Terpaksa Menikahi Duda
Seorang wanita senyum-senyum menatap ponselnya. Ia begitu puas melihat saldo atmnya.
"Berapa gajimu, Lika?" Tanya Ratna sambil mengambil tas di dalam lokernya.
"Ada deh." Jawab Lika dengan senyum mengambang bak sedang iklan pasta gigi.
Ratna mencibir, ia yakin Lika dapat gaji yang besar. "Pasti banyak gajimu!"
"Iya dong! Namanya aku rajin lembur." Jawab Lika. Ia memang yang selalu bersemangat saat lembur, karena otomatis gajinya akan bertambah.
Lika menyimpan ponsel dan mengambil tasnya, ia akan bersiap pulang.
"Besok siapa yang bisa lembur?" Tanya sang mandor yang tiba-tiba masuk.
"Lika bisa lembur, pak!" Mengangkat tangan sambil berucap penuh semangat.
Ratna menggeleng melihat sang teman. Mendengar lembur begitu bersemangat.
Sang mandor melihat ke arah Lika dan menggeleng. "Yang lain, jangan Lika terus. Nanti cepat kaya dia."
Lika jadi memanyunkan bibirnya mendengar itu. Padahal ia bekerja keras bukan untuk cepat kaya, tapi untuk modal nikah.
Sang mandor tidak mau setiap lembur, Lika-Lika terus yang lembur. Gantian dengan yang lain. Tapi,
"Sari?"
"Besok saya ada undangan, pak."
"Meta?"
"Besok 40 hari nenek, pak."
"Ratna?"
"Mau bawa kucing saya usg, pak."
"Juli?"
"Tidak sanggup, pak."
"Lia?"
"Maya?"
"Rima?"
Sang mandor membuang nafas dengan kasar, banyak yang tidak bersedia lembur. Ia melihat Lika yang tersenyum lebar, seolah sudah mengerti saja.
"Besok kamu lembur!" Tak ada pilihan lain, terpaksalah wanita itu lagi.
"Siap, pak!" Lika menjawab dengan semangat 45.
Malika Zahra seorang wanita muda yang berusia 20 tahun. Ia bekerja di sebuah pabrik bagian packing kemasan. Memulai bekerja sejak lulus SMA hingga sekarang. Sudah sekitar 2 tahun lebih.
Lika harus menyisihkan sebagian gajinya untuk modal menikah. Ia dan kekasihnya akan sama-sama berjuang untuk masa depan mereka.
Makanya Lika sangat bersemangat kerja bahkan lembur agar ia bisa mencukupi semua. Kebutuhannya, modal menikah, memberikan pada orang tua dan sebagian di tabung untuk menjadi pegangannya.
"Boni!" Lika melambaikan tangan melihat sang kekasih hati di parkiran. Kekasihnya itu menjemputnya.
"Mau jemput kok nggak bilang-bilang sih?" Tanya Lika setelah menghampiri. Ia tersenyum manis pada pria itu.
"Kebetulan aku lagi libur hari ini, Ka. Ayo, kita pulang." Ucap Boni seraya memakaikan Lika helm.
"Kok langsung pulang?" Tanya Lika merasa tidak rela. Mereka baru juga bertemu setelah hampir sebulan tidak bertemu.
Kesibukan di antara mereka yang membuat tidak selalu bisa bertemu. Mereka bertemu sebulan sekali.
"Jadi mau ke mana?" Tanya Boni dengan suara lembut lalu menggenggam tangan Lika.
"Kita makan dulu ya." Ucap Lika. Ia ingin lebih lama dengan sang kekasih.
"Tapi, Lika. Aku belum gajian. Kan tidak mungkin pakai uang tabungan kita." Ucap Boni memasang wajah sedih.
Lika menggeleng segera. "Aku yang traktir."
Tak lama kini mereka berada di sebuah kafe. Mereka sedang makan dengan lahap sambil bercerita ketawa ketiwi.
"Aku ingin kita terus bertemu. Tapi kamu tahu-"
"Aku mengerti." Sela Lika cepat. Ia memahami situasi mereka.
Mereka sama-sama saling bekerja keras untuk masa depan. Makanya bertemu hanya sebulan sekali. Kata Boni dengan begitu bisa mengirit pengeluaran juga.
"Oh iya. Sudah aku transfer ya." Ucap Lika kini menunjukkan bukti transaksi dari ponsel pada Boni.
Boni melihat nominal transaksi dan sedikit kecewa, tapi segera ia kondisikan wajahnya. Jangan sampai Lika melihat ekspresinya.
"Aku yakin tahun depan kita akan menikah." Ucap Boni sambil mengelus kepala Lika.
Lika begitu senang mendengarnya. Dulu saat pertama kali jadian, Boni merencanakan tabungan masa depan. Setiap bulan keduanya harus mentransfer sejumlah uang ke rekening bersama. Ya rekening bersama namanya, tapi atas nama Boni.
Rencana menabung selama 3 tahun dan Boni yakin uang yang mereka tabung cukup untuk semua. Pesta pernikahan yang diimpikan Lika. Walau bukan pesta pernikahan layaknya seorang princess, tapi Lika ingin ada pesta pernikahan. Ia ingin memakai gaun pengantin.
Kini hubungan mereka sudah berjalan 2 tahun. Dalam satu tahun ke depan, rencana mereka akan segera terwujud.
"Lika." Panggil Boni pada Lika yang melamun.
"Iya." Jawab Lika kembali tersadar.
"Aku ingin kita segera menikah dalam 4 bulan mendatang. Jadi mari kita tambah tabungan kita jadi 3 kali lipat dari biasanya." Saran Boni dengan wajah serius.
"3 kali lipat?" Tanya Lika. Gajinya itu harus dibagi-bagi. Jika ditabung 3 kali lipat ia tidak bisa menabung dan memberi pada orang tuanya.
"Iya, 3 kali lipat. Jadi kita bisa lebih cepat menikah. Aku ingin kita segera bersama, tidak seperti ini yang bertemu hanya sebulan sekali." Jelas Boni sambil membuang nafas yang terasa berat. Seolah tidak bisa menahan kerinduan terus menerus.
"Tapi, aku tidak punya uang jika harus menabung sampai 3 kali lipat." Ucap Lika dengan nada lemah.
"Kamu bilang selalu lembur, masa tidak punya uang?" Boni mempertanyakan pendapatan Lika. Ke mana gajinya itu pergi?
"Memang lembur, tapi uangnya kan aku bagi-bagi." Ucap Lika. Ia harus bisa mengatur keuangan.
"Bagi-bagi ke mana?" Tanya Boni ingin tahu.
Lika menjelaskan bagi-bagi yang dimaksudnya. Untuk kebutuhan dirinya, memberi orang tua, tabungan bersama mereka dan tabungan pegangannya.
Boni mengangguk mengerti akan penjelasan Lika.
"Kamu selalu memberi orang tua?" Tanya Boni kembali. Ini harus meluruskan.
Lika mengangguk. "Tiap gajian aku selalu kasih bunda."
"Kamu kasih bunda tidak usah tiap bulan, 3 bulan sekali saja." Saran Boni. Jadi Lika bisa menambah tabungan mereka.
Lika tampak berpikir. Ia kini sudah kerja, jadi ingin memberi uang untuk orang tua dengan gajinya. Walaupun ayahnya masih mampu, tapi Lika tetap ingin memberi.
"Tidak bisa. Aku kan sudah kerja sekarang, jadi aku ingin memberi juga."
"Tapikan tidak perlu memberi tiap bulan juga."
"Tapikan aku makan tiap hari-"
"Itukan sudah kewajiban mereka." Ucap Boni menyadarkan. Tidak perlulah Lika membalas budi orang tua. Anak bukan investasi.
"Sebelum menikah aku akan tetap memberi pada orang tua." Ucap Lika masih bersikeras. Ia sadar kemungkinan setelah menikah, ia tidak bekerja lagi dan tidak bisa memberi orang tua. Makanya sebelum menikah ia ingin tetap memberi dari hasil keringatnya.
Boni membuang nafas perlahan, "Terserah kamu saja."
Lika melihat Boni yang berwajah masam. Lalu ia meraih ponselnya dan menekan-nekan.
"Itu sudah aku transfer 4 juta lagi." Ucap Lika. Ia mentransfer dengan uang di tabungannya. Tidak mau sang kekasih marah padanya. Ia tahu niat Boni hanya ingin pernikahan cepat terlaksana. Ingin yang terbaik untuk mereka.
Boni tersenyum setipis tisu. Hari ini Lika mentransfer 6 juta ke rekeningnya.
"Bulan depan aku akan transfer 6 juta lagi." Ucap Lika yang akan menuruti rencana Boni. Ia ada tabungan dan itu yang akan dikirim ke tabungan bersama mereka.
Boni pun tersenyum dan mengelus kepala Lika. "Baiklah."
Melihat senyuman Boni, Lika ikut tersenyum. Sedikit lega kekasih hatinya tidak marah lagi.
"Berarti dalam 4 bulan lagi kita akan menikah?" Tanya Lika memastikan. Tak sabar menunggu hari itu tiba.
Boni mengangguk mengiyakan.
"Jadi kapan kamu bawa aku menemui orang tuamu?" Tanya Lika. Ia ingin bertemu calon mertua. Selama ini Boni bilang orang tuanya berada di kampung.
"Secepatnya."
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Lanjar Lestari
apa Lika di bodohi Boni masa mau nikah Lika ketemu irtu Bonu aja blm apa Bini sdh punya istri/kekasih yg lain dan Bonu hanya manfaatin Lika,cibta buta sm Boni dan bodohnya Lika nurut aja.
2025-05-03
0
Miss Typo
Lika oh Lika kau dibutakan oleh yg namanya cinta. Boni tuh membodohi mu Lika, pasti uangnya dia pakai untuk kepentingan dia sendiri. dah geram dari awal baca gregetan
mampir thor
2025-05-02
0
Anna Kusbandiana
"🎶🎵oh tuhan...kucinta dia, kusayang dia...rindu dia...🎵🎶"...
jangan sampai dia menghanatiku, Tuhan....
2025-05-01
0