!" bentak Kadhawa makin dibuat geram penuh emosi, demi menutupi rasa gentarnya yang mulai hinggap.

"Baiklah, aku akan memberi tahu siapa aku," kata Ksatria Naga Merah masih santai saja, seolah bentakan menyeramkan Kadhawa dianggap hembusan angin. "Siapa tahu bisa menjadi bahan pertimbanganmu untuk melaksanakan usulanku tadi...."

"Dengarkan! Aku adalah Ksatria Naga Merah dari Lembah Naga...."

Kadhawa tidak bisa menahan keterkejutannya mendengar nama atau julukan pemuda tampan itu. Meski dia sudah menduga sebelumnya, tapi tak urung dia masih terkejut pula. Sampai-sampai dia terlonjak ke belakang satu langkah.

Dia memang belum pernah melihat Ksatria Naga Merah. Tapi namanya sudah terkenal di kalangan para ksatria Prabu Gandara.

Sepak terjangnya dalam membasmi pasukan Prabu Gandara di Negeri Mega Pancaraya menjadi momok menakutkan bagi mereka, sebagaimana yang sudah dia duga tadi.

Orang-orang semisal Kadhawa di jajaran pasukan Prabu Gandara cukup tahu siapa itu Ksatria Naga Merah, salah seorang yang paling ditakuti dari Klan Naga Hitam di Negeri Mega Pancaraya.

"Bagaimana, Kadhawa? Kau sudah pertimbangkan usulanku tadi?" tanya Ksatria Naga Merah yang jelas membuyarkan lamunan sang pemimpin.

"Huh! Kau pikir aku takut dengan orang-orang Klan Naga Hitam sepertimu!" dengus Kadhawa berusaha tetap garang agar menutupi kegentarannya.

"Kalau begitu, tunggu apa lagi? Kenapa masih diam di situ?"

Kadhawa sudah tidak bisa lagi menahan emosinya, sudah tidak memandang lagi siapa yang dia hadapi sekarang, sudah tidak menghiraukan lagi kalau sama saja berjubah bunuh diri jika melawan Ksatria Naga Merah.

Setelah membentak dengan garang, melontarkan makian dengan keras dan kasar, Kadhawa seketika melesat ke depan. Begitu cepat lesatan tubuhnya, sehingga tahu-tahu pedang berhawa ganasnya sudah berada di atas kepala Ksatria Naga Merah. Namun....

Traaangngng...!

Niatnya hendak membelah kepala Sanchaka. Tapi ternyata pedangnya malah berbenturan dengan pedang bermata tunggal milik Ksatria Naga Merah.

Sehingga akibat dari benturan kedua logam berupa pedang itu, menimbulkan suara dentingan yang cukup keras.

Kapan Ksatria Naga Merah mencabut pedangnya?

Akibat dari benturan logam yang amat kuat dan keras itu, pedang Kadhawa langsung bergetar hebat. Sedangkan tangannya langsung kaku kesemutan yang membuatnya meringis tertahan.

Namun belum sempat dia menetralkan keadaannya, kaki kiri Ksatria Naga Merah sudah bergerak naik dengan amat cepat, menohok lambung Kadhawa dengan telak tanpa sempat ditangkis.

Dughk!

"Akh...!"

Kadhawa langsung terlempar ke belakang tanpa tanggung-tanggung dengan deras sambil menjerit tertahan.

Namun begitu tubuhnya hampir jatuh ke bawah, dengan cepat diliukkan tubuhnya, terus mendarat di atas lantai paving dengan kedua kakinya, meski tetap limbung juga.

Namun tak lama, setelah menetralisir keadaannya meski belum sepenuhnya, sang pemimpin kembali menyerang Ksatria Naga Merah dengan ganas.

Dia mengerahkan seluruh kemampuannya menghadapi Sanchaka, dengan harapan dapat mengimbangi kehebatannya.

Namun Kadhawa cuma bisa bermimpi 'kan? Karena kehebatannya amat jelas masih kalah jauh dengan Ksatria Naga Merah.

Sedangkan Ksatria Naga Merah, menghadapi Kadhawa hanya dengan santai saja. Seperti tidak serius menghadapi pemuda itu. Kalau Ksatria Naga Merah mau, dengan mudah dia menghabisi sang pemimpin.

★☆★☆★

1
juju Banar
lanjut
Adhie: lanjuuut...
total 1 replies
anggita
chapternya sdh banyak tpi yg mampir baca masih sdikit. klo mau promo novel bisa ke tempat kami. bebas👌
Adhie: makasih kaka...
total 1 replies
anggita
oke thor, terus berkarya tulis, semoga novel ini lancar jaya.
Adhie: terima kasih dukunggannya...
total 1 replies
anggita
wow... naga merah, kuning.
Adhie: hehehe...
total 1 replies
anggita
like👍 dukungan utk fantasi timur lokal.
anggita
gang.. red blue girl 8🙄
anggita
hadiah tonton iklan☝
anggita
tiap chapter cukup panjang 👌
Adhie: itu gaya saya dalam menulis novel kaka... biar agak puas bacanya dalam satu chapter
total 1 replies
anggita
pangeran pandu wiranata..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!