Dia memilihnya karena dia "aman". Dia menerima karena dia butuh uang. Mereka berdua tak siap untuk yang terjadi selanjutnya. * Warisan miliaran dollar berada di ujung sebuah cincin kawin. Tommaso Eduardo, CEO muda paling sukses dan disegani, tak punya waktu untuk cinta. Dengan langkah gila, dia menunjuk Selene Agueda, sang jenius berpenampilan culun di divisi bawah, sebagai calon istri kontraknya. Aturannya sederhana, menikah, dapatkan warisan, bercerai, dan selesai. Selene, yang terdesak kebutuhan, menyetujui dengan berat hati. Namun kehidupan di mansion mewah tak berjalan sesuai skrip. Di balik rahasia dan kepura-puraan, hasrat yang tak terduga menyala. Saat perasaan sesungguhnya tak bisa lagi dibendung, mereka harus memilih, berpegang pada kontrak yang aman, atau mempertaruhkan segalanya untuk sesuatu yang mungkin sebenarnya ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Berpikir Untuk Ikut Bermain
Saat istirahat sebentar, ketika Chef Margareth keluar untuk menelepon seseorang, Selene memberanikan diri untuk berbicara pada Tom yang sedang mengambil air mineral dari kulkas. “Apakah … ada acara tertentu hari ini? Kenapa kau tidak ke perusahaan?”
Tom menutup pintu kulkas dengan tenang. Matanya, yang tadi terlihat hangat, kini kembali dingin.
“Aku ingin melihat perkembanganmu saja.”
“Apakah itu penting? Maksudku … ini tak sepenting pekerjaanmu di kantor, kan?”
Tom mendekat dan membuat jarak mereka semakin dekat. “Kau penting bagiku, Cara. Kau prioritasku. Jadi, tentu saja aku ingin mengetahui segalanya tentangmu.”
Selene melebarkan matanya, dia tak mengerti maksud Tom. Apakah ini sandiwara atau …?
CUP
Kecupan itu tiba-tiba mendarat di bibir merah Selene yang manis karena karamel. “Sangat manis,” bisik Tom.
Dada Selene berdebar dan kemudian suara Chef Margareth yang berdehem di pintu samping membuatnya tersadar bahwa ini bagian dari sandiwara.
Pasti tadi Tom hanya ingin menunjukkan kemesraan pada Chef itu. Ada rasa kecewa yang besar dalam hati Selene, rasa yang tak seharusnya dia rasakan karena ini memang perannya.
‘Apakah aku bisa melewatinya dalam setahun. Bayangkan, kami akan sering melakukan ini … setahun … bagaimana dengan perasaanku nanti? Apakah akan semakin sakit?’ batin Selene.
“Kita mulai lagi,” kata Chef Margareth.
“Ya,” sahut Selene, hampir berbisik. Lalu dia mengalihkan pandangannya dari Tom yang tersenyum padanya.
‘Apakah dia senang melakukan ini? Seperti sedang mempermainkanku,’ ucap Selene dalam hati.
*
*
Kursus hari itu akhirnya berakhir. Chef Margareth pergi setelah memberikan daftar panjang teori yang harus Selene baca untuk esok hari.
Dapur kembali sunyi, berantakan, dan penuh dengan aroma mentega dan gula yang telah diolah.
Tom sudah beralih ke ruang kerjanya, sedangkan Selene kembali ke kamarnya untuk beristirahat dan berpikir.
Selene bersandar di ranjangnya. Dia menatap ke arah jendela besar kamarnya. Tatapannya menerawang, memikirkan tentang drama pernikahan mereka yang semakin lama semakin mesra sekaligus menyesakkan.
“Apa yang harus kulakukan? Bagaimana jika aku benar-benar jatuh cinta padanya? Ini … salah!” gumamnya. “Dan kenapa dia begitu menikmatinya, seolah aku hanya permainan saja?”
Lalu Selene berdiri dan mondar mandir. “Aku tak boleh terjebak dalam permainan ini. Jika pun aku akhirnya terjebak, maka Tom harus mengalami hal yang sama denganku. Aku tak mau terjebak sendirian dan berakhir menyedihkan.”
“Apa yang harus kulakukan? Apa?” Selene kembali duduk dan memegang kepalanya. Lama dia berpikir, hingga akhirnya kepalanya terangkat kembali.
“Memancingnya! Ya, memancingnya. Dia terlihat cemburu jika aku bersama pria lain. Aku harus memastikan apakah itu memang rasa cemburu yang nyata atau hanya sebuah sandiwara.”
Lalu Selene mengambil ponselnya dan melihat jadwal ke depan. Dua hari lagi dia akan ke pesta gala bisnis menemani Tom.
“Ini waktunya,” bisiknya. “Apakah aku bisa? Pasti bisa.” Selene mengepalkan tangannya seolah sedang menyemangati dirinya sendiri.
Tak lama setelah itu, Selene menelepon Chiara, penata gayanya. “Halo, Chiara. Kau sedang sibuk?”
“Halo, Sayang. Ada apa? Aku sama sekali tak sibuk untuk seoranh Nyonya Eduardo,” balas wanita itu di seberang telepon.
“Maukah kau menemaniku berbelanja besok? Aku … ingin tampil sempurna di pesta bisnis dua hari lagi.” Selene tampak yakin.
“Wow … tentu saja. Aku merasa terhormat karena bisa menemanimu. Besok aku akan ke sana.”
“Tak perlu. Aku akan menjemputmu bersama supir. Terima kasih, Chiara. Sampai bertemu besok.” Lalu panggilan telepon itu berakhir.
terima kasih kak Zarin 😘🙏
jangan biarkan Selene melakukan hal yg kurang pantas hanya karena ingin memiliki bayi ya kak Zarin 😁
tetap elegant & menjaga harga diri Selene, oke
aah lanjuut kak zarin..