Warning! Area 21+ yang masih di bawah umur harap tidak membaca novel ini. 🙏😁
Seorang gadis bernama Elisa yang punya segalanya dalam hidup, ia cantik, populer dan kaya raya. Hidupnya begitu sempurna, namun tak banyak yang tahu jika ia mempunyai trauma masa kecil karena penghianatan sang ayah yang menyebabkan ibunya meninggal bunuh diri.
Lima belas tahun berlalu. Sebelum sang ayah meninggal, beliau menulis sebuah surat wasiat yang bertuliskan bahwa seluruh harta kekayaannya akan jatuh ke tangan sang putri tunggalnya. Dengan syarat Elisa harus menikah dan melahirkan keturunan penerus keluarga.
Elisa yang tak percaya dengan adanya cinta sejati mulai mencari cara agar ia mendapatkan warisan tersebut. Dan saat itulah seorang pria sederhana muncul di hadapannya karena meminta Elisa membatalkan penggusuran pemukiman tempat pria itu tinggal.
"Aku akan membatalkan penggusuran itu dengan satu syarat, menikahlah denganku, setelah aku hamil dan melahirkan kamu akan aku bebaskan." Elisa Eduardo.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alya aziz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.23 (Kamu baik-baik saja?)
"Rey minjam mobil dong mau ke depan beli makan," ucap Jack saat suasana bengkel sudah nampak sepi dan perutnya mulai kelaparan di sore hari.
Reynald merogoh kantongnya, untuk mengambil kunci mobil. "Nih jangan lama aku mau jemput Elisa bentar lagi."
"Lagian gaya amat mau beli nasi bungkus doang pake Lamborghini," ujar Melvin yang duduk di samping Reynald.
"Yaelah sekali-kali kan biar kerenan dikit, aku pergi bentar ya," ujar Jack lalu melangkah pergi dengan senang hati.
Setelah kepergian Jack. Reynald kembali menyadarkan tubuhnya seraya memejamkan mata. Seperti biasa tubuhnya selalu terasa lelah, namun ia bersyukur karena bengkel mobil miliknya selalu ramai.
Melvin juga begitu, ia kembali fokus menatap layar ponselnya. Sebagai anak milenial masa kini, media sosial adalah hal yang sudah menjadi kebutuhan wajib di zaman modernisasi.
Saat tengah asik melihat-lihat beranda media sosial miliknya, tiba-tiba saja matanya membulat saat melihat sebuah video yang di upload oleh seseorang di media sosial. "I-ini bukannya kak Elisa."
Mendengar nama itu, sontak Reynald langsung menoleh kearah Melvin. "Elisa kenapa?"
"Kak coba lihat ini deh." Melvin memperlihatkan video yang ada di media sosial miliknya, mereka semakin terkejut saat melihat seorang wanita paruh baya menampar Elisa dalam video itu.
Rasa khwatir yang mulai menyeruak, membuat Reynald memutuskan untuk menghubungi Elisa. Melvin sampai terperangah melihat sang kak yang mondar mandir tidak jelas dengan ponsel yang melekat di telinga.
"Ayo El, angkat." Reynald nampak tidak tenang, ia tahu Elisa bukanlah orang yang ingin di perlakukan seperti itu, kalau pun tidak melawan berarti ada sesuatu yang tidak beres.
"Hallo, El kamu dimana?"
[Maaf Tuan, ini saya Viola. Nona tidak membawa ponselnya saat pergi tadi ... apa Tuan bisa menyusul Nona sekarang? Saya khwatir karena Nona pergi dengan keadaan menangis.]
"A-apa dia menangis, kemana dia pergi?"
[Tadi saya menelpon Ibu saya di Mansion, Ibu saya bilang Nona belum pulang ke sana, tapi kemungkinan Nona pergi ke makam ibunya.]
"Baiklah, aku akan mencarinya sekarang, kirimkan aku lokasi tempat pemakaman"
Reynald mematikan panggilan telepon itu. Panik bercampur bingung kini di rasakan. Ia mondar mandir mencari sesuatu yang sebenarnya ia pinjamkan kepada Jack.
"Vin kamu liat kunci mobil tidak?"
"Lah Kakak lupa ya, tadi kan di pinjam kak Jack."
Reynald mengusap wajahnya dengan kasar, ia benar-benar tidak bisa tenang sampai lupa jika mobil sedang di pakai oleh Jack. "Kalau begitu, aku pinjam motor kamu."
Melvin berlari ke belakang untuk mengambil kunci motornya dan langsung di berikan kepada sang kakak. Reynald bergegas naik keatas motor dan melajukan motor itu dengan kecepatan penuh.
...**...
Langit sore ini nampak gelap. Tanda cahaya jingga dari ufuk barat saat senja menyapa kini tak terlihat. Semesta seolah mengerti jika sebuah hati tengah bersedih. Suara gemuruh petir mulai menggema dan angin kencang mulai menerjang.
Elisa keluar dari mobil yang berhenti di sebuah tempat peristirahatan terakhir. Dengan kaki ringkihnya ia terus melangkah menapaki jalan bebatuan menuju sebuah makam yang sudah terlihat dalam pandangan.
Selalu dan selalu saja ada celah untuk membuat dinding hati yang di tempa kokoh menjadi retak kembali. Dua belas tahun sudah dan rasa itu masih sama, masih saja di anggap rendah dan masih saja di anggap tak berguna.
Tidak ada tempat lain untuk mengaduh segala keluh yang di rasakan saat ini. Hanya di sini, ia bisa berlabu sejenak karena hanya di tempat ini ia bisa menangis tanpa takut ada orang lain yang tahu.
Letak makam Mama dan Papa hampir berdekatan. Namun Elisa tak melirik sedikitpun ke makam sang Papa. Sebagaimana dulu ia di perlakukan, maka begitu lah ia sekarang. Baginya di dunia ini hanya Mama yang ia punya meski sudah di pisahkan oleh takdir.
Elisa duduk bersimpuh dan langsung memeluk Nisan Mama. Ia mulai menangis sejadi-jadinya. Tak ada yang pernah melihatnya seperti ini kecuali Mama. Bertepatan dengan tangis yang pecah Hujan pun mulai menyapa. Namun ia tak bergeming apalagi berniat pergi.
Aku berusaha menjadi sosok yang kuat seperti janji ku pada Mama. Tapi aku kembali mengingkari semua dengan mengeluh di hadapannya. Kemana aku harus pergi dan mencurahkan segalanya, ada kah orang yang bisa mengerti aku seperti Mama, batin Elisa.
Setelah hujan mereda. Elisa mulai bangkit dari duduknya. Ia merasakan tubuhnya kian melemah dan pandangannya mulai tak jelas. Saat ia melangkah keluar dari area pemakaman, samar-samar ia mendengar suara motor mendekat.
Cahaya lampu motor membuat matanya menyipit. Ia berhenti melangkah, saat seorang pemuda turun dari motor dan menghampirinya. Ya, pria itu adalah Reynald, ia melangkah dengan cepat seraya membuka jaket yang ia pakai.
Sesampainya di depan Elisa ia segera memakaikan jaket itu seraya menatap Elisa dengan cemas. "Kamu baik-baik saja?"
Elisa menatap Reynald kemudian terseyum. Di tengah keputusasaan yang ia rasakan saat ini ia bersyukur karena masih ada seseorang yang tulus khwatir padanya. "Akhirnya kamu datang juga."
"Kamu baik-baik saja, apa ada yang terluka?" Reynald memeriksa wajah Elisa dan juga bagian tangannya.
Elisa hanya diam dengan mata berkaca-kaca namun sedetik kemudian pandangannya mulai terasa gelap, ia jatuh pingsan di pelukan Reynald.
Reynald memeluk erat sang istri yang sudah tidak sadarkan diri. Entah kenapa ia begitu emosional, ia kesal dan marah kepada orang yang membuat istrinya menjadi seperti ini.
Bahkan saat semesta tak berpihak, aku akan tetap berdiri di sini sebagai tameng hingga kamu tak lagi mengenal apa itu kesedihan, batin Reynald.
...**...
Pukul tujuh malam di Mansion utama. Elisa sedang di periksa oleh seorang dokter pribadi keluarga Eduardo. Kepala pelayan Nini, Reynald dan Viola nampak setia menemani sementara pelayan lain menunggu di luar.
Setelah selesai memeriksa kondisi Elisa, dokter itu melangkah medekati Reynald. "Tekanan darah Nona Muda sangat rendah, saya sudah meresepkan beberapa vitamin, sebaiknya usahakan Nona tidak banyak pikiran apalagi stres, misalnya Tuan bisa mengajak Nona berlibur atau jalan-jalan."
"Baiklah Dok, terimakasih sebelumnya," ucap Reynald yang merasa lebih lega karena kondisi Elisa tidak seburuk bayangannya.
"Kalau begitu saya permisi," ucap Dokter itu lalu melangkah keluar di ikuti beberapa pelayan yang hendak mengantarkannya sampai ke teras. Tak lama kepala pelayan Nini dan Viola juga pamit keluar.
"Kasihan sekali Nona, sejak kecil dia selalu di perlakukan tidak baik oleh nyonya Eva," ujar Bi Nini kepada Viola.
"Tadinya aku pikir Nona Muda hamil makanya kondisinya lemas," sahut Viola.
"Ah kamu ini, Nona baru menikah beberapa Minggu, dokter juga tadi bilang tekanan darahnya sangat rendah. Kata-kata dokter tadi benar juga sepertinya Nona dan Tuan harus berlibur," ujar Bi Nini.
"Iya juga sih Bu, mereka memang belum bulan madu," ucap Viola.
~
Di tempat lain....
"Pokoknya aku mau Mama minta maaf sama kak El, aku benar-benar tidak menyangka Mama bisa bicara seperti itu dengan Kak El ... videonya tersebar di internet, kita ini keluarga Ma," dengus Tasya kesal.
Eva hanya duduk bersandar di sofa ruang tamu seraya memijat-mijat keningnya yang terasa pusing karena ocehan sang putri. "Kamu malah buat Mama tambah pusing, masuk kamar sana."
"Aku tidak akan bicara sama Mama sebelum Mama minta maaf dengan kak El." Tasya melangkah menghentak-hentakkan kakinya karena kesal. Ia sangat malu karena sikap sang Mama.
Eva hanya bisa memandangi kepergian Tasya tanpa bisa menimpali. Jujur ia selalu saja tidak bisa menahan diri saat berada di depan Elisa. Ia seolah tak terima, anak yang dulu ia injak-injak kini sudah menjelma sebagai pewaris tahta.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang, bagaimana jika dia menarik semua fasilitas ku karena ingin memutuskan hubungan keluarga, sial kenapa jadi begini," gumam Eva.
Bersambung 💓
Jangan lupa like komen vote ya readers 🙏😊😍❤️