Aku menganggap mereka sebagai keluarga, mengorbankan seluruh hidup ku dan berusaha menjadi manusia yang mereka sukai, namun siapa sangka diam diam mereka menusukku dari belakang. Menjadikan ku sebagai alat untuk merebut kekuasaan.
Ini tentang balas dendam manusia yang tak pernah dianggap keberadaan nya. Membalaskan rasa sakit yang sebelumnya tak pernah dilihat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon laxiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Undangan
"Rehan, bagimana kalau kita mengadakan pesta penyambutan investor baru?" Usul Danu pada sekertaris nya.
Rehan mengernyitkan keningnya, tumben sekali bosnya memiliki ide seperti itu. "Bos, hari ini sudah makan?"
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Tidak biasanya memiliki inisiatif tanpa diberi kode terlebih dahulu."
"Jadi maksud kamu saya selama ini kurang inisiatif?"
Rehan menggagukkan kepalanya, "Apa karena gadis kemarin, hingga Bos memiliki ide cemerlang seperti ini."
Danu tersenyum kemudian mendekati sekertaris nya, dia memiting leher Rehan yang tinggi badannya dibawahnya. "Coba bilang sekali lagi."
"Ampun Bos, saya tadi cuman asal bicara."
"Sudah sana siapkan acaranya, undang semua investor kita."
Rehan memberi hormat pada Danu, "Siap Bos."
Danu tersenyum setelah kepergian rehan dari ruangannya. Dia tidak sabar menanti pesta tersebut.
Walau sudah bertemu beberapa kali, Danu masih belum bertukar nomor dengan gadis itu. Dia mengambil kartu nama yang ia simpan, menimang nimang nya, hingga keputusan terakhir dia akhirnya mulai menekan nomor tersebut.
Dering pertama belum tersambung, hingga pada dering ketiga akhirnya telepon nya terangkat juga.
"Hallo, dengan kantor direktur Rania, ada yang perlu dibantu?"
Ternyata dalam kartu itu nomor telepon kantor nya, dan yang mengangkatnya pasti sekertaris nya.
"Hallo, ada yang perlu dibantu?" Tanya kembali oleh disebrarang telepon.
Danu berdehem sebentar, "Bisa tolong sambung kan dengan direktur Rania langsung, ada yang perlu saya sampaikan pada beliau"
"Baik kalau gitu tunggu sebentar, saya akan menyambungkan nya."
Selama menunggu panggilan, Danu terus berdehem untuk menetralkan suaranya. Entah kenapa ia sedikit merasa gugup.
"Hallo, dengan direktur Rania disini."
"Hallo direktur"
"Sebelumnya dengan siapa?"
"Saya Danu, kita bertemu kemarin."
"Baik Tuan Danu, ada yang bisa saya bantu."
"Perusahaan saya mengadakan pesta untuk penyambutan investor baru, sekalian dengan pengenalan perusahaan kami pada publik. Saya berniat langsung mengundang ibu untuk datang pada pesta tersebut."
"Jika ada waktu luang, saya akan pastikan hadir."
"Baiklah, saya akan kirimkan undangan resminya nanti. Saya harap anda memiliki banyak waktu luang."
Rania tersenyum dibalik gagang telepon, pria tersebut terlalu terang terangan mendekati dirinya.
Saat telepon tertutup, Danu menatap dirinya pada cermin. Entah kenapa susana hatinya mendadak jadi bagus, setelah mengobrol dengan gadis itu. Padahal tidak ada yang istimewa dalam percakapan tersebut.
*
Uhuk....uhuk....Itu suara batuk dari Herman, semenjak kemarin dirinya kurang enak badan sehingga dia memutuskan untuk beristirahat dirumah. Selama itu pula Sandra telaten merawatnya, memberikan makanan juga obat yang ia pinta langsung pada dokter pribadi keluarga mereka.
Sandra memberikan tiga butir obat yang langsung diminum oleh Herman. "Mas, kata dokter kamu perlu istirahat full selama beberapa hari lagi"
"Saya memang ingin seperti itu, namun banyak sekali kerjaan kantor yang harus saya tangani."
"Mas, tenang saja, kan masih ada Rania juga aku yang akan mengurus kantor, jadi tidak perlu khawatir."
Herman tersenyum menatap istrinya, "Kalau gitu saya bisa bisa istirahat dengan tenang."
Sandra kemudian membantu Herman membaringkan badannya, menyelimuti pria tersebut untuk kembali tertidur.
Tidak butuh waktu lama, Herman langsung masuk kedalam dunia mimpi nya, mungkin itu juga pengaruh obat yang dikonsumsi olehnya.
Esok harinya Rania sedikit kaget mendapati ibu tirinya yang duduk dikursi ayahnya. Memang selama beberapa hari ini ayahnya absen masuk kekantor, Rania juga belum sempat mengecek keadaannya, karena selalu pulang larut untuk menyelesaikan semua pekerjaan.
Rania tidak habis pikir bahwa Sandra akan bertingkah lebih cepat dari yang dia perkiraan.
"Hari ini saya yang akan menggantikan suami saya, karena kalian tahu Mas Herman sedang dalam kondisi yang kurang baik."
Semua orang nampak tidak keberatan, karena mereka juga tahu kalau Sandra mantan sekertaris disana, dia juga mengetahui banyak tentang seluk beluk perusahaan.
Rapat dimulai, Rania tidak banyak berkomentar, ia hanya menyimak juga kadang beberapa kali mengemukakan pendapatnya.
Tapi saat Rania mulai mengemukakan pendapatnya, Sandra dengan lihai menolak pendapat tersebut dengan beberapa alasan yang cukup tidak masuk akal.
Para orang orang yang ikut rapat saat itu, mereka yang mendengar kan dan menyimak dengan baik mulai kembali membicarakan setelah rapat usai.
"Ibu Sandra selalu memblok apa yang ingin disampaikan oleh direktur Rania, padahal kita semua juga tahu kalau direktur selama ini mumpuni dalam pekerjaannya. Apalagi ide ide baru yang dikeluarkan tadi, menurut saya sangat berlaku dipasaran saat ini." Ucap salah satu karyawan yang tengah mengaduk kopi.
Salah satu karyawan yang baru datang, dan hendak membuat obat tahan mengantuk itu ikut nimbrung pembicaraan mereka. "Sudah terlihat jelas, kalau Bu Sandra tidak ingin kalah dari anak tirinya. Walau terlihat baik diluar, tapi hati manusia siapa yang tahu."
"Tuhan tahu hati manusia." Ucap Rania tiba tiba.
Karyawan yang mendapati Rania datang secara tiba tiba kalang kabut, ternyata orang yang tengah mereka bicarakan ikut mendengar.
"Maaf Bu, kamu tidak bermaksud membicarakan Ibu"
"Santai saja, dikantor ini kalian bebas berpendapat, selama itu tidak merugikan orang lain." Rania bisa saja menyuruh OB atau sekertaris nya untuk membuatkan kopi untuk nya, tapi kali ini entah kenapa dia ingin membuat sendiri dan malah tidak sengaja mendengar percakapan karyawan.
Setelah selesai membuat kopi, Rania pergi, dia kembali masuk kedalam kantor nya.
Para karyawan bernafas lega, saat Rania pergi dari hadapan mereka.
"Gua lihat lihat, semakin hari aura Bu Rania semakin memancar." Ucap salah satu karyawan yang belum ada kapoknya setelah tertangkap basah tadi.
"Maksud lo, selama ini aura Bu Rania redup."
"Bukan gitu, dulu gua lihat lihat pakaian Bu Rania kalau gak hitam ya putih, paling mentok juga abu abu. Mana kadang kalau jalan selalu menunduk, jarang menyapa kita, apalagi masuk ke pantry ini."
"Tapi kalau diingat-ingat iya juga sih, Bu Rania selalu menyendiri, dia akan masuk kantor dan keluar ketika pulang saja."
"Melihat perubahan Bu Rania gua jadi ikutan seneng, akhirnya yang selalu jadi panutan gua bisa terlihat dikantor ini."
"Hallo semuanya." Sapa seseorang dengan ceria, para karyawan yang melihat kedatangan orang tersebut langsung membubarkan diri.
Dia Diana, kerap kali Diana memang datang kekantor, entah ada keperluan apa namun cukup sering.
Diana akan membawa beberapa kantung makanan juga minuman untuk dibagian pada karyawan, mereka yang hanya melihat dari luarnya saja tentu akan menganggap bahwa Diana adalah putri dermawan yang baik hati.
Tapi ada juga beberapa karyawan yang tidak menyukai tingkah nya, apalagi sangat terlihat jelas bahwa gadis itu kenyataan sedang mencari perhatian orang orang.
"Saya bawakan beberapa camilan, ini buatan saya sendiri loh. Semoga kalian suka" Ucap Diana dengan antusias.
"Makasih Bu atas makanannya, udah cantik pinter masak lagi, idaman banget sih Bu." Puji salah satu karyawan yang membuat Diana semakin merasa tersanjung.