Salwa Nanda Haris, anak sulung dari pasangan Haris dan Raisya. Salwa menolak perjodohannya dengan Tristan, pria yang berstatus duda anak satu.
Awalnya Salwa sangat menolak lamaran tersebut. Ia beralasan tak ingin dibanding-bandingkan dengan mantan istrinya. Padahal saat itu ia belum sama sekali tahu yang namanya Tristan.
Namun pernikahan mereka terpaksa dilakukan secara mendadak lantaran permintaan terakhir dari Papa Tristan yang merupakan sahabat karib dari Haris.
Sebagai seorang anak yang baik, akhirnya Salwa menyetujui pernikahan tersebut.
Hal itu tidak pernah terpikir dalam benak Salwa. Namun ia tidak menyangka, pernikahannya dengan Tristan tidak seburuk yang dia bayangkan. Akhirnya keduanya hidup bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Insiden
Akhirnya resepsi pun berakhir. Namun ada tamu yang datang terlambat. Mereka adalah Bu Lani dan Robi. Mereka datang saat semua tamu sudah pulang. Saat ini mereka ditemui di restoran hotel oleh Bu Ratna dan Pak Ferdi.
"Maaf Pak Ferdi, Jeng Ratna, kami datang terlambat. Pesawat yang kami tumpangi mengalami gangguan."
"Tidak apa, Jeng Lani. Terima kasih sudah mau hadir." Ucap Bu Ratna.
"Kemana Ira, kenapa saya tidak melihatnya?"
"Ira sudah dibawa pulang sama Tita. Dia sudah mengantuk."
"Oh, kasihan sekali anak itu. Kalau Tristan dan istrinya?"
"Mungkin mereka sudah beristirahat. Istri Tristan pasti kelelahan, maklum dia sedang hamil muda, Jeng."
"Oh sudah hamil? Cepat sekali ya, Jeng?"
"Rezeki dari Allah, Bu." Sahut Pak Ferdi.
"Ah iya, syukurlah kalau begitu. Sebentar lagi Ira akan punya adik."
"Sebaiknya Jeng Lani dan Robi ke rumah kami saja. Menginaplah dulu, besok Tristan dan Salwa sudah pulang dari sini."
"Tidak usah, Jeng Ratna. Kami akan menginap di sini saja! Biar besok pagi bisa langsung ketemu Tristan dan memberikan kadonya. Ada di mana kamar Tristan?"
"Sweet Room no 222."
"Ya sudah kami akan cek in, Jeng."
"Tidak perlu, Jeng. Ada kamar kosong yang sudah kami booking sampai besok pagi, silahkan ditempati. Kami akan pulang dulu. Mas Ferdi harus istirahat."
"Baiklah, Jeng. Terima kasih."
"Sama-sama."
Pak Ferdi memang tidak banyak bicara, karena dia kurang menyukai besannya itu. Saat meninggalkan hotel, Pak Ferdi menghubungi seseorang melalui chat. Dia meminta agar mengawasi keadaan hotel.
Di dalam kamar Sweet room, dua insan yang saat ini tengah melakukan malam ke sekian mereka. Hampir dua minggu Tristan berpuasa dari nafsunya. Kini dia menuntaskan segala hasratnya bersama istri tercintanya. Meski merasa lelah, Salwa tetap memberikan pelayan tercinta kepada sang suami.
"Anggap saja ini malam pertama kita, Sayang."
"Iya malam pertama tidur di hotel maksudnya."
"Hahaha..."
Setelah menuntaskan hajatnya, mereka pun terlelap dalam mimpi yang indah.
Keesokan harinya.
Pagi setelah shalat Shubuh ada yang mengetuk pintu kamar hotel mereka. Tristan yang saat itu akan tidur lagi, terpaksa membuka pintu kamarnya.
"Maaf sudah mengganggu, Tris."
"Ibu? Sejak kapan Ibu di sini?"
"Sejak tadi malam. Maaf aku terlambat untuk hadir karena pesawat yang kami tumpangi mengalami gangguan."
"Siapa, Mas?" Tanya Salwa yang saat itu baru keluar dari kamar mandi.
"Neneknya Ira."
Salwa segera mengenakan cadarnya dan menghampiri mereka.
"Ibu, masuklah!" Ujar Salwa.
Bu Lani pun masuk ke dalam kamar mereka.
"Kamar kalian sangat mewah ya? Acara kalian semalam juga sepertinya sangat mewah. Berbeda waktu dengan Nabila dulu."
"Ibu sudah tahu alasannya, kenapa harus diungkit lagi? Abi juga sudah menyiapkan pesta yang cukup meriah, tapi karena kami sedang berduka kami harus membatalkan semuanya, kecuali acara akad."
"Iya, iya, maaf Ibu sudah tua, jadi suka pikun. Oh iya, selamat atas pernikahan kalian. Semoga Salwa bisa menjadi Ibu yang baik untuk Ira. "
"Terima kasih Bu, insyaallah." Balas Salwa.
"Maaf aku tidak punya kado yang istimewa. Ini dariku dan Robi, diterima ya? Aku akan kembali ke kamar dulu. Kalian silahkan beristirahat kembali." Bu Lani memberikan sebuah kotak ukuran sedang kepada Salwa.
"Sekali lagi terima kasih, Bu."
"Iya sama-sama."
Bu Lani pun meninggalkan kamar mereka.
"Jangan dibuka sekarang, Sayang. Buka di rumah saja nanti! Aku mengantuk, ayo tidur lagi!"
"Hem, baiklah!"
Salwa pun mengikuti suaminya, naik ke atas tempat tidur dan menarik selimut. Mereka tidur lagi sampai matahari muncul dengan sempurna.
Salwa yang terusik karena merasa silau pun terbangun dari tidurnya.Ia melihat jam di Handphonenya. Rupanya sudah jam 8.
"Mas, bangun!"
"Hem..."
"Ayo bangun, aku lapar. Ini sudah lewat dari waktunya sarapan."
"Hem, iya."
"Iya, tapi masih merem?"
"Anak-anakmu sudah kelaparan di dalam sini, Mas."
"Iya, iya, aku bangun."
Mereka pun mandi lagi. Selesai mandi, mereka keluar dari kamar. Salwa terpeleset di depan pintu.
"Au! Astaghfirullah'adzan..."
Hampir saja Salwa terjatuh, namun Tristan sangat sigap menangkap tubuh Salwa.
"Kamu tudak apa-apa? Kenapa bisa ada air di depan pintu?" Ujar Tristan dengan emosi.
"Sudah, Mas! Aku tidak apa-apa!"
"Tidak, ini harus dilaporkan ke managernya, agar mereka tidak ceroboh! Untung saja aku ada di belakangmu. Kalau tidak, bisa saja kamu terjatuh. Apa lagi kamu sedang hamil!"
Tristan langsung menghubungi managernya yang memang kebetulan ia kenal. Tristan pun melaporkan kejadian yang baru saja dialaminya.
Mereka pun turun ke bawah dan menuju restoran. Saat ini mereka sedang duduk di salah satu meja yang dekat dengan balkon restoran. Tristan menesan beberapa makanan sesuai dengan keinginan istrinya. Saat menunggu pesanan datang, ada yang mendekati mereka. Ternyata Bu Lani dan Roby.
"Selamat pagi, boleh bergabung?"
Tristan menoleh memberi isyarat kepada Salwa, dan Salwa pun mengangguk.
"Silahkan!" Ucap Salwa.
"Ibu dan Roby mau pesan apa?"
"Kami sudah pesan."
"Oh, baiklah."
Mereka duduk berempat. Tristan pindah ke samping istrinya. Sebenarnya ia tidak mau diganggu. Tapi dia harus tetap menghormati mertuanya itu.
"Salwa katanya sudah hamil, berapa minggu?"
"7 minggu, Bu."
"Oh... cepat sekali ya? Memangnya kalian menikah sudah berapa lama?"
"Pas 7 minggu yang lalu." Jawab Tristan.
"Beruntung sekali, kalian langsung diberi kepercayaan."
"Alhamdulillah, Bu."
Pesanan pun datang. Mereka menikmati sarapan tanpa adanya perbincangan. Setelah selesai makan, Tristan mendapat telpon dari Iyan. Ia pergi dari mejanya.
"Iya wa'alaikum salam, ada apa Yan?"
"........"
"Siapa yang bikin ulah seperti itu?"
"........."
"Segera cari tahu, skip semua media, bersihkan nama Salwa! Jangan sampai Ayah Haris murka!"
"......"
Haris pun kembali ke mejanya dengan raut muka yang berbeda.
"Ada apa, Mas?"
"Tidak ada apa-apa. Kalau sudah selesai lebih baik kita kembali ke kamar. Kita pulang saja ke rumah, aku masih ada perlunya."
"Iya, Mas."
"Maaf bu kami tinggal dulu, makanannya sudah dibayar."
"Iya, Tris."
Setelah kepergian Salwa dan Tristan, Bu Lani tersenyum sinis.
"Bu, apa Ibu sudah bertindak tanpa sepengetahuanku?"
"Diam saja kamu, By! Nanti juga kamu pasti tahu!"
"Jangan sampai Ibu berbuat macam-macam! Aku tidak bisa membayangkan kalau Bang Tristan murka."
Salwa sudah mengemas barang-barangnya. Dia melihat ada sesuatu yang disembunyikan suaminya. Namun dia tidak ingin banyak bertanya. Dia percaya suaminya pasti bisa mengatasi masalahnya.
Mereka pun meninggalkan hotel dan dijemput Iyan. Di sepanjang perjalanan, Tristan nampak gusar.
"Mas, apa yang terjadi?" Salwa menyentuh lengan suaminya.
"Tidak ada apa-apa!" Tristan berusaha tersenyum.
"Apa Mas tidak mau berbagi denganku?"
"Sayang, aku akan menjamin keamananmu. Kamu tidak perlu cemas dengan hal apa pun, percayalah." Tristan mengecup kening Salwa.
Hal tersebut tentu tak luput dari pandangan Iyan yang saat ini melihat mereka dari balik cermin depan.
"Ya Tuhan, kenapa mereka menguji imanku? Dasar si Bos nggak tahu tempat, main nemplok saja." Batin Iyan.
Salwa pun tidak ingin bertanya lahi. Ia akan menunggu suaminya berterus terang.
Bersambung...
...----------------...
Next ya Kak...
Bahasanya Sangat Sempura..
Ceritanya Suka Bgt...👍🏻😍😘
Bagus Baca Ceritanya Si Salwa...😘🤗