Sinopsis "Alien Dari Langit"
Zack adalah makhluk luar angkasa yang telah hidup selama ratusan tahun. Ia telah berkali-kali mengganti identitasnya untuk beradaptasi dengan dunia manusia. Kini, ia menjalani kehidupan sebagai seorang dokter muda berbakat berusia 28 tahun di sebuah rumah sakit ternama.
Namun, kehidupannya yang tenang berubah ketika ia bertemu dengan seorang pasien—seorang gadis kelas 3 SMA yang ceria dan penuh rasa ingin tahu. Gadis itu, yang awalnya hanya pasien biasa, mulai tertarik pada Zack. Dengan caranya sendiri, ia berusaha mendekati dokter misterius itu, tanpa mengetahui rahasia besar yang tersembunyi di balik sosok pria tampan tersebut.
Sementara itu, Zack mulai merasakan sesuatu yang belum pernah ia alami sebelumnya—ketertarikan yang berbeda terhadap manusia. Di antara batas identitasnya sebagai makhluk luar angkasa dan kehidupan fana di bumi, Zack dihadapkan pada pilihan sulit: tetap menjalani perannya sebagai manusia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MZI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Hampir Terlambat Karena Kesiangan
Jam 07.00 pagi
Di kamar Elly, suasana masih hening. Gadis itu masih tertidur pulas, wajahnya terlihat damai meskipun rambutnya sudah acak-acakan ke segala arah.
Tiba-tiba, suara ketukan pintu terdengar.
"Elly, bangun, nak," suara lembut ibunya terdengar dari luar.
Elly hanya menggeliat sedikit dan menarik selimutnya lebih erat.
Tak lama, suara ayahnya terdengar dari ruang tamu. "Apakah kamu ingin libur sekolah? Sudah jam 7 ini."
"HAH?!!"
Dalam sekejap, mata Elly terbuka lebar. Ia langsung duduk tegak, jantungnya berdegup kencang.
Jam 7?! Astaga, aku kesiangan!
Dengan panik, ia langsung melompat turun dari tempat tidur. Rambutnya yang sudah berantakan malah semakin kusut saat ia mencoba mencari seragamnya dengan terburu-buru.
Ibunya yang sudah masuk ke dalam kamar terkejut melihat putrinya yang panik. "Kenapa nggak bangun lebih awal? Semalam tidur jam berapa?"
Elly yang sedang mencoba mengganti bajunya mengerucutkan bibir. "J-jam... dua belas lewat..."
Ibunya melipat tangan di dada. "Makanya jangan terlalu larut. Sudah, cepat mandi!"
Tanpa menjawab lagi, Elly langsung berlari ke kamar mandi. Ia nyaris tergelincir di depan pintu, tapi berhasil menyeimbangkan diri sebelum jatuh.
15 menit kemudian
Elly keluar dari kamar mandi dengan rambut setengah basah dan seragam yang belum tersusun rapi. Ia masih mengancingkan kemejanya sambil berjalan keluar kamar.
"Duh, mana sempat sarapan lagi!" katanya sambil menghempaskan tubuh ke sofa.
Saat ia sedang memakai kaos kakinya dengan terburu-buru, ibunya datang membawa roti isi. "Bawa ini aja, makan di jalan."
Elly yang masih sibuk memakai sepatu langsung meraih roti itu dengan satu tangan. "Makasih, Bu!"
Ayahnya yang duduk santai di ruang makan mengangkat alis. "Biasanya kamu rajin bangun pagi, kenapa hari ini kesiangan?"
Elly mengerutkan wajah. "Eh... anu... semalam aku terlalu banyak mikir..."
Ayahnya menyesap kopinya. "Terlalu banyak mikir tentang apa?"
Elly membeku sejenak.
Dari belakang, ibunya ikut bertanya, "Iya, memangnya apa yang dipikirin?"
Wajah Elly seketika memanas. Dalam benaknya, sosok Zack langsung muncul, terutama senyumnya yang menyebalkan.
Astaga, aku nggak bisa bilang ini gara-gara Zack!
Dengan panik, Elly langsung berdiri. "Ah, udah nggak sempat ngobrol, aku berangkat dulu ya! Dadah!"
Sebelum ayah dan ibunya sempat bertanya lebih lanjut, Elly sudah berlari keluar rumah sambil menggigit rotinya.
Ayah dan ibunya saling bertukar pandang.
"Kelihatan jelas banget anak kita lagi kasmaran," ujar ayahnya santai.
Ibunya terkekeh. "Iya, pasti semalam dia kepikiran soal Zack."
Mereka berdua hanya bisa tersenyum, merasa bahwa putri mereka akhirnya mulai tumbuh dewasa dan mengenal cinta.
---
Di dalam mobil menuju sekolah
Elly duduk di kursi belakang dengan wajah kusut. Roti yang diberikan ibunya sudah hampir habis, tapi pikirannya masih belum bisa fokus.
Sial... kenapa sih aku harus kepikiran Zack sepanjang malam? Gara-gara dia, aku sampai nggak bisa tidur, terus kesiangan...!
Supir pribadinya, Pak Andi, yang sudah biasa mengantar Elly ke sekolah melirik lewat kaca spion. "Nona Elly kelihatan capek, tadi malam begadang ya?"
Elly tersentak. "Eh? A-aku?"
Pak Andi tersenyum tipis. "Iya, wajahnya seperti kurang tidur."
Elly buru-buru membenahi rambutnya yang masih sedikit berantakan. "Ahaha... nggak juga, kok! Cuma... semalam banyak tugas!"
Pak Andi mengangguk pelan, tapi jelas tidak sepenuhnya percaya. "Begitu ya."
Elly memalingkan wajahnya ke luar jendela, berharap topik pembicaraan berhenti di situ. Namun, pikirannya malah kembali ke kejadian kemarin—dari cara Zack menggoda dirinya, cara Zack tersenyum, bahkan cara dia membelikan cemilan seolah-olah ini adalah kencan.
Tanpa sadar, Elly senyum-senyum sendiri.
Pak Andi yang masih bisa melihatnya dari kaca spion mengangkat alis.
"Kelihatannya Nona Elly sedang jatuh cinta ya?"
"Hah?!"
Elly langsung tersedak udara dan hampir batuk. Wajahnya memerah seketika, seakan habis disiram air panas.
"Eng-enggak kok, Pak!" katanya tergagap. "Mana ada!"
Pak Andi terkekeh pelan. "Oh, begitu ya? Kalau saya nggak salah ingat, kemarin saya juga mengantar Nona Elly dan Tuan Zack jalan-jalan, kan?"
Elly langsung menutup wajah dengan kedua tangannya. "Pak Andiiii, jangan ngomong kayak gitu! Itu bukan kencan!"
Pak Andi hanya tersenyum penuh arti. "Saya nggak bilang itu kencan kok, Nona Elly yang bilang sendiri."
Elly mengerang frustasi. Ya ampun, kenapa aku malah masuk jebakan sendiri?!
Mobil akhirnya berhenti di depan gerbang sekolah.
"Nona Elly, hati-hati di sekolah," kata Pak Andi dengan nada menggoda.
Elly mencibir. "Iya, iya, Pak, makasih."
Ia buru-buru turun dari mobil dan berjalan cepat masuk ke sekolah. Tapi perasaan malunya belum hilang.
Sial! Bahkan Pak Andi aja bisa tahu aku lagi kepikiran Zack! Apa aku segitu kelihatan bangetnya?!
Dan yang lebih parah lagi, ia masih harus bertemu Zack hari ini!
Astaga... aku harus menghindar darinya!
---
Di depan kelas, Elly masih kepikiran omongan Pak Andi.
Sial! Bahkan Pak Andi aja bisa tahu aku lagi kepikiran Zack! Apa aku segitu kelihatan bangetnya?!
Elly menggelengkan kepala keras-keras dan mencoba mengusir pikiran itu. Namun, begitu dia masuk kelas, matanya langsung bertemu dengan Zack yang sudah duduk santai di kursinya.
Zack menaikkan alis, lalu tersenyum kecil. "Pagi, Elly."
"Kyaa!"
Elly refleks mundur selangkah dan berbalik badan. Tidak! Aku belum siap melihat dia lagi setelah kemarin!
Rina yang baru saja datang memandang Elly dengan bingung. "Lho, kenapa kamu tiba-tiba kabur?"
Zack tertawa kecil. "Kurasa dia masih malu setelah 'kencan yang tidak diakui' kemarin."
Elly langsung menoleh dengan ekspresi panik. "Itu BUKAN kencan!"
Rina mengedipkan mata iseng. "Oh, jadi kamu kepikiran itu kencan juga?"
Elly membeku.
Astaga, kenapa aku terus masuk perangkap orang-orang hari ini?!
Zack tertawa lebih keras. "Jadi kamu juga berpikir begitu?"
"TIDAK!" Elly buru-buru berlari ke tempat duduknya dan menutupi wajah dengan buku.
Zack hanya menyeringai puas. "Lucu banget sih reaksimu, Elly. Aku jadi makin pengen menggoda kamu tiap hari."
Rina yang duduk di dekatnya tertawa sambil menepuk pundak Zack. "Hati-hati, Zack. Nanti Elly bisa benar-benar kabur ke luar negeri kalau kamu terus menggoda dia!"
Zack tersenyum tipis, lalu menyandarkan punggung ke kursi. "Dia boleh kabur, tapi aku akan selalu menemukannya lagi."
Elly mengerang frustasi di balik bukunya. Kenapa sih aku harus bertemu orang seperti Zack?
---
Elly terus menutupi wajahnya dengan buku, berharap Zack berhenti menggoda.
Namun, suara Zack tetap terdengar santai. “Jangan sembunyi terus, nanti aku kira kamu beneran naksir aku, lho.”
"HAA?!"
Elly langsung menurunkan bukunya dan melotot ke arah Zack. "Kamu ngomong apa, sih?! Aku nggak—"
Zack tertawa kecil. "Tenang aja, aku tahu kok. Kamu masih malu buat mengakuinya."
Elly terdiam.
Jantungnya berdebar kencang, dan ia benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Rina yang duduk di dekat mereka memperhatikan Elly dengan senyum penuh arti.
“Aku nggak ngerti,” kata Rina dengan nada jahil, “kenapa malah aku yang ikutan salting?”
Elly menoleh cepat ke arah Rina dengan wajah merah padam. "Lah, kok kamu yang salting?!"
Rina tertawa kecil. "Soalnya rasanya kayak lagi nonton drama romantis langsung di depan mata!"
Elly merasa ingin menghilang ke dalam tanah.
Zack menyeringai. "Yah, kalau Rina juga salting, berarti auraku memang luar biasa, ya?"
Rina mengangguk pura-pura serius. “Benar juga.”
Elly menyikut lengan Rina dengan gemas. “Jangan ikut-ikutan Zack!”
Zack tertawa lebih keras. "Elly, kamu makin lucu tiap aku goda. Aku jadi semakin ingin datang ke rumah calon istriku di masa depan."
Elly membeku lagi.
Rina menutup mulutnya, menahan diri agar tidak berteriak.
“Zack…” Rina memandangnya dengan mata berbinar penuh antusias. “Kamu serius?”
Zack tersenyum santai. "Kalau aku bilang iya, kenapa?"
Rina menarik napas dalam. Lalu, dengan ekspresi penuh arti, ia berkata, "Kalau begitu, jaga Elly baik-baik, ya. Jangan sampai menyakiti dia."
Elly menganga.
"Rina?!"
Tapi Rina hanya tersenyum misterius.
Zack mengangguk pelan, wajahnya masih menyimpan sedikit keseriusan. "Tentu saja. Aku nggak main-main."
Elly merasa kepalanya berputar.
Ia menggelengkan kepala kuat-kuat dan menunduk dalam-dalam, berharap bisa menghilangkan panas di wajahnya. Ini… mimpi, kan?
---
Elly mengangkat wajahnya dengan ekspresi serius, meskipun wajahnya masih merah padam.
“Kita ini masih sekolah, Zack…” katanya, berusaha terdengar tegas. “Aku juga punya cita-cita. Aku ingin kuliah, mengejar impianku menjadi dokter. Jadi…”
Zack mengangkat alis, menunggu lanjutannya dengan santai. “Jadi…?”
Elly menghela napas panjang. “Jadi, jangan bercanda soal perasaan seperti ini. Aku nggak mau terganggu oleh hal-hal yang… yang…”
“Yang romantis?” Zack melengkapi kalimatnya sambil tersenyum kecil.
Elly menggigit bibirnya, lalu dengan cepat menggeleng. “Pokoknya, aku nggak mau mikirin hal-hal kayak gitu dulu! Kita masih SMA!”
Zack tertawa pelan, matanya berbinar seakan menikmati ekspresi panik Elly.
“Elly,” katanya dengan nada tenang, “aku tahu kamu ingin fokus dengan masa depanmu. Aku juga nggak akan mengganggu itu. Tapi…”
Elly menelan ludah, menunggu lanjutan kata-katanya.
“Aku juga nggak akan mundur.” Zack menyandarkan punggungnya di kursi dan tersenyum penuh percaya diri. “Aku tetap akan datang ke rumah calon istriku di masa depan. Jadi, biasakan saja, ya?”
Elly hampir tersedak udara.
Sementara itu, Rina hampir menjerit kegirangan, tetapi berhasil menahannya dengan menutup mulutnya sendiri.
“Elly…” Rina berbisik dengan penuh semangat, “aku rasa kamu nggak akan bisa kabur dari Zack.”
Elly merasa kepalanya semakin panas.
Ia mengerang dalam hati, Apa yang harus aku lakukan sekarang?!
Bersambung...