Tentang Elora Lentera Adiraja, seorang gadis 16 tahun yang menyukai sahabat masa kecil sekaligus kakak angkatnya, Maharaja Samasta Brajaya.
Sayang, perasaan Elora tidak berbalas. Raja yang dulu menyayanginya berubah total ketika ditinggal mati oleh kedua orang tua.
Raja membenci Elora!
Raja pun tidak repot menyembunyikan ketidak sukaan nya dan lebih sering bersikap dingin pada gadis itu.
Bahkan saking bencinya, di hari Elora mengungkapkan rasa suka, Raja malah menembak orang lain, dan berpacaran dua minggu setelah hari itu.
Tanpa mengatakan alasan nya, Raja terus membangun tembok di antara mereka tanpa tahu jika suatu hari nanti akan kehilangan Elora, seseorang yang ternyata mengidap penyakit langka.
**
'Aku akan membuat mu menderita hingga kau lebih memilih mati dari pada menyukai ku.'
~Maharaja Samasta Brajaya~
'Aku akan menyukai mu hingga saat terakhirku, agar tidak ada penyesalan nantinya.'
~Elora Lentera Adiraja~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon p!!ndaN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32| Brings Trauma
...***...
Ibu Rina baru saja kembali. Beliau berjalan terburu-buru memasuki gedung sekolah, agak cemas. Rapat sudah di mulai sejak sejam lalu sementara diri nya baru kembali.
"Haduh, bisa di bunuh kepala sekolah kalau begini," gerutu Ibu Rina, ketara ketir sembari berjalan cepat.
Dengan tergesa-gesa, wanita berambut sanggul tersebut berjalan menuju lift, namun ketika melewati deretan ruang kelas sepuluh, langkahnya terhenti kala mendengar suara dentuman yang begitu keras.
Alis segaris Ibu Rina, mengerut. Ia bertanya-tanya tentang suara aneh tersebut yang ternyata di ikuti isakan lemah seseorang. Asalnya dari ruang kelas sepuluh, tebak Ibu Rina.
Batin nya menimang sebentar, kemudian memutuskan untuk melimpir, menuju deretan ruang kelas.
Dengan langkah pasti, Ibu Rina akhirnya mendekati asal suara. Seseorang menangis pilu. Saat tau di mana suara tersebut, Ibu Rina mengendap mendekati jendela paling ujung. Dengan agak takut, ia mendekatkan wajahnya dan betapa terkejutnya dia ketika mendapati siswa nya terbaring tak berdaya, sementara seorang pria yang saat ini membelakangi nya, sedang berusaha menyingkap rok gadis tersebut.
"Bajingan! Siapa kau, biadab!!!" pekik Ibu Rina, melihat lewat jendela kelas.
Pria tersebut menoleh, wajahnya sama sekali tidak terlihat panik namun agak terkejut, sangat kentara bahwa tidak mengira seseorang akan datang secepat itu.
"Padahal kita belum tiba di acara pada puncak nya," tutur pria itu, menatap wajah ketakutan Elora.
Lalu dengan santainya, pria asing tersebut menghentikan aksinya. Ia berdiri perlahan, mencubit pipi Elora dengan tatapan menjijikan, kemudian beralih menatap Ibu Rina sejenak. Seringainya benar-benar menakutkan, mebuat Ibu Rina sendiri jadi merinding sebadan-bandan. Pria tersebut seperti orang tak waras yang hendak menunjukkan bahwa ia tidak menyesal dengan aksinya.
Sesaat kemudian pria itu berlari cepat, meninggalkan ruang kelas, sementara Ibu Rina yang sempat terpaku ikut takut pun baru bisa berteriak histeris saat pria tersebut telah di pastikan menjauh dari sana, sambil berlari masuk ibu Rina yang ikutan kalang kabut, menghampiri siswi nya.
"Elora...!" pekik Ibu Rina, khawatir sekaligus panik.
Ia hendak mendekati Elora yang kini tengah memegang dahinya yang berdarah namun Elora malah menjerit ketakutan. Sungguh gadis itu kelihatan kacau balau. Baju seragamnya sudah koyak, dia menjerit histeris, bahkan di saat Ibu Rina mencoba mendekatinya.
"Tolong, jangan sakiti saya!" pekik Elora beringsut mundur, menyeret rubuh ringkih nya, menjaga jarak dari sosok Ibu Rina. Matanya masih awas, sarat akan ketakutan.
"Ini, Ibu Rina, Elora ... Jangan takut."
Ibu Rina yang melihat muridnya di lecehkan nyaris di perkaos, ikut menangis melihat Elora yang terus menatapnya kebingungan dan ketakutan. Tubuh gadis itu bergetar hebat, air matanya tidak berhenti mengalir, tidak lama darah tiba-tiba mengalir dari hidung nya. Sedetik kemudian, Elora pun pingsan tidak sadarkan diri.
°
°
°
Eunike dan Bara berjalan tergesa-gesa menuju rumah sakit Harapan, nyaris berlari. Rumah sakit terdekat dengan sekolah, sekaligus rumah sakit tempat paman Elora, Om Jery, bekerja. Halaman rumah sakit yang tampak tenang membuat naluri keibuan Eunike, semakin tidak karuan.
Tadi saat di hubungi wali kelas Elora, wanita itu di beritahu bahwa Elora pingsan dan di bawa ke rumah sakit, namun, perasaan Eunike sebagai seorang ibu, entah mengapa justru mengatakan bahwa hal besar telah terjadi.
Setiba nya Eunike dan Bara di lobi, tiba di lobi, mereka lantas di arahkan ke ruangan tempat Elora di rawat. Saat hampir tiba di ruangan di maksud, sepasang suami istri tersebut jelas melihat banyak sekali orang di sepanjang koridor menuju kamar putrinya. Orang-orang yang ialah guru-guru sang putri, menatap iba ke arah mereka.
"Apa yang terjadi? Kenapa Elora pingsan?" tanya Eunike pada seseorang yang amat ia kenal, Jery, adiknya.
Om Jery dengan raut marah bercampur cemas menghampiri Eunike, dia memeluk kakak perempuannya tersebut.
"Kami pasti akan mencari pelakunya, akan ada keadilan untuk Elora," desis Om Jery ikut merasakan kepedihan yang menimpa ponakan nya.
Alis Eunike dan Bara mengerut. "Apa maksud mu, Jer?" ucap mereka serempak. Baik Eunike maupun Bara belum bisa mencerna apa yang sebenarnya terjadi.
Jery yang memang lebih dulu di beritahu oleh wali kelas Elora lantas membawa Eunike dan Bara untuk menemui putri mereka. Namun, sebelum itu, Jery dengan berat hati, menjelaskan lebih dulu apa yang sebenar nya terjadi, dan telah menimpa putri kesayangan kakak dan kakak iparnya tersebut.
Kabar naas yang baru saja di sampaikan Jery membuat Eunike menjerit seketika, tanpa bisa di cegah, wanita paruh baya tersebut pingsan tak sadarkan diri, sementara Bara hanya bisa memaki, menahan amarah, membiarkan air matanya berderai, sambil memeluk sang istri, frustasi.
"Syukurlah, Ibu Rina, datang sebelum pria brengsek tersebut berbuat lebih jauh," jelas Om Jery lagi, menenangkan Bara yang juga histeris.
Mereka hancur sehancur Elora yang masih terbaring kaku di ranjang pasien. Wajah putri mereka pucat pasi, tatapan nya kosong seolah tidak ada ada apapun di sana, ia hanya berbaring rapuh, seakan untuk bernafas saja terlalu sulit untuk di lakukan.
Tidak seorang pun tau, apa yang sebenarnya terjadi. Mereka bahkan tidak berani menanyakan hal tersebut pada Elora yang hingga kini masih diam membisu.
Satu ha yang semua orang tahu hanyalah Elora telah di lecehkan oleh seorang pria yang ternyata ialah seorang buronan polisi, yang telah menjadi tersangka pembunuhan. Pria tersebut adalah seorang pria bayaran yang sudah banyak melakukan kejahatan demi uang, dan Elora merupakan salah satu korban nya.
°
°
°
Sudah satu bulan sejak kejadian naas tersebut terjadi. Banyak hal harus dihadapi sepasang suami istri tersebut, hingga Eunike pun beberapa kali jatuh sakit karena memikirkan kondisi putri nya.
Kerap kali, mereka harus menyaksikan Elora yang tiba-tiba histeris, kadang menjerit tengah malam, tak ayal mereka pun harus melarikan Elora ke rumah sakit akibat percobaan bunuh diri ( hendak mengakhiri hidup dengan cara mengiris lengan nya sendiri) atau karena stres berkepanjangan yang semakin memperparah kondisi tubuhnya sehingga ia lebih sering pingsan.
Kejadian yang hanya di ketahui oleh pihak keluarga dan kalangan dewan guru, rupanya cukup terjaga kerahasiaan nya. Semua orang benar-benar berusaha menjaga kewarasan gadis yang kini tidak pernah keluar dari kamar nya.
Kamar dengan warna pink ceria tersebut kini berubah abu-abu. Ada banyak coretan tidak jelas yang telah ada sejak beberapa minggu lalu. Elora yang harusnya duduk bersama teman-teman seangkatan, menikmati kenaikan kelas dan belajar bersama, harus menghabiskan hari di dalam kamar, mengurung, mengisolasi diri dari dunia luar.
Wajah nya tidak lagi seceria dulu. Banyak bekas sayatan di lengan gadis itu, bahkan bekas goresan kuku di sepanjang tubuh bagian atasnya. Siapapun yang melihat Elora pasti akan tersayat hatinya. Gadis yang selalu menunjukan keceriaan bahkan di saat sakit sekalipun, sampai saat ini, belum mau membuka diri. Dia yang sehari-hari mengunci diri di dalam kamar, enggan keluar.
Setiap kali jam makan, mbok Cum akan mengantar makanan ke kamarnya, selebihnya tak ada interaksi yang berarti. Detail kejadian kala itu pun tidak pernah ia ceritakan. Matanya yang kosong selama berminggu-minggu, baru kelihatan bernyawa saat beberapa hari lalu, bunda Eunike memberi kabar bahwa pelaku telah berhasil di tangkap.
Kata polisi, pelaku melakukan tindakan tersebut atas perintah seseorang. Namun, hingga kini, pria bejad itu belum mau memberitahu perihal orang yang menyuruh nya. Satu hal yang mereka tahu, pria tersebut merupakan suruhan dari seorang yang membenci dan ingin menghancurkan keluarga mereka, seseorang yang berada di dekat mereka.
Kabar yang datang beberapa hari lalu tersebut, akhirnya bisa menggerakan sedikit kewarasan Elora. Hingga akhirnya, dengan menggenggam ganggang pintu kamar, Elora pun memutuskan untuk keluar dan memutuskan untuk melanjutkan hidup.
Ceklek!
Pintu terbuka.
Elora mengangkat tangan, menghalangi cahaya yang tiba-tiba menerpa wajah nya. Saat siluet tersebut menyinari wajah nya, lengkungan gelap di bawah mata gadis itu terpampanya nyata. Hal tersebut disebabkan oleh dirinya yang memang kurang tidur. Kulit Elora pucat sebab berhari-hari tidak terkena sinar matahari, tulang pipinya menonjol, wajahnya lesu dan matanya sayu.
Dengan sedikit menyeret tubuh, Elora melangkah meninggalkan ruang suram tempat ia bersembunyi selama ini.
Saat kaki menapaki tangga dan tangan menyentuh pegangan tangga, sensasi dingin menyeruak, menyesap di balik kulit tubuh Elora yang semakin kurus. Dari atas, netra cekung nya menangkap sosok kedua orang tua yang tengah menangis pilu dalam pelukan satu sama lain.
Menyaksikan hal tersebut membuat hati Elora tersayat. Selama ini ia hanya memikirkan diri sendiri hingga lupa bahwa bukan dia saja yang menderita, tetapi orang lain juga. Mereka ialah orang-orang yang ia cintai, orang-orang yang pastinya turut hancur oleh musibah yang menimpanya.
"Maafkan aku," batin Elora, berdesir menatap punggung bergetar kedua orang tua nya.
Sementara itu, di lantai satu, Eunike dan Bara masih saja meratapi nasib putri mereka. Walau sering menunjukan sikap kuat saat beberapa kali di ijinkan Elora untuk menjenguknya di kamar, sepasang suami istri tersebut sebenarnya tidak sekuat itu.
Lagi pula, hati orang tua mana yang rela melihat putri mereka hidup dalam keterpurukan?
Ya, Baik Bara maupun Eunike, masih sama-sama belum bisa menerima kenyataan pahit yang menimpa Elora dan hingga kini, masih tetap mencari keadilan untuk sang putri. Mereka masih mencari dalang dari kekejian yang menimpa Elora.
"Bunda, Ayah ... Aku ingin pergi dari sini!"
...***...
bener - bener bagus banget
aku baca noveltoon dari tahun 2019 loh tp baru kali ini d buat penasaran 🤐 padahal biasa y paling males baca kalo belum tamat 🥲
pliiis thooor up tiap hari yaa
Aku nya lagi dalam masa" ujian semester, jdinya gak bisa fokus nulis😭
eps ini lumayan lama up nya yaa
gass thooor semangat trus ya🤩