✍🏻 Spin-off Dearest Mr Vallian 👇🏻
Cinta itu buta, tapi bagaimana jika kau menemukan cinta saat kau memang benar-benar buta? Itulah yang di alami Claire, gadis berusia 25 tahun itu menemukan tambatan hatinya meskipun dengan kekurangannya.
Jalinan cinta Claire berjalan dengan baik, Grey adalah pria pertama yang mampu menyentuh hati Claire. Namun kenyataan pahit datang ketika Claire kembali mendapatkan penglihatannya. Karena di saat itu juga, Claire kehilangan cintanya.
"Aku gagal melupakanmu, aku gagal menghapus bayang-bayangmu, aku tidak bisa berhenti merindukanmu. Datanglah padaku, temuinaku sekali saja dan katakan jika kau tidak menginginkanku lagi." Claire memejamkan matanya mencoba merasakan kembali kehadiran kekasih hatinya yang tiba-tiba menghilang entah kemana.
📝Novel ini alurnya maju mundur ya, harap perhatikan setiap tanda baca yang author sematkan disetiap paragraf 🙂
Bantu support dengan cara like, subscribe, vote, dan komen.
Follow FB author : Maria U Mudjiono
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23
Claire tiba di International Airport Arlanda (ARN) di dampingi petugas kedutaan Prancis, sepertinya perjalanan Claire mencari asal-usulnya akan berjalan lancar karena dibantu langsung oleh pemerintah negara. Penerbangan dari Stockholm Swedia menuju Paris Prancis, hanya memerlukan waktu dua jam lebih empat puluh lima menit.
Untuk pertama kalinya Claire bepergian keluar negeri, atau bisa dibilang Claire kembali ke kampung halamannya, karena sebenarnya Claire memang berkewarganegaraan Prancis.
"Anda baik-baik saja, Nona?" tanya petugas kedutaan itu.
"Aku baik-baik saja Josef," sahut Claire. Mereka baru saja keluar dari kungkungan burung besi, dan kini berjalan keluar area Charles de Gaulle International Airport.
"Perjalan kita masih panjang, katakan padaku jika anda merasa lelah atau tidak nyaman." ucap Josef.
"Kita akan kemana?"
"Loire Valley, kita akan memulai pencarian asal-usul anda dari rumah sakit yang ada disana." jelas Josef.
Loire Valley adalah sebuah kota semi pedesaan yang berjarak sekitar 200 km di barat daya Paris, Loire Valley juga terkenal dengan istana-istana indah dan kebun anggur.
Perjalanan dari Paris menuju ke kota Loire Valley membutuhkan waktu hampir tiga jam, membuat Claire terlihat lelah. Wanita hamil itu tidak bisa menyembunyikan rasa lelahnya, hingga Josef mengantarkan Claire kesebuah rumah singgah yang akan mereka tempati selama disana.
"Selamat istirahat, sebentar lagi akan ada pelayan yang membawakan makanan untuk anda." ucap Josef sebelum meninggalkan Claire.
"Terimakasih," kata Claire pelan. Tubuhnya terasa lelah dan ingin segera beristirahat diatas ranjang empuk dan hangat.
Josef menemui rekan kerjanya yang memang sudah menyelidiki tentang asal-usul Claire, mereka terlihat berdiskusi dengan serius, namun menemukan jalan buntu. Karena orang yang membantu proses adopsi Claire sudah meninggal.
"Ello Burnet adalah kakak dari Steve Burnet, tidak heran jika Ello bisa melakukan hal ilegal seperti ini." kata Jobs, rekan kerja Josef.
"Bukankah Nona Claire ditemukan dalam keadaan kecelakaan?" ucap Josef memperlihatkan foto Claire saat dirumah sakit.
"Ya, aku tahu. Aku membahas tentang Ello Burnet, karena dia sudah meninggal. Orang-orang dibalik tindak adopsi itu sudah tiada, jadi kita harus mencari tahu lewat rumah sakit ini." jelas Jobs. "Nona Claire mengalami kecelakaan yang sangat fatal, rumah sakit ini merujuknya ke rumah sakit besar yang ada di pusat kota Paris." Jobs menatap Josef yang setia mendengar ceritanya.
"Menurut informasi yang aku dapat, pihak rumah sakit menyatakan jika Nona Claire buta, lalu Steve dan istrinya membawanya pergi ke Swedia. Hanya ini yang bisa aku katakan padamu," pungkas Jobs. Josef nampak berpikir keras untuk menguak masalalu Claire.
"Bagaimana jika kita periksa tentang kecelakaan yang terjadi di tahun itu?" usul Josef.
"Ide bagus, aku akan segera menghubungi pihak kepolisian untuk meminta datanya." Jobs langsung menghubungi seseorang melalui ponselnya. Tak lama, pria itu langsung mengambil laptop nya.
"Mereka mengirimkannya melalui email," Jobs membuka email nya dan melihat data kecelakaan di tahun Claire menjadi salah satu korbannya.
"Wait," Jobs membaca ulang data itu dan menatap kearah Josef.
"Kau menemukan sesuatu?" tanya Josef. Tapi Jobs malah memutar laptop nya dan membiarkan Josef melihat sendiri.
"Aku tidak percaya ini," kata Josef menelan ludahnya dengan susah payah.
"Bagaimana jika itu benar?" suara Jobs terdengar bergetar.
"Kita benar-benar dalam masalah," Josef mengusap wajahnya dengan kasar.
"Nicolas Chevalier, siapa yang tidak mengenalnya?" gumam Jobs.
"Bolehkah aku mengundurkan diri dari kasus ini?" pinta Jobs langsung mendapat tatapan tajam dari Josef.
"Jangan bicara sembarangan! Kita akan menghadapi ini bersama-sama." kata Josef. "Lebih baik, kita segera kembali ke Paris." Josef berdiri dari duduknya.
"Siapkan helikopter bagaimanapun caranya, kita membawa Nona muda Chevalier." ucap Josef pada Jobs sebelum keluar dari ruangan itu.
"Demi apapun, aku tidak berniat buruk. Aku akan menyatukan seorang anak pada orang tuanya, Tuhan kali ini saja, percaya padaku." Kata Jobs sambil menengadahkan kepalanya seolah sedang berdoa, hal yang hampir tidak pernah dilakukannya.
....
📍 Stockholm, Swedia.
"PRANCIS?" seru Grey setelah mendapat laporan dari Ben jika Claire pergi ke Prancis.
"Ternyata Claire di adopsi keluarga Burnet, dan sekarang Claire mencari orang tua kandungnya." jelas Ben. "Grey, ini tidak mudah bagi Claire. Pertama dia kehilanganmu setelah bisa melihat, dan sekarang dia tahu jika dirinya hanya anak adopsi. Apa kau masih menahan diri untuk tidak menemui nya?" entah kenapa kali ini Ben bersikap lebih dewasa dan serius.
"Aku sangat ingin, tapi..."
"Aku yakin Claire aman bersama keluarganya, kau jangan khawatirkan ancaman Tuan Casper. Kejar dan perjuangkan wanita mu," ujar Ben memberikan semangat pada Grey.
"Tidak Ben, aku tidak ingin gegabah dan akhirnya membahayakan Claire." ucap Grey mengingat ancaman Casper. "Jika padaku yang anak kandungnya saja dia tega, apalagi pada Claire?" menahan diri untuk tidak menemui Claire ada suatu siksaan tersendiri bagi Grey, apalagi sekarang Claire berada di Prancis.
"Lalu sampai kapan?" Ben terlihat kesal karena Grey masih mengulur waktu.
"Sampai aku yakin jika Claire benar-benar aman. Kau tahu bukan, apa yang harus kau lakukan?" Grey menatap Ben penuh harap. Sedangkan Ben yang memang tahu apa maksud perkataan Grey hanya bisa mengangguk pelan.
"Aku mengandalkan mu, Ben." ucap Grey, Ben hanya mengangguk pelan.
"Kalau begitu, aku pergi." ucap Ben kembali mengenakan capuchon nya dan keluar dari ruangan Grey.
"Aku benar-benar berharap jika kau aman dan berada di tempat yang tepat," gumam Grey. Grey yakin jika Casper tidak memiliki kekuatan sebesar itu untuk mencelakai Claire di negara Prancis. Setidaknya hal itu membuat Grey sedikit lega, meskipun harus menimbun rasa rindu yang semakin menggunung.
"Grey," ucap seorang membuka pintu ruangan Grey tanpa mengetuk terlebih dahulu.
"Ulat bulu," batin Grey melihat Adeline memasuki ruangannya.
"Aku tidak pernah mengizinkan mu memasuki ruangan ku!" seru Grey menatap tajam Adeline.
"Grey, kita sudah menikah..."
"TERPAKSA! AKU MENIKAHI MU KARENA PAKSAAN CASPER DAN DESAKAN IBUMU, TENTUNYA!" teriak Grey menatap sinis Adeline.
"Bagaimana kalau kita pergi bulan madu?" Adeline seolah tuli dan tidak perduli dengan tatapan sinis Grey.
"Dasar tidak tahu malu!" Grey kembali menghadap komputer nya, tanpa memperdulikan keberadaan Adeline.
"Aku akan memilih beberapa negara yang akan menjadi destinasi bulan madu, kita." lagi, Adeline masih membahas bulan madu. Padahal Grey tidak berniat menyentuhnya.
"Pergilah! Aku tidak biasa bertindak kasar pada wanita, sekalipun wanita itu wanita...." Grey melirik Adeline tanpa berniat meneruskan kalimatnya. Meski begitu, Adeline cukup tahu apa maksud Grey.
"Baiklah, aku akan bilang pada Daddy jika kau setuju pergi bulan madu..."
BRAKKKKKK.....
Grey menggebrak meja sebelum Adeline menyelesaikan kata-katanya.
"Ternyata kau sangat tidak sabar," Adeline tersenyum manis. "Kalau begitu aku akan pergi sekarang dan menyiapkan segalanya," sambung Adeline keluar dari ruangan Grey dengan senyum cerah. Padahal wajah Grey terlihat merah padam karena menahan amarah, namun Adeline tidak perduli dengan itu.
*
*
*
*
*
TBC
Harry merasa tak bisa menempatkan diri, padahal Nick sudah menganggap Harry seperti sahabatnya. Gua rasa Sara Dan Nick bs menerima nya..