Karena kejadian di malam itu, Malika Zahra terpaksa harus menikah dengan pria yang tidak dicintainya.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan bocah bau kencur!" gerutu seorang pria.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan pak tua!" Lika membalas gerutuan pria itu. "Sudah tua, duda, bau tanah, hidup lagi!"
"Malik! mulutmu itu!"
"Namaku Lika, bukan Malik!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pikiran Lika
Lika mencibir melihat sebucket ayam kriuk di atas meja. Tadi kurir mengantar. Ayam kriuk itu kiriman pak tua yang menyebalkan.
"Dia sok-sok perhatian, dia kira aku akan luluh gitu!" ucap Lika dengan nada malas.
Tapi dilihatnya lagi ayam kriuk itu membuat mendadak lapar. Ayam kriuk itu makanan kesukaannya. Mau dibuang kok sayang.
Lika pun memilih melahap ayam kriuk dicocol saus. Rasanya begitu nikmat. Sambil makan, sambil tersenyum mengingat ia telah berbaikkan dengan Boni.
Tapi ia membuang nafas pelan, teringat akan janji untuk membantu Boni mencarikan uang 100 juta.
"Jual ini paling berapa?" ia berniat menjual ponsel yang diberikan Evan. Ponselnya masih baru, tapi kalau dijual harga seken.
"Cincin juga paling dijual 5 juta." ucapnya lagi melihat cincin yang melingkar di jari.
"Tabunganku ada 20 juta. Terus kalau dikumpul semua, 50 juta sepertinya tidak dapat!" Lika pusing sekali menghitung-hitung harta kekayaan miliknya.
Tapi ia sudah berjanji pada Boni akan membantu. Jika Boni sampai di penjara, sama saja rencana indah mereka tidak akan tercapai.
Juga mana mungkin orang tuanya mengizinkan ia menikah dengan mantan nara pidana. Belum lagi, entah berapa tahun Boni dibebaskan. Masa ia harus menunggu selama itu?
"Bagaimana ini?" gerutu Lika kesal sendiri. "Apa gadaikan surat tanah ayah saja?"
Lika segera menggelengkan kepala. Jika sampai melakukan itu, sudah dipastikan ia akan dicoret dari kartu keluarga. Itu bukan ide yang baik.
Satu-satunya harapan hanya Evan. Pak tua itu punya uang 100 juta, uangnya sangat banyak.
"Apa aku curi saja uangnya ya?"
Kepala Lika kini dipenuhi bagaimana mendapatkan uang 100 juta itu.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Evan telah berpakaian rapi dan akan keluar dari apartemennya. Tapi langkah terhenti dengan suara notifikasi masuk.
Pria tampan itu membuka pesan kiriman seseorang. Pesan suara. Suara percakapan istri dengan si jelek itu.
Rahang Evan mengeras, mendengar percakapan keduanya. Keduanya telah berbaikan dan kembali menjalin hubungan.
Tapi tetap saja namanya penipu, hubungan itu alasan saja. Si jelek itu tetap menginginkan uang. Dan anehnya si Lika tetap akan membantu si penipu itu.
"Uang dari mana dia?" Evan jadi bertanya-tanya. Si Malik pernah akan meminjam uang padanya, tapi tidak jadi.
Apa si Malik berniat meminjam lagi padanya, mengingat wanita itu masih marah padanya.
Evan tampak berpikir dan melihat arlojinya. Ia harus segera menjemput Lika, orang tuanya sudah menunggu.
Ia keluar dan melangkah menuju lift, tapi ia melihat seseorang dari balik tembok sedang menelepon.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Evan dengan nada mengintimidasi. Pria dari lantai 35 itu berada di lantai 30.
Evan menebak, jika David sedang memantau Lika.
"A-aku sedang menelepon." David gelagapan, ia jadi ketahuan. Padahal tadi ingin tahu si Baby tinggal di unit berapa dan saat suaminya pergi, ia akan mendatangi dan membawanya pergi.
"Kau memantau istriku?" tanya Evan maju mendekat. Ia tidak suka dengan pria-pria yang dikenal Lika. Satu pun tidak ada yang jelas.
Si Boni penipu dan si David ini seperti pemain wanita.
"Tidak!"
"Jika kau mendekati istriku, aku akan menjebloskanmu ke dalam penjara!" ancam Evan. Ia mencengkam kerah kemeja David.
David menghempas tangan Evan dan berlalu pergi. Ia tidak mau berurusan dengan polisi, ia bisa tertangkap nantinya.
'Sepertinya harus pindah!' batin Evan. Ada ketakutan jika tiba-tiba Lika dibawa pria mesum itu. Si Malik dalam bahaya.
Tak lama, Evan sampai di rumah. Ia membuka pintu dan melihat Lika sedang di dapur. Tumben wanita itu sudah bersiap, biasanya harus menunggu lama untuk berdandan.
Lika yang sedang minum itu melengos melihat Evan. Rasa kesal menghampiri.
"Ayo pergi, papa dan mama sudah menunggu!" setelah mengatakan itu, Evan berlalu lebih dulu.
Lika mendengus dan melangkah. Tidak lupa mengunci pintu dan langkahnya terhenti saat melihat Evan.
"Naiklah!" pinta Evan. Ia membuka pintu mobil untuk sang istri.
Malas berdebat, Lika naik saja ke mobil dan setelah menutup pintu Evan naik dari pintu lainnya.
Evan melajukan mobil dengan kecepatan sedang membelah jalanan malam. Ia melirik sekilas Lika yang diam saja. Di dalam mobil tidak ada yang bersuara.
Tak lama mereka sampai di rumah orang tua Evan. Lika disambut oleh papa dan mama. Kedua orang tuanya sudah menyayangi wanita labil itu.
"Ayo kita makan. Mama masak banyak untuk kamu." ucap mama sambil membawa masuk menantunya.
"Terima kasih, ma." Lika jadi sungkan, mama sangat baik padanya.
Lika di dapur membantu mama menyiapkan meja makan, meski mama menyuruh untuk diam saja dan tidak usah melakukan apapun, tapi dilakukannya saja.
Lagian menyiapkan meja makan bukan pekerjaan yang berat.
Sambil melakukannya sambil melirik pak tua yang tampak bicara serius pada papa. Entah apa yang mereka bicarakan.
'Apa aku pinjam uang papa saja?' batin Lika tiba-tiba terbesit.
Evan saja punya uang banyak, apa lagi papanya kan.
Papa juga baik padanya, yakin sekali pasti diberikan. Tapi Lika menggeleng segera, jika ditanya alasan uang itu untuk apa, apa yang mau dijawabnya coba?
Untuk membantu kekasihku yang sedang kesulitan?
Tidak mungkin akan diberikan.
"Lika, Evan baikkan sama kamu?" tanya mama ingin tahu. Takut jika menantunya tertekan batin.
"Hah? Ba-baik, ma. Om Evan baik, ma." jawab Lika dengan gugup.
Sebenarnya Evan itu tidak baik, ia menghancurkan hubungannya dengan Boni. Tapi tidak mungkin memberitahu pada mertuanya.
Tak lama mereka makan malam bersama. Tadi Lika sempat mengambilkan untuk suaminya, karena segan pada kedua orang tua Evan.
Dan Evan sedikit senang dengan perlakuan Lika. Walaupun tahu itu terpaksa.
"Lika, apa kamu mau kuliah?" tanya papa. Menantunya ini masih sangat muda. Ia tidak masalah jika ingin melanjutkan pendidikan.
Lika menggeleng cepat. Ia tidak mau kuliah yang berarti harus belajar lagi.
Dulu saja ia berharap segera tamat sekolah, karena kepalanya pusing belajar terus.
"Tidak usah, pa." tolak Lika dengan sopan.
Evan di sampingnya hanya memperhatikan. Jadi menebak jika si Malik itu tidak suka belajar.
Setelah hampir menunjukkan pukul 10 malam, pasangan itu pun memutuskan pulang.
Di perjalanan Lika diam dan memikirkan orang tua Evan yang begitu baik dan bisa menerima dirinya.
Bagaimana nanti jadinya setelah resepsi pernikahan? Saat mengatakan tentang perceraian?
Apa mereka akan tetap baik padanya?
Terus apa nanti orang tua Boni bisa menerima dirinya dengan status janda ini?
Lika mendadak pusing memikirkan semua. Dan makin pusing saat kembali memikirkan uang 100 juta untuk membantu Boni.
Wanita mungil itu melirik pria di sampingnya. Pak tua itu sekarang irit bicara, biasanya selalu buat marah dan berdebat.
"Om," panggil Lika.
"Aku masih marah padamu loh!" ucap Lika dengan nada merajuk.
"Aku minta maaf. Tapi pacarmu itu bukanlah pria baik."
Lika mendengus. Minta maaf tapi tetap saja menjelekkan Boni.
"Aku akan memaafkanmu, tapi pinjam 100 juta." ucap Lika tidak mau berdebat. Pikirannya kini bagaimana harus menyelamatkan Boni. Tidak mau pria terkasihnya di penjara.
"Tidak usah pinjam, akan aku berikan." ucap Evan. Ia yakin Lika meminjam untuk membantu si jelek itu, jadi akan diberikannya.
Lika mengulum senyum, ia seperti mendapat angin segar. Boninya tidak akan di penjara dan mereka dapat mewujudkan rencana masa depan yang indah.
"Kapan akan diberikan?" tanya Lika. Itu yang terpenting.
Evan melihat sekilas ke sebelah dan kembali fokus pada jalanan.
"Setelah kamu tidur denganku,"
.
.
.
koq aki gemes banget ya 🤣🤣🤣🫣
semangat Om Evan membuat Lika cinta sama kamu 😁
bohong pasti akan km tutup kebohongan yg lain akan sikap Malik g akan dewasa" malik.