NovelToon NovelToon
Hijrah Raya Dan Gus Bilal

Hijrah Raya Dan Gus Bilal

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Bad Boy
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: sha whimsy

" Kamu adalah alasan kenapa aku mengubah diriku, Gus. Dan sekarang, kamu malah mau meninggalkan aku sendirian?" ujar Raya, matanya penuh dengan rasa kecewa dan emosi yang sulit disembunyikan.

Gus Bilal menatapnya dengan lembut, tapi tegas. "Raya, hijrah itu bukan soal aku atau orang lain," ucapnya dengan suara dalam. "Jangan hijrah karena ciptaan-Nya, tetapi hijrahlah karena Pencipta-Nya."

Raya terdiam, tetapi air matanya mulai mengalir. "Tapi kamu yang memotivasi aku, Gus. Tanpa kamu..."

"Ingatlah, Raya," Bilal memotong ucapannya dengan lembut, "Jika hijrahmu hanya karena ciptaan-Nya, suatu saat kau akan goyah. Ketika alasan itu lenyap, kau pun bisa kehilangan arah."

Raya mengusap air matanya, berusaha memahami. "Jadi, aku harus kuat... walau tanpa kamu?"

Gus Bilal tersenyum tipis. "Hijrah itu perjalanan pribadi, Raya. Aku hanya perantara. Tapi tujuanmu harus lebih besar dari sekadar manusia. Tujuanmu harus selalu kembali kepada-Nya."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sha whimsy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hati Tak bisa Dipaksakan

...Nyatanya, tak ada hati yang bisa terbagi untuk dua—pada akhirnya, memilih satu berarti melepaskan yang lain, atau kehilangan keduanya tanpa pernah benar-benar memiliki....

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Seorang pria sebaya dengan stelan kemeja berwarna navy berdiri pinggir kolam menatap langit malam yang terang.

" Gus.. " Panggil Naila dengan suara pelan. Tapi yang dipanggil tidak menoleh.

" Gus aku mau bilang sesuatu.. Boleh? " Tanya nya dengan perasaan campur aduk.

"Ya bilang aja, " Jawab orang yang dipanggil gus itu. Ya dia adalah Bilal.

Naila memilin ujung jilbab nya, ada rasa sedih Bilal sama sekali tak menoleh kepada nya. Tapi segera ia singkirkan pikiran negatif itu. Gus Bilal memang orang yang selalu menjaga pandangan, mungkin ini juga cara dia menghormati wanita yang bukan muhrim nya.

"Kamu mau bilang apa? " Tanya Bilal. "Bukan kah kamu tau tidak baik dua orang yang bukan muhrim berduaan seperti ini, " Lanjut nya.

"Aku.." Naila sangat gugup entah bagaimana dia mengungkapkan perasaan yang terpendam itu. Naila menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberanian. "Aku ingin bilang bahwa aku..." suaranya bergetar, "aku suka kamu, Gus."

Bilal terdiam sejenak, menatap permukaan kolam yang tenang. Ia bisa merasakan detak jantungnya yang semakin cepat. Tapi tak menjawab sepatah kata pun.

" Aku hanya mau menyampaikan perasaan ku Gus, maaf gus kalo saya lancang, " Lanjut Naila.

"Tidak, " Kata Bilal menoleh membalikkan badan nya. " Kalau itu bisa membuat kamu lega, sampaikan lah.. " Lanjut nya dengan suara lembut.

Naila merasa lebih baik mendengarnya. Tapi tidak dengan Bilal, dia hanya tidak mau menyakiti hati wanita didepan nya. Karena hati tidak bisa disalahkan.

"Kako gitu saya masuk dulu, " Kata Bilal sebelum meninggalkan Naila dan masuk ke dalam rumah.

Aku harap kamu akan membalas perasaan ini gus... Lirih Naila menatap punggung Bilal yang sudah menghilang.

Sementara Bilal masuk kedalam kamarnya, ia duduk di pinggir tempat tidur. Sekilas bayangan wajah Raya terlintas. " Ya Allah apakah ini adalah perasaan atau hanya sekadar penasaran..? "

Setelah keluarga pak Haris berpamitan pulang, Bilal kembali ke kolam renang yang ada di halaman belakang rumah. Bilal duduk termenung di tepi kolam, pikirannya berputar tanpa henti. Meski baru saja berusaha meyakinkan Naila untuk menjaga jarak, hatinya terasa gundah. Dia tak bisa membohongi diri sendiri bahwa perasaannya lebih rumit dari yang dia bayangkan.

Di satu sisi, Bilal peduli pada Naila. Dia tak ingin menyakiti gadis yang telah begitu tulus mengungkapkan perasaannya. Tetapi, di sisi lain, ada Raya. Setiap kali Bilal bertemu Raya, ada sesuatu yang berbeda. Senyumannya, cara bicaranya, semua tentang Raya selalu meninggalkan kesan mendalam dan membuat Bilal terus memikirkannya.

Raya adalah sosok yang penuh teka-teki. Bilal merasa tertarik dengan kepribadiannya yang kuat, caranya membawa diri, dan kecerdasannya yang tak biasa. Ada saat-saat ketika mereka berbicara, Bilal merasa seolah waktu berhenti, dan hanya ada mereka berdua. Perasaan itu membuatnya bingung—apa yang sebenarnya dia rasakan?

Pikirannya kembali ke pertemuan terakhir mereka. Waktu itu, Raya hanya tersenyum tipis dan berkata, "Kamu selalu ingin tahu lebih banyak tentang orang lain, ya? Tapi kamu tidak pernah benar-benar tahu apa yang mereka sembunyikan."

Kata-kata itu terus terngiang di benak Bilal. Apakah Raya sedang menyindirnya? Atau mungkin, dia sebenarnya ingin membuka diri lebih banyak kepada Bilal? Setiap gerakan Raya terasa seperti teka-teki yang menantang untuk dipecahkan, dan semakin lama, Bilal merasa semakin terjerat dalam pesona itu.

Namun, ada Naila. Gadis yang selalu jujur dan tulus terhadapnya, yang selalu ada di sisinya, meski Bilal berusaha menjaga jarak. Naila yang begitu baik dan sabar, yang tidak pernah menuntut lebih dari apa yang Bilal bisa berikan. Bilal merasa bersalah setiap kali pikirannya melayang kepada Raya, karena di saat yang sama, dia tahu Naila menaruh harapan padanya.

Bilal menghela napas panjang. Dia merasa terjebak dalam dilema besar. Satu sisi hatinya merasa nyaman dan aman dengan Naila, namun sisi lainnya dipenuhi dengan rasa penasaran dan ketertarikan yang kuat terhadap Raya. Setiap kali dia berusaha menyingkirkan bayangan Raya dari pikirannya, semua justru semakin membebani hatinya.

"Apa yang harus aku lakukan?" gumam Bilal pelan, matanya menatap ke dalam air kolam yang tenang, seolah berharap ada jawaban di sana.

Di rumah yang tenang, Raya duduk di sudut ruang tamu sambil merajut boneka kecil dari benang biru. Jemarinya dengan cekatan memutar benang, menciptakan pola-pola indah yang sudah begitu akrab baginya. Merajut adalah kegiatan yang selalu membuatnya merasa tenang, tetapi kali ini pikirannya terus melayang ke sosok Bilal.

Raya berhenti sejenak, menghela napas panjang. Bilal, laki-laki pertama yang benar-benar berhasil menarik perhatiannya. Dari pertama kali mereka bertemu, ada sesuatu tentang Bilal yang berbeda dari yang lain. Cara dia membawa diri, sikapnya yang tenang, dan pandangan matanya yang selalu penuh makna, membuat Raya tak bisa berhenti memikirkan tentangnya.

Sambil merajut, Raya bersenandung pelan, mencoba mengalihkan perasaannya. Namun, semakin dia berusaha untuk tidak memikirkannya, semakin kuat keinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang Bilal. Apa yang sebenarnya dia sukai? Apa yang membuatnya tersenyum? Hal-hal kecil seperti makanan favorit atau kebiasaan-kebiasaan uniknya. Semua itu kini menjadi teka-teki yang ingin dia pecahkan.

"Aku ingin tahu lebih banyak tentangnya," gumam Raya sambil melanjutkan rajutannya. Pikirannya terus berputar, mencari cara bagaimana dia bisa mendekati Bilal tanpa membuatnya merasa risih. Raya sadar, Bilal bukanlah tipe pria yang mudah terbuka kepada orang lain. Dia selalu menjaga jarak, terutama dengan wanita, mungkin karena keyakinannya yang kuat untuk menghormati batasan.

Tapi ada sesuatu di dalam diri Raya yang membuatnya tidak bisa berhenti memikirkan Bilal. Bukan sekadar rasa kagum atau ketertarikan biasa, tapi lebih kepada keinginan untuk benar-benar mengenal siapa dia, di luar penampilan luarnya yang selalu tenang dan penuh wibawa.

Dengan setiap tarikan benang biru yang melingkar, Raya membayangkan bagaimana caranya bisa mendekati Bilal dengan cara yang tak membuatnya merasa terancam. "Mungkin aku bisa mulai dengan hal-hal yang dia sukai," pikir Raya, senyumnya perlahan muncul di wajahnya. "Aku akan mencari tahu apa yang dia minati, lalu mungkin dari situ aku bisa membuka percakapan lebih banyak dengannya."

Raya terus merajut, kali ini dengan semangat baru. Mungkin dengan sedikit usaha, dia bisa mendekati Bilal dan memahami sosok yang begitu membuatnya penasaran.

Raya menyudahi rajutannya dan meletakkan boneka biru yang hampir selesai di atas meja. Ia berdiri perlahan, berjalan menuju kamarnya. Tubuhnya terasa sedikit lelah, namun pikirannya masih dipenuhi oleh bayangan Bilal. Setibanya di kamar, Raya merebahkan diri di atas ranjang, memeluk guling erat-erat.

"Selamat malam, pangeran bunga..." bisiknya sangat pelan, hampir seperti sebuah rahasia yang hanya dia sendiri yang tahu. Senyum tipis terukir di wajahnya saat membayangkan Bilal sedang tersenyum lembut, seperti yang sering ia impikan. Bayangan itu begitu nyata, seakan Bilal benar-benar hadir di sampingnya.

Raya menutup matanya, membiarkan perasaan hangat menyelimutinya. Meski mereka belum terlalu dekat, hatinya selalu berdebar setiap kali memikirkan Bilal. Ada sesuatu tentangnya yang membuat Raya tak bisa berhenti memikirkannya, seperti magnet yang terus menarik hatinya.

Namun di balik semua itu, Raya juga tahu bahwa mendekati Bilal bukan hal yang mudah. Dia selalu menjaga jarak, dan Raya tak ingin mendobrak batasan itu secara sembarangan. Dia ingin melakukannya dengan hati-hati, dengan cara yang benar.

Sambil perlahan-lahan terlelap, Raya berjanji pada dirinya sendiri bahwa suatu hari nanti dia akan menemukan cara untuk lebih mengenal Bilal. Mungkin bukan sekarang, tapi suatu saat nanti. Dengan pikiran itu, Raya membiarkan dirinya hanyut dalam mimpi, berharap bahwa mungkin di dalam mimpinya, ia dan Bilal bisa lebih dekat.

Malam semakin larut, dan kamar Raya yang sepi hanya diisi oleh napas lembutnya yang semakin teratur. Di bawah cahaya rembulan yang samar, boneka biru hasil rajutannya terlihat tenang di meja, seolah menjadi saksi bisu dari perasaan yang tersimpan dalam hati Raya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!