Sebuah rasa yang sudah ada sejak lama. Yang menjadikan rasa itu kini ada di dalam satu ikatan. Ikatan sah pernikahan. Namun sayang, entah apa masalahnya, kini, orang yang dulu begitu memperhatikan dirinya malah menjadi jauh dari pandangan nya. Jauh dari hatinya.
Alika Giska Anugrah, wanita cantik berusia 25 tahun, wanita yang mandiri yang sudah memiliki usaha sendiri itu harus mau di jodohkan dengan Malik, anak dari sahabat orangtuanya. Lagipun, Giska pun sudah memiliki rasa yang bisa di sebut cinta. Dari itulah, Giska sangat setuju dan mau untuk menikah dengan Malik.
Tapi, siapa sangka, Malik yang dulu selalu mengalah padanya. Kini, malah berbanding terbalik. Setelah menjadi suami dari Giska, Malik malah jadi orang yang pendiam dan bahkan tak mau menyentuh Giska.
Kira-kira, apakah alasan Malik? Sampai menjadi pria yang dingin dan tak tersentuh?! Yuk baca! 😁
Kisah anak dari Anugrah dan Keanu--> (Ketika Dua Anu Jatuh Cinta)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuli Fitria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Sebuah harapan besar ada di genggaman. Ia sangat berharap kalau hasilnya memuaskan dan bisa membawa sang istri kembali. Kini, pemuda 27 tahun itu tengah bersimpuh di atas sajadah. Memohon pada Sang Kuasa agar di berikan kemudahan, dan diberikan jawaban sesuai keinginan
Seusai shalat ia lantas kembali ke warung. Ia sengaja shalat di masjid yang letaknya tak jauh dari kedai, agar lebih khusyuk. Bibirnya tersenyum, entah kenapa dalam hatinya mengatakan kalau Shaki bukanlah anaknya. Ia sangat berharap itu.
Dalam langkahnya yang tak terlalu terburu-buru, ia seperti melihat seseorang yang ia kenal. Lantas, ia mempercepat langkah menuju seseorang yang ia lihat. Namun sayang, saat sudah hampir dekat, seseorang yang seperti mirip dengan sahabatnya itu sudah pergi dengan sepeda motor.
Sayang sekali dirinya ke masjid dengan jalan kaki, seandainya saja dia menggunakan motor Mika, jelas ia bisa mengejar seseorang yang ia curigai itu.
"Tapi, masak ia dia di sini," gumamnya sembari menoleh ke kanan dan ke kiri. Namun setelahnya ia melanjutkan kembali langkahnya menuju kedai.
..._-_-_-_...
Malam harinya ia ditemani sang adik di rumahnya. Lebih tepatnya rumah Giska. Ia sengaja minta Mika tidur di sana, karena ia masih butuh teman untuk ngobrol. Karena untuk ngobrol dengan sang istri lewat ponsel rasanya masih belum siap. Ia ingin mengabarinya nanti, saat semuanya sudah jelas. Baik buruknya jawaban.
"Mas!" panggil Mika.
"Apa," jawab Malik dengan menghembuskan asap rokok ke udara. Ya, keduanya tengah merokok di teras sembari me nik ma ti kopi hitam. Dua paduan yang pas. Menurut para pecinta kopi hitam dan rokok.
"Mas Dimas, sudah pulang ya?" tanya Mika.
"Sudah," jawab Malik. "Ibunya kangen, sudah lama dari Kalimantan, tapi nggak sampai-sampai.
Mika mengangguk. "Kamu nggak rindu apa, sama Giska?" tanyanya.
"Ya rindu, Ka. Sama bojo, ya jelas rindu," jawab Malik. "Aku rindu cerewetnya."
Mika mengangguk. "Lah, terus kenapa nggak mau telepon."
Malik mengambil gelas yang berada di sebelahnya. Menyesap kopinya dan membuang puntung rokok lalu menginjaknya. Menaruh kembali gelas ke tempat semula, kopinya tinggal separuh tapi puntung rokok di bawah kakinya sudah banyak.
"Aku tuh sebenernya takut, Ka. Aku sengaja memberi ruang untuknya di sana untuk bahagia. Seenggaknya mempersiapkan hati, agar nanti kalau jawabannya tidak mengenakan dia sudah punya ancang-ancang," kata Malik menjelaskan.
"Aku nggak mau, teleponan terus dia merasa lebih nyaman. Lalu, kita harus saling menjauh bahkan berpisah karena hasilnya__" Malik tak melanjutkan kalimatnya.
Mika menepuk pundak sang kakak. "Sabar, Mas. Aku yakin doa kalian di dengar dan di kabulkan."
"Aamiin," jawab Malik.
"Yang masih aku heran, lalu siapa yang itu," Mika menggaruk kepalanya. "Anu-anu ke mbak Sarah," ucap Mika dengan bingung.
"Ya embuh. Aku juga bingung. Masak iya sudah di ituin, terus di bawa ke aku," ucap Malik dengan menerawang jauh. Membayangkan bagaimana bisa seperti itu. "Ini semua masih tanda tanya besar. Pokoknya aku harus ketemu sama Laras, aku pengin tahu jawabannya."
"Setuju, Mas. Kalau nggak ada teman sama aku saja," ucap sang adik menyemangati.
"Eh, tapi Shaki kok mirip kamu sih," ujar Malik bercanda.
"Ngawur. Kalau mirip aku yo berarti anakmu!" Kesal Mika dengan menonjok lengan sang kakak.
Keduanya lantas tertawa. Ah, lama sekali tidak seperti itu. Tertawa, bercanda. Dulu seperti itu bersama mama-papanya, sekarang keduanya jauh dari orangtua dan bahkan jauh dari orang tercinta.
..._-_-_-_...
Selama dua minggu Malik dan Giska sama sekali tidak berkomunikasi. Sesekali hadir memberikan tanda love di sosial media masing-masing. Suami-istri itu menunggu kabar yang baik. Jadi, keduanya sama-sama tidak ada yang memulai untuk bicara.
Dan hari ini, hasil itu di ambil oleh Mika. Sementara Malik yang tengah sakit di suruh untuk menunggu di rumah. Ya, beberapa hari ini pria itu sakit. Saking banyaknya yang pria itu pikirkan sampai lupa waktu makan. Sampai lupa waktu istirahat. Karena, setiap selesai dari dagangnya di kedai. Ia akan pergi ke mana saja untuk mencari Laras.
Bahkan saat itu, ia sampai di Bandung seorang diri, setiap tempat ia cari. Tak perduli malam yang sepi. Setiap orang ia tanyai, demi bisa mendapatkan keberadaan manusia yang sudah menjebaknya itu.
Malik menunggu dengan tidak sabar, kendati badannya terasa lemas. Namun, ia paksa untuk beranjak dari tempat tidur. Membawa badan yang panas itu untuk duduk di teras. Dengan lengan yang memeluk tubuhnya sendiri, pria itu menggigil. Rasanya kepergian Mika sudah sangat lama. Membuatnya tak sabar jika hanya menunggu di atas ranjang.
Sampai saat mobil miliknya terparkir di depan rumah, ia lantas mendekat. Namun baru selangkah saja, tubuhnya sudah lumbung ke lantai, pria itu pingsan.
"Ya, Allaah!" teriak Mika saat baru membuka pintu mobil. Pria itu lantas turun dan menggoyangkan lengan sang kakak. "Mas! Bangun, Mas. Jangan pingsan," katanya panik.
"Astaghfirullah, di suruh periksa dari kemarin nggak mau. Sekarang kalau sudah seperti ini, apa nggak ngerepotin aku to Mas-Mas." Dengan sekuat tenaga, Mika membawa tubuh panas sang kakak ke dalam mobil. Membaringkan Malik di kursi bagian belakang. Lalu, dengan sigap ia menutup pintu dan kembali masuk ke dalam mobil. Menjalankan kembali kendaraan itu menuju Rumah Sakit terdekat.
Ah, rasanya Mika begitu sedih melihat sang kakak. Badannya semakin kurus, rambutnya sudah panjang melewati telinga di tambah lagi jenggot dan kumis yang sudah tumbuh lupa di cukur. Padahal dia selalu perhatian pada sang kakak. Mengingatkan untuk jangan lupa merawat diri, namun sayang, sang kakak benar-benar tak perduli. Yang di perdulikan hanya hasil tes dan menemukan wanita yang selalu di sebutnya dengan si lu man.
Selama dua minggu ini, Malik bahkan tak pernah menengok Shaki dan Sarah. Urusan keduanya justru kini Mika yang mengurusi. Dari membeli makanan pokok, sampai popok. Kadang-kadang Mika merasa sudah berkeluarga saking bisanya dia belanja semua kebutuhan.
Hingga akhirnya, mobil yang dikendarai Mika sampai di depan IGD Rumah Sakit Pelita. Ia lantas meminta bantuan pada perawat untuk menurunkan sang kakak.
Selagi Malik di periksa, ia lantas menghubungi sang mama. Mau seperti apapun, pada kenyataannya mama Yuni menanyakan keadaan sang putra setiap hari. Hanya saja memang tidak bertanya langsung pada Malik.
Mama Yuni menangis saat mendengar kabar kalau anak pertamanya pingsan dan di bawa ke rumah sakit. Perempuan itu bahkan langsung meminta sang suami untuk menutup warung dan mengantarkan dirinya ke Jakarta. Dia juga langsung memberi kabar pada Anugrah, Keanu juga menantunya-Giska.
Entah seperti apa tanggapan yang lainnya, yang jelas ia sebagai ibu. Tentu tidak ingin sang putra kenapa-napa.
giska boleh nampak effort kamu tu untuk selesaikan masalah
nolong orang justru menyusahkan diri sendiri dan menyakiti keluarga.... hedeeee