One Night Stand With Brother In Law

Kaisar langsung pergi ke rumah sakit dimana Rose berada. Dengan raut wajah khawatir dia mencari keberadaan Rose.

Dia melihat Om Kris, ayah kandung Rose dan istrinya menunggu di luar ruangan. Mereka berdiri ketika melihat Kaisar.

"Om, Tante," sapa Kaisar menjabat tangan pada kedua orang di depannya secara bergantian.

"Rose?" tanya Kaisar.

"Baru saja tertidur."

Kaisar lantas melongok ke dalam ruang perawatan. Gadis itu nampak tidur lelap. Tangannya masih sama, masih memakai infus.

Setelah puas melihat keadaan Rose dari pintu, Kaisar lantas duduk di samping Kris.

"Apa yang terjadi, Om? Memang Rose sakit apa?"

"Kau belum tahu?" tanya Kris heran. Selama ini, dia kira hanya Kaisar yang selalu mengerti dengan keadaan Rose.

Kaisar menggelengkan kepalanya.

"Dia menderita Hemofilia sudah lama dan tidak menceritakan hal ini pada kita semua. Dia memendam penyakit ini sendiri," ujar Sheila menyeka air matanya. Baginya Rose sudah seperti anak kandungnya sendiri karena dia juga tidak punya seorang anak.

"Hemofilia ...." Gumam Kaisar. Dia mencoba mengingat penyakit apa ini.

"Darah dalam tubuhnya sangat encer, sehingga riskan jika sampai membuatnya terluka karena luka itu tidak akan mudah tertutup sempurna seperti orang normal kebanyakan.

Ya, Kaisar baru ingat tentang penyakit itu. Rose beberapa kali memang terkena mimisan, mereka kira itu hanya karena dia kelelahan dan butuh istirahat lebih. Jadi penyakit itu sudah lama ada, hanya saja tidak dirasa oleh Rose.

"Bukankah itu bisa diobati, Om?"

"Hanya mengurangi efeknya dengan rajin memberinya obat dan vitamin."

Kepala Kaisar terasa berdenyut sakit sekali. Tadi, dia menemui masalah dengan Farida dan kini dengan Rose.

"Kini masalahnya adalah kesehatan Rose semakin memburuk. Dia enggan untuk makan dan hanya melamun saja. Hal itu mempengaruhi imunnya dan juga efek dari racun yang belum kunjung membaik juga. Hemofilia ini membuat penyakit lambungnya bertambah parah, karena menelan banyak obat kemarin," jelas Kris dengan penuh emosi. Matanya memerah mengingat jika anak gadis yang paling dia banggakan ingin melakukan bunuh diri dan itu karena pria di depannya.

"Nak Kaisar, hanya kau yang bisa membantu pemulihan diri Rose. Kumohon, bantu dia melewati semua ini," harap Kris.

Permintaan ini terlalu berat bagi Kaisar. Terlihat dari cara dia mengatupkan bibirnya rapat dan dahi yang berkerut dengan sangat jelas.

"Dia adalah adikku sudah tentu aku akan membantunya keluar dari masalah ini."

"Terimakasih Nak," ujar Kris lagi, menangis.

Kaisar memeluk untuk menenangkannya. Faham dengan nada khawatir dari pria paruh baya di depannya. Sedari kecil, Rose memang sangat dimanja oleh Kris, sehingga wataknya yang dulu mandiri berubah menjadi anak manja. Dia harus selalu mendapatkan apa yang dia mau.

***

Sedangkan di tempat lain, Farida sedang berdiskusi dengan Uyun. Istri dari Erick. Mereka memang tinggal saling berdekatan satu sama lain.

"Dia melakukan itu padamu?" tanya Uyun menutup mulutnya.

Farida yang baru menyelesaikan sholatnya memberi tanda agar Uyun merendahkan suaranya.

"Tidak ada orang di sini! Hanya Maulana saja," ujar Uyun.

"Sama saja, dia orang, bukan anak kucing yang lucu." Maulana sedang ada di tempat tidur siang di kamar milik Farida.

"Tapi dia memang imut dan juga menyenangkan. Kau beruntung memilikinya," ujar Uyun.

"Namun, secara negara, kau adalah ibunya," lanjut Farida sedih.

"Karena kau yang menginginkannya."

"Dia butuh orang tua yang lengkap dan aku tidak bisa memberikan itu. Aku tidak mau dia hidup sepertiku yang akan jadi bahan olok-olokan karena tidak memiliki ayah yang jelas. Cukup aku yang merasakan tidak dengan Maulana."

Farida mengusap kepala Maulana.

"Namun, dia tetap dekat denganmu. Jika saja tidak dicegah, maka dia akan selalu minta untuk bersamamu."

Farida tersenyum kecut. Dia lantas melepaskan mukenanya dan melipat. Menatap ke arah Maulana yang terlihat pulas dan damai.

"Dia selalu bertanya kapan Ibu Ida akan membawa Ayah ganteng untuk datang dan melakukan pernikahan?"

Farida tampak terkejut mendengarnya. "Ya, dia selalu bertanya kapan aku akan menikah. Dia juga bercerita ingin punya ayah yang kaya dan tampan."

"Apakah ayahnya kurang tampan sehingga menyuruhmu untuk cari ayah lain lagi?"

"Uda Erick itu tampan."

"Tampan darimananya. Dia itu dibawah rata-rata. Wanita lain tidak akan ada yang mau kecuali dirinya. Inilah mengapa Maulana selalu bertanya lucu padaku."

"Bertanya apa, Kak?"

"Bertanya siapa sebenarnya ayahku, dia tidak percaya kalau Erick adalah ayah kandungnya karena wajah mereka berbeda. Dari kulit juga sudah terlihat jelas kalau suamiku itu berwarna gelap sedangkan Maulana putih."

Farida tertawa mendengar cerita itu.

"Lalu Kakak jawab apa?"

"Untung saja kulitku ini putih kan, Da? Sehingga aku jelaskan jika warna kulitny menurun dariku. Eh dia tanya lagi, katanya Bu guru wajah ayah dan ibu akan menuruni anaknya. Kenapa hidung dia mancung sedangkan hidung kami kok kecil sebesar kulit kacang yang ditempel, katanya." Jelas Uyun panjang lebar.

"Ya, Tuhan, aku tidak mengira dia akan sepintar itu."

"Dia sangat kritis dan pintar. Dia bahkan bertanya kenapa dia harus mengganti panggilan untuk dirimu. Dia tidak suka memanggilmu dengan sebutan Tante. Dia ingin tetap memanggilmu, Ibu."

"Itu tidak boleh dilakukan karena akan sangat berbahaya."

"Aku tahu itu, Farida. Misi mu adalah masa depan Maulana."

Farida menganggukkan kepala.

"Karena itu kau harus bertahan. Biarlah Maulana aku yang mengatasi. Kau cukup urus bos gila itu."

"Dia pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkannya melupakan diriku."

Uyun menutup mulutnya. "Aku kira, dia melupakanmu karena dia sibuk dengan keluarganya?"

"Entahlah, jawab Farida lesu. Teringat kejadian traumatis yang dia alami dulu.

"Kalau begitu, datangi kantornya lagi besok ya dan buat dia jatuh cinta. Ingat dia harus jatuh cinta padamu terlebih dahulu. Jika ini sudah dilakukan maka rencana ke depan akan lebih mudah."

"Baiklah. Namun,kalian harus tolong aku jika ada penyerangan berlebih," ujar Farida.

"Tenang saja kami akan selalu ada untukmu. Kau hanya perlu melakukan itu agar jiwa ibumu tenang dan hatimu merasa damai," lanjut Uyun.

"Aku akan membalas kematian ibuku. Setelah itu aku baru akan bahagia melihat kehancuran orang itu*