Ayah Dari Anakku

Seorang laki-laki dengan rambut panjang duduk dengan santai di sofa panjang. Ia berlonjor sambil menikmati cerutu kualitas terbaik miliknya.

Dihadapannya seorang laki-laki bermata biru menyesap wine miliknya.

"Bagaimana kau menerima tawaranku?" tanya Laki-laki bermata biru itu.

"Hem ... Masih aku pikirkan, Sebentar lagi aku akan menikah dengan Helena. Aku tidak ingin acara itu kacau," jawab Marquis Kang, asap mengepul dari mulutnya.

"Kau bisa tenang, aku tidak akan menyentuh istrimu. Aku sangat membutuhkanmu, kau terlalu berharga untuk duduk diam bersama laki-laki itu, racunmu bisa membuat menjadi orang paling berkuasa. Bukan hanya kacung dafi badut putih itu."

"Hahahaha .... Kau benar Darren Hayes. Baiklah aku akan menerima kerja sama ini, tapi aku tekankan. Akti tidak suka caramu meniru gaya ku, jika kau memang ingin meniru giok naga ku, setidaknya buatlah dari bahan berkualitas jangan plastik murah seperti ini." Marquis melemparkan gelang yang ia dapat dari Helena beberapa waktu yang lalu.

"Jangan khawatir, aku akan melakukannya dengan baik "

Marquis pun bangkit dari duduknya, ia meninggalkan Darren yang sedang menyeringai licik. Ia merasa bangga karena berhasil menjadikan Marquis sebagai pendukungnya.

"Kau akan jatuh, kembali ke tempat sampai di mana kau berasal. Aku bersumpah akan merebut kembali milikku!" Darren meremas kuat gelas wine yang ia pegang hingga remuk.

Sementara itu di tempat lain, seorang istri sedang gelisah menunggu kepulangan suaminya. Lily sedari tadi tak henti berjalan mondar-mandir keluar masuk pintu depan. Sesekali ia duduk di sofa ruang tamu, tetapi tak lama kemudian ia kembali bangkit dan berjalan keluar. Dari teras mansion ia melihat ke arah pagar, berharap mobil hitam yang membawa Aric pergi akan datang.

"Nyonya Anda sebaiknya beristirahat di kamar, saya akan memberi tahu jika Tuan pulang," bujuk Mateo.

Pria paruh baya itu merasa tidak tega melihat majikannya yang terus gelisah.

"Pak, apa Anda tahu perkerjaan Suamiku selain di kantor?"

Mateo menggelengkan kepalanya.

"Tidak Nyonya, saya tidak tahu. Yang saya tahu Tuan adalah CEO dari perusahaan ternama," jawab Mateo.

Maaf Nyonya, saya tidak bisa menjawab pertanyaan Anda. Hanya Tuan yang berhak mengatakan yang sebenarnya.

Lily menatap pria paruh baya itu dengan penuh selidik. Tetapi Mateo tampak tenang, ia sama sekali tidak menemukan kebohongan di mata Mateo, pria itu terlihat sangat tenang.

"Lalu bagaimana dengan Mili? apa Anda tahu sesuatu?"

"Mili adalah seorang gadis yang di pilih Tuan secara khusus untuk menjadi pelayan pribadi Nyonya. Saya yakin Tuan sudah menseleksi gadis itu dengan baik."

Lily menghela nafasnya, bukan itu jawaban yang ia inginkan. Ia ingin tahu tentang markas dan Mili. Namun, sepertinya itu bukanlah hal mudah untuk mengorek informasi dari Mateo.

.

.

.

.

.

"Dalam tiga Hari bawa orang-orang ini pergi." Aric memberikan daftar nama pada Mi

"Baik Tuan!" jawab Mili dengan tegas.

"Baiklah aku akan pergi, jaga markas ini dengan baik. Aku telah meninggal beberapa orang untuk tinggal di sini.

"Berjaga bila serangan itu berulah lagi."

"Terima kasih atas kebaikan Tuan."

"Hem ...."

Aric pun meninggalkan ruangan itu dengan Hakim . Mereka kembali menaikkan Helikopter. untuk kembali.

Semua berjalan lancar saat helikopter di terbangkan. Namun, saat helikopter itu berada di tengah-tengah perjalanan melintasi samudera terjadi kesalahan.

Kepulan asap keluar dari mesin. Hakim mulai tidak dapat mengendalikan kemudi pada besi terbang itu.

"Tuan, mesinnya mati. Saya kehilangan kendali!" Teriak Hakim.

"Lompat!" Hakim mengangguk.

Keduanya melompat ke laut sebelum helikopter itu meledak dan jatuh ke air.

Deg.

Lily memegangi dadanya. Ia merasakan kegelisahan yang teramat sangat. Dadanya sampai terasa sesak dan sakit.

"Apa yang terjadi, ya Tuhan lindungilah Aric," gumam Lily.

Kakinya gemetar ia tak mampu lagi menopang tubuhnya. Lily akhirnya limbung dan tidak sadarkan diri.

"Bunda!" pekik Adam.

Pria kecil itu berlari menghampiri sang bunda yang tergeletak di lantai. Para pekerja yang mendengar teriakan Adam segera menghampiri, mereka segera mengangkat tubuh Lily dan membawa wanita itu ke kamar.

Adam menangis melihat sang bunda tergeletak tak berdaya. Wajahnya terlihat pucat, Mateo memeluk anak kecil itu.

"Nyonya baik-baik saja, dokter akan segera datang," ucap Mateo berusaha menenangkan Adam.

"Apa Bunda sakit Paman? Ayah kemana? Kenapa Ayah nggak ada?" cerca Adam.

"Tuan sedang pergi berkerja, jangan khawatir Tuan Muda, Tuan akan segera pulang."

"Tuan muda tenang dulu ya, Nyonya pasti sedih jika melihat Tuan muda seperti ini."

Adam mengangguk kecil, anak laki-laki itu mengusap air matanya.

"Kalau begitu Tuan muda ganti baju dulu, Tuan muda pasti capek kan baru pulang sekolah."

"Tapi Adam mau sama Bunda," rengek Adam, mata kecilnya menatap lekat pada sang Bunda.

"Iya, setelah membersihkan diri dan mengganti baju Tuan muda bisa kembali menemani Nyonya."

Adam akhirnya menuruti perintah Mateo. Saat Adam membersikan dirinya, Dokter Sam datang. Hari ini dia sudah dua kali datang ke mansion.

Ia segera melakukan pekerjaannya memeriksa Nyonya besar dari mansion ini. Perlahan Lily mulai sadar dan membuka matanya, yang pertama ia lihat adalah seorang laki-laki berambut pirang yang sudah mulai memutih di beberapa bagian.

"Anda sudah bangun Nyonya? Bagaimana perasaan Anda sekarang?" tanya Sam.

"Pusing Dokter," jawab Lily sambil memegang kepalanya yang berdenyut sakit.

Sam tersenyum.

"Ini hal biasa dialami pada trisemester pertama kehamilan Nyonya."

"Ap-Apa?! Hamil?!"

Sam mengangguk kecil. "Iya, Nyonya sedang mengandung. Untuk umur kandungan dan lebih lengkapnya, saya sarankan untuk cek up ke rumah sakit."

"Saya telah menulis resep vitamin yang harus Anda minum, jangan terlalu banyak pikiran. Usahakan Anda selalu bahagia dan hindari stress."

Lily hanya diam, tatapannya kosong tak berkedip. Ia masih belum bisa percaya dia hamil lagi, bagaimana kalau Aric tahu, apakah dia akan senang?

Aric. Di mana suaminya sekarang?

"Nyonya, ini resepnya dan saya pamit undur diri sekarang."

"Baik Dokter, terima kasih.," ucap Lily sambil menerima kertas resep yang Sam berikan.

Sam pun pergi dari kamar Lily. Wanita hamil itu, masih tidak percaya dengan apa yang di katakan dokter tadi.

Semuanya seperti mimpi, baru beberapa bulan dia menyandang status menjadi istri Aric, dan sekarang ia kembali mengandung benih pria itu lagi. Namun, kali ini dengan cara yang berbeda.

Dalam ikatan pernikahan yang sah, dan mereka membuatnya dengan sadar.

"Bunda!" Adam berlari kecil kearah ranjang di mana Lily terbaring.

"Adam, Sayang. Kamu udah pulang sekolah Nak?"

"Udah, Bunda kenapa? Bunda sakit?" Lily menggelengkan kepalanya.

"Bunda baik-baik saja kok, kenapa?"

"Tadi bunda pingsan, Adan takut Bunda sakit." Adam memeluk tubuh sang bunda dari samping.