Bagaimana rasanya, jika kalian sebagai seorang anak yang di abaikan oleh orangtuamu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satria, murid baru
Ella menuju ke mall dengan taksi online. Kebetulan mobilnya memang lagi di servis di bengkel.
Setelah menanyakan keberadaan suami dan anaknya. Ella langsung menuju sesuai tempat yang diberitahukan. Saat Ella melihat suaminya. Dia dihampiri oleh seorang teman arisannya Dewi.
"Eh Ella, sendirian?" tanya Dewi.
"Iya, nih lagi mau ketemu suami dan anak." jawab Ella.
"Mana?" tanya Dewi dan Ella menunjukan suaminya yang berdiri tidak jauh darinya.
"Oo itu anakmu yang satu lagi?"
"Iya, duluan ya." pamit Ella. Namun, Dewi malah mengikuti Ella.
"Hai ..." sapa Dewi membuat Ella kaget.
"Tante Dewi. Apa kabar?" sapa Vania cipika-cipiki. Sedang kan Adira hanya tersenyum ramah. Walaupun Dewi hanya menatapnya dari atas sampai bawah.
"Pak Afandi makin ganteng aja." ujar Dewi menepuk pelan bahu Afandi. Namun, Adira yang memang kesal karena senyumnya tak dibalas langsung mengandeng Ayahnya.
"Pak Afandi, lelaki idaman deh. Karena mau-mau aja nemenin perempuan belanja. Jarang loh, ada lelaki macam Pak Afandi." kekeh Dewi. Sedangkan Ella hanya memutar mata malas. Karena dia tahu bagaimana sifat temannya yang janda tersebut.
"Ayo Yah, kita lanjut. Permisi." pamit Adira.
"Bentar dong, orang tua lagi ngomong anak-anak jangan ikut campur. Kayak gak tahu sopan santun aja." cetus Dewi menatap berang ke arah Adira, yang mencibir padanya.
"Kami memang lagi buru-buru Bu. Kami pamit ya." pamit Afandi meninggalkan Dewi yang cemberut.
Malam hariz setelah makan diluar mereka pulang. Yang pasti sebelum pergi Ella sudah memesan pada Bu Mar agar jangan memasak. Dan mereka di izinkan untuk pulang cepat.
"Makasih Ayah." kata Adira senang.
"Sama-sama." balas Afandi.
Jelang tengah malam, Vania kembali sesak. Dia langsung bangun untuk mengambil inhaler yang berada di laci nakas di samping ranjangnya. Setelahnya, di berjalan keluar untuk memanggil orang tuanya.
Ella dan Afandi yang baru saja selesai melepaskan hormon kembali tertidur. Namun, sayup-sayup Ella seperti mendengar suara Vania yang memanggilnya dan suami di sertai minta tolong.
Dengan memaksa diri untuk sadar. Ella langsung membangunkan suaminya, guna untuk membuka pintu. Karena dia masih mengenakan lingerie untuk menyenangkan suaminya.
"Ayah ... Tolong ..." seru Vania.
"Ibu,,, cepetan keluar." teriak Afandi.
Ella yang memang sudah mengantikan bajunya buru-buru menghampiri suami dan anaknya.
"Tolong ambilkan inhaler." perintah Afandi. Kebetulan Ella sudah mengambilnya. Karena inhaler juga tersedia di kamarnya untuk jaga-jaga.
"Tenang sayang. Tenang." ujar Afandi mengelus punggung Vania.
Beberapa saat Vania sudah kembali bernapas lega.
"Udah enakan? Ini lah, alasan Ibu gak mau kamu kecapean sayang. Padahal tadi sebelum berangkat Ibu udah ngelarang kamu." ucap Ella memijit pelan kepala Vania. Sedangkan Afandi pamit masuk ke kamar untuk ke kamar mandi.
"Mungkin karena tadi Adira yang meminta Ayah berputar-putar. Bahkan sepertinya dia sengaja membuat aku capek Bu. Mungkin dia marah karena aku mendapatkan kaling, dan sepatu miliknya juga aku ambil." adu Vania.
"Udah-udah..." ucap Ella menenangkan Vania.
Esok harinya, Adira turun untuk sarapan. Namun di meja makan hanya ada Ibunya sedangkan Ayahnya sudah berangkat kerja.
"Kak Vania kemana Bu? Belum bangun atau udah sarapan?" tanya Adira membuka suara.
"Sakit."
"Sakit? Sejak kapan? Perasaan semalam baik-baik aja."
Ella menghela napas. "Dia sakit karena kecapean. Lagian kamu udah tahu kalau Kak Vania daya tubuhnya lemah. Kenapa mau aja Ayah ajak ke mall ? tanya Ella menghentikan suapannya.
"Kan Ayah mengajak ku, untuk mengantikan oleh-oleh Bu." lirih Adira.
"Iya, tapi seharusnya kamu menolaknya Adira. Emang kamu gak kasihan sama Kakakmu? Apalagi kata Kak Vania, kemarin kamu memang sengaja mutar-mutar satu mall. " seru Ella.
"Maaf ..." lirih Adira, dia bangkit meninggalkan meja makan. Karena semua makanan tiba-tiba terasa hambar di lidahnya.
"Gitu terus, kalau Ibu lagi nasehatin kamu ngambek. Marah. Kemudian merasa paling dikucilkan." sindir Ella.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Hari ini adalah hari pertama sekolah setelah libur panjang. Vania kembali di antarkan oleh Ella, sedangkan Adira tetap pergi dengan ojek langganannya. Bahkan sekarang dia tidak pernah lagi berharap untuk di antarkan oleh orang tuanya.
Vania di sambut oleh teman-temannya. Mereka saling menukar cerita semasa liburan. Tapi, cuma Vania saja yang tidak libur kemana-mana, di karenakan orang tuanya yang super sibuk.
"Tapi bukannya dulu kamu sempat bilang, jika liburan kemarin kamu mau jalan-jalan ke luar negeri?" tanya Sazkia, sahabat dari Vania.
"Rencananya sih iya, tapi kan kamu tahu sendiri bagaimana kesehatan aku. jadi orang tua ku menundanya sampai aku benar-benar sehat." alasan Vania.
Tak lama kemudian bel tanda masuk kelas berbunyi. Semua siswa yang berada di luar kelas berbondong-bodong masuk ke kelas masing-masing.
Setelah menunggu beberapa menit. Guru kelas Vania datang. Di sampingnya ada seorang siswa laki-laki. Atau seorang murid pindahan.
"Anak-anak, mulai hari ini dan seterusnya. Ibu akan menjadi wali kelas kalian. Jadi, bila ada sesuatu hal yang menyangkut kelas ini. Kalian bisa melaporkannya kepada Ibu." seru Bu Ayu. "Oya,,, ini teman baru kalian. Silahkan perkenalkan diri." perintah Bu Ayu.
"Perkenalkan, nama saya Satria Ahmad Jaya. Kalian bisa memanggilku dengan Satria." ujar Satria singkat.
"Bu, boleh nanya?" tanya Zaskia menunjukkan tangannya.
"Silahkan." seru Bu Ayu.
"Udah punya pacar?" lanjut Zaskia langsung mendapatkan sorakan dari teman sekelasnya.
"Kan aku cuma nanya. Gak ada salahnya kan?" cetus Zaskia.
"Udah-udah, Satria, sekarang kamu duduk di belakang Zaskia dan Vania Vania ya." perintah Bu Ayu.
Setelah melewati jam pelajaran, Zaskia yang dari tadi penasaran dengan sosok dibelakangnya langsung menghampiri Satria.
"Hai, kenalkan namaku Zaskia, dan ini sahabat baik ku Vania." ucap Zaskia mengulurkan tangan.
Satria hanya menatap sosok gadis yang tersenyum dihadapannya, tanpa berniat menyambut tangan yang terulur padanya.
"Aku ke kantin dulu." ucap Satria meninggalkan Zaskia yang kikuk. Dan ditertawakan oleh Vania.
"Ooo kamu ketawain aku? Ya udah aku tantang kmu, sebelum lulus untuk mendapatkan hati Satria." tantang Zaskia kesal.
"Ogah ..."
"Ayolah, dia kan ganteng. Kurang apa lagi coba? Kayaknya dari keluarga kaya juga. Kamu lihat kan, jam tangannya."
"Gak mau ..."
"Berarti kamu juga sadar diri akan di tolak, makanya gak mau. Baik lah, aku anggap kamu kalah sebelum bertanding." seru Zaskia saat mereka berjalan menuju kantin.
Lain Vania, lain juga Adira. Dia juga sedang jajan di kantin atas ajakan Ifana. Ya, sebelumnya Adira memang malas ke kantin. Selain tidak punya teman. Dia juga gak nyaman, saat melihat ada beberapa orang yang berbisik-bisik saat melihatnya.
"Kita duduk di sana aja?"
"Oke ..."
"Kamu sebenarnya tinggal dimana sih? Kita kan sudah sahabatan,"
"Aku tinggal di perumahan pala indah."
"Buset dah, berarti kamu kaya? Kok ke sekolah selalu pake ojek? Oo aku tahu, orangtuamu kerja disana ya?" beruntun Ifana. Namun, Adira hanya tersenyum getir.
"Baiklah, nanti kalau aku ke sana. Aku mampir ya. Tapi, tuan rumah kamu gak galak kan?"
"Mampir aja, gak apa-apa kok."
"Aku udah kenyang, masuk dulu ya."
"Kenyang? Kamu baru makan sedikit loh. Kan sayang mubazir. Buat aku aja ya." pinta Ifana.
"Eh jangan, pesan yang lain aja. Aku traktir." ujar Adira.
"Gak usah, ini aja. Sayang duit mu." seru Ifana mengambil mangkok mie soto pesanan Adira.
harusnya ga usah dijemput.
ga ada rasa penyesalan sama sekali
sadar diri itu lebih penting
rasa bersalah yg amat mendalam kepada Adira.
ya iyalah ga inget wong luka batin yg kau torehkan begitu dalam dan sayatan² juga banyak jadi hanya keburukan yg didPat
gak tau terimakasih
gak tau minta maaf
rugi dong
anak yg udah di sayang dari kecil sampe dewasa belom tentu bisa menyayangi balik ortu nya .