Dia Datang Dari Langit

Dia Datang Dari Langit

Bab 1: Kedatangan Makhluk Luar Angkasa

Langit malam tampak lebih gelap dari biasanya, tetapi di antara bintang-bintang yang berkelip, ada satu cahaya yang bergerak cepat. Sebuah kilatan biru keperakan melesat menembus atmosfer, nyaris tak terlihat oleh mata manusia biasa. Dalam keheningan malam, sesuatu telah tiba.

Di puncak gedung pencakar langit, seorang pria berdiri di tepi, menatap langit dengan mata tajam. Angin malam menerpa jas putihnya, membuatnya tampak seperti sosok yang baru saja turun dari dimensi lain. Namun bagi Zack, ini bukan hal baru.

Ia menarik napas panjang. Udara bumi… selalu memiliki aroma yang berbeda di setiap masa. Kali ini, ada jejak polusi yang lebih kuat dibandingkan terakhir kali ia datang.

“Aku kembali lagi,” gumamnya, nyaris seperti berbicara kepada dirinya sendiri.

Zack telah hidup selama ratusan tahun, melintasi berbagai zaman dengan identitas yang selalu berubah. Ia telah menjadi banyak hal—ilmuwan, tentara, pengusaha. Namun, kali ini ia memilih untuk menjadi dokter di Rumah Sakit Langit Berbintang. Profesi yang lebih dekat dengan manusia, lebih mudah untuk mengamati mereka dari jarak dekat.

Ia melirik tangan kanannya yang bercahaya sebentar, sebelum kulitnya kembali normal. Energinya belum sepenuhnya menyesuaikan dengan atmosfer bumi. Ia harus berhati-hati agar tidak menarik perhatian.

Menyesuaikan diri selalu menjadi tantangan, tetapi bukan sesuatu yang sulit baginya. Ia telah mempelajari perilaku manusia selama berabad-abad. Namun, ada satu hal yang masih menjadi misteri baginya—perasaan.

Bagaimana manusia bisa begitu mudah tersenyum, marah, atau bahkan jatuh cinta?

Zack tidak pernah benar-benar memahami konsep itu. Baginya, manusia adalah spesies yang menarik, tetapi penuh kontradiksi. Mereka bisa begitu rapuh, tetapi juga memiliki ketahanan yang luar biasa.

Ia menatap langit sekali lagi sebelum berbalik. Pikirannya dipenuhi pertanyaan yang selalu menghantuinya: Berapa lama ia bisa bertahan dengan identitas ini sebelum harus menghilang lagi?

---

Pagi berikutnya, Rumah Sakit Langit Berbintang sudah sibuk sejak dini hari. Perawat berlarian di lorong, dokter-dokter senior berdiskusi dengan serius, dan pasien terus berdatangan.

Zack berjalan melewati koridor dengan langkah tenang, menarik perhatian beberapa staf. Wajahnya yang tampan dan aura misteriusnya membuat banyak orang penasaran. Namun, ia tetap tidak peduli.

Di dalam ruangannya, ia membaca berkas pasien pertamanya hari ini.

Nama: Elly Putri

Usia: 17 tahun

Diagnosis: Demam ringan

Riwayat medis: Tidak ada penyakit serius sebelumnya

Zack sedikit mengernyit. Demam? Ini adalah kasus yang terlalu sederhana untuk seorang dokter sepertinya. Tapi tugas tetaplah tugas.

Saat ia bersiap menuju ruang pemeriksaan, pintu ruangannya terbuka dengan cepat, dan seorang gadis masuk tanpa mengetuk.

“Dokter Zack, kan?”

Zack mengangkat alis. Tidak banyak orang yang berani masuk ke ruangannya tanpa izin, apalagi pasien.

“Iya, itu saya,” jawabnya tenang.

Gadis itu tersenyum lebar. “Aku Elly, tapi panggil saja Elly. Aku pasienmu. Suster bilang aku harus menunggu di ruangan, tapi aku bosan. Lagipula, aku ingin melihat wajah dokter baruku. Mereka bilang kau tampan.”

Zack menatapnya tanpa ekspresi. Gadis ini berbicara dengan terlalu banyak energi untuk seseorang yang sedang sakit.

“Tampaknya kau tipe pasien yang sulit diatur,” katanya akhirnya.

Elly terkekeh. “Aku lebih suka dibilang penasaran. Kalau aku harus menghabiskan waktu di rumah sakit, lebih baik aku mengenal siapa yang akan mengobatiku.”

Zack mendesah pelan. “Baiklah. Duduk, aku akan memeriksa suhu tubuhmu.”

Elly menurut, dan Zack mengambil termometer digital, menyentuhkannya ke dahinya. Beberapa detik kemudian, angka di layar menunjukkan 37,8°C.

“Hanya demam ringan,” katanya, meletakkan termometer. “Seharusnya kau bisa beristirahat di rumah.”

Elly menyandarkan tubuhnya ke kursi dan tersenyum nakal. “Tapi kalau aku di rumah, aku tidak bisa bertemu dokter Zack.”

Zack terdiam, tidak terbiasa dengan sikap blak-blakan seperti ini. “Itu bukan alasan yang cukup kuat untuk datang ke rumah sakit,” ujarnya datar.

“Tapi aku juga ingin memastikan ini bukan penyakit serius,” jawab Elly, kali ini dengan nada yang lebih lembut. “Lagipula, ini pertama kalinya aku dirawat di Rumah Sakit Langit Berbintang.”

Zack memeriksanya sebentar. Tidak ada tanda-tanda penyakit serius, hanya sedikit kelelahan.

“Kau hanya butuh istirahat yang cukup dan banyak minum air,” katanya akhirnya. “Aku akan meresepkan obat penurun panas. Tidak perlu rawat inap.”

Elly mendengus kecil. “Yah, kalau begitu aku akan pulang. Tapi jangan kaget kalau aku kembali lagi. Mungkin lain kali aku datang hanya untuk mengobrol denganmu.”

Zack tidak menjawab, hanya memperhatikan saat Elly berdiri dan melambaikan tangan sebelum keluar dari ruangannya.

Saat pintu tertutup, Zack menatap layar komputernya tanpa fokus.

Gadis itu… terlalu penuh energi.

Tapi ada sesuatu dalam dirinya yang terasa aneh.

Dan Zack tidak pernah salah dalam hal seperti ini.

----

Sebagai dokter senior di Rumah Sakit Langit Berbintang, Zack terbiasa menghadapi berbagai pasien dengan beragam keluhan. Namun, hari ini, ia menghadapi sesuatu yang jauh lebih sulit daripada operasi rumit atau diagnosa langka—seorang gadis SMA yang tampaknya tidak paham konsep "privasi".

Pintu ruangannya kembali terbuka tanpa ketukan.

“Dokter Zack, aku datang lagi!”

Zack mengangkat wajah dari berkas pasien yang sedang dipelajarinya. Berdiri di ambang pintu adalah Elly Putri, masih mengenakan seragam sekolah, dengan wajah cerah seperti seseorang yang baru saja menemukan tempat bermain favoritnya.

“Kau sakit lagi?” tanyanya, berharap gadis itu punya alasan medis yang sah untuk berada di sini.

Elly menggeleng cepat. “Enggak! Aku cuma mampir.”

Zack menutup berkasnya dan bersandar di kursi. “Rumah sakit bukan tempat untuk mampir, Elly.”

“Tapi aku nggak main-main,” Elly bersikeras. Ia mengeluarkan sebuah buku tebal dari tasnya dan mengangkatnya dengan bangga. "Dasar-Dasar Kedokteran untuk Pemula".

Zack menatapnya curiga. “Jangan bilang… kau mau belajar jadi dokter?”

Elly mengangguk penuh semangat. “Iya! Aku mau jadi dokter kayak dokter Zack!”

Zack menghela napas panjang. “Kalau begitu, pergilah ke sekolah kedokteran. Rumah sakit bukan tempat untuk belajar seperti itu.”

Elly memasang wajah serius. “Tapi aku kan masih SMA. Aku harus belajar dari sekarang supaya nanti aku jadi dokter hebat sepertimu!”

Zack menatap gadis itu lama. “Elly.”

“Ya?”

“Kau mengganggu pekerjaanku.”

Elly cemberut. “Yah… kalau gitu, aku cuma akan duduk diam dan mengamati!”

Sebelum Zack sempat menolak, Elly sudah menarik kursi dan duduk di sudut ruangan, membuka bukunya dan pura-pura sibuk membaca. Namun, Zack tahu dari sudut matanya bahwa Elly sesekali mencuri pandang ke arahnya, lalu menulis sesuatu di bukunya.

Setelah sepuluh menit berlalu dalam keheningan yang canggung, Zack akhirnya menyerah.

“Elly, apa yang kau tulis?” tanyanya dengan nada datar.

Elly mengangkat wajahnya dan tersenyum lebar. “Mencatat cara dokter Zack bekerja! Seperti barusan, misalnya—kalau ada pasien yang tidak terlalu serius, dokter Zack bersikap tenang dan tidak terburu-buru. Lalu, saat membaca berkas, dokter Zack selalu mengernyit sedikit. Oh! Dan tadi, ketika dokter Zack menghela napas panjang, itu tanda kalau dokter mulai kesal—”

“Elly.” Zack menyela dengan nada lebih tegas.

Elly berkedip. “Ya?”

“Keluar.”

Elly mendesah kecewa. “Baiklah, baiklah. Aku pergi.” Ia berdiri dan merapikan bukunya. “Tapi aku akan kembali besok!”

Zack hanya bisa menutup matanya sebentar, menahan keinginannya untuk mengetuk kepalanya sendiri ke meja.

Gadis ini… benar-benar akan membuat hidupnya kacau.

---

Zack ingin percaya bahwa Elly akan bosan dan berhenti datang ke rumah sakit. Sayangnya, harapan itu sepertinya hanya sebatas mimpi.

Hari ini, begitu ia keluar dari ruangannya untuk visitasi pasien, Zack mendapati sesuatu yang membuatnya memijat pelipisnya dengan frustasi.

Di ujung lorong, di balik meja resepsionis, ada kepala kecil dengan rambut dikuncir satu yang mengintip ke arahnya.

Zack berhenti berjalan. “Elly.”

Gadis itu langsung muncul dari persembunyiannya dan melambaikan tangan dengan ceria. “Hai, dokter Zack! Sudah sarapan?”

Zack menatapnya tajam. “Kenapa kau ada di sini lagi?”

Elly berjalan mendekat dengan langkah ringan. “Kan aku bilang aku mau belajar dari dokter Zack! Hari ini aku datang lebih awal supaya bisa lihat dokter Zack bekerja.”

Zack melipat tangan di dada. “Kau tahu, aku mulai curiga kalau kau ini bukan benar-benar ingin belajar kedokteran, tapi cuma ingin menggangguku.”

Elly memasang ekspresi tidak bersalah. “Loh, mana mungkin? Aku ini calon dokter masa depan!”

Zack mendengus. “Calon dokter yang tidak punya pasien tapi suka stalking dokter lain?”

Elly tertawa kecil. “Bukan stalking, dokter Zack! Aku hanya… memanfaatkan akses istimewa.”

Zack mengernyit. “Akses istimewa?”

Elly mengangkat bahu. “Aku kan anak pemilik rumah sakit ini, jadi aku boleh berada di mana saja.”

Zack memejamkan mata dan menghela napas panjang. “Jadi kau pikir karena orang tuamu memiliki rumah sakit ini, kau bisa bebas berkeliaran dan menggangguku sesuka hati?”

Elly berpikir sebentar sebelum menjawab dengan polos, “Iya.”

Zack nyaris tersedak udara sendiri.

“Elly…” Zack berusaha menekan emosinya. “Dengar baik-baik. Rumah sakit ini memang milik keluargamu, tapi di dalamnya, aku yang bertanggung jawab atas pasien. Aku bukan pengasuh anak kaya yang bosan dan mencari hiburan!”

Elly berkedip. “Eh? Tapi aku nggak bosan kok. Aku serius mau belajar.”

Zack menatapnya dengan tatapan tajam. “Kalau kau serius, kenapa kau tidak meminta dokter lain untuk mengajarkanmu? Ada banyak dokter senior di sini.”

Elly tersenyum jahil. “Karena dokter Zack paling menarik.”

Zack nyaris menjatuhkan clipboard-nya. “Apa?”

Elly mendekat dan berbisik, “Dokter Zack itu misterius, selalu kelihatan serius, tapi punya tatapan yang bisa bikin orang gemetar. Selain itu, dokter Zack juga sangat berbakat, kan? Kalau mau belajar, aku harus belajar dari yang terbaik!”

Zack menatapnya lama, mencoba memahami logika aneh gadis ini. Tapi setelah beberapa detik, ia menyerah.

“Oke. Aku akan buat perjanjian denganmu.” Zack berkata dengan nada serius.

Elly bersorak. “Benarkah? Aku boleh belajar?”

Zack menyilangkan tangan. “Kau boleh berada di rumah sakit, asalkan kau tidak menggangguku. Jika aku menangkapmu sekali saja mengintip dari balik meja resepsionis, menyelinap ke ruanganku, atau mengikuti aku seperti anak bebek, aku akan meminta satpam mengusirmu.”

Elly memasang wajah sedih. “Tega sekali…”

Zack tidak terpengaruh. “Deal atau tidak?”

Elly menimbang sebentar lalu mengangguk. “Oke, deal! Tapi aku tetap bisa melihat dokter Zack dari jauh, kan?”

Zack hanya menatapnya tanpa ekspresi. “Pergi sebelum aku berubah pikiran.”

Elly tertawa kecil dan berlari pergi, meninggalkan Zack yang masih berdiri di tempatnya sambil menghela napas panjang.

Kenapa rasanya aku baru saja membuat kesepakatan dengan iblis kecil?

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!