Bagaimana rasanya, jika kalian sebagai seorang anak yang di abaikan oleh orangtuamu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemana Kamu Adira?
Bu Siti sampai di depan rumah Johan. Dia ingin memeriksa apa benar ada atau tidaknya Adira di rumah tersebut. Namun, yang dilihatnya, Johan sedang duduk santai di teras di temani oleh burung-burung kesayangannya. Tidak ada tanda-tanda kalau Adira ada di sana.
"Kek ..." sapa Bu Siti.
"Eh kamu, Siti apa Mar?" tanya Johan. "Ada apa?" lanjut Johan.
"Saya Siti Kek, tadi saya kebetulan lewat. Terus mampir mau lihat keadaan Kakek." ujar Bu Siti.
"Oo,,, bagaimana kabar orang rumah?"
"Vania kembali masuk ke rumah sakit Kek, tapi kabarnya hari ini sudah bisa kembali. Karena hanya kecapean."
"Baguslah, lagipula mereka terlalu memanjakan Vania. Sampai-sampai Adira sering terluka." adu Johan.
Hampir satu jam mereka mengobrol tentang Adira. Dan menurut pengamatan Siti, sepertinya Adira tidak ada di rumah Johan. Apalagi, tadi dia sempat ke dapur untuk membereskan gelas bekas minum Johan.
Bu Siti juga sudah melihat kamar yang biasa di pakai Adira kalau menginap. Namun, kamar itu kosong. Bahkan tidak ada bekas adanya orang disana.
Bu Siti, juga memeriksa piring kotor milik Kek Johan. Tetap, hanya ada satu piring kotor bekas Pak Johan makan tadi siang.
"Kemana kamu Adira." lirih Bu Siti dalam perjalan pulang.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Satria mencoba untuk datang ke rumah Vania. Karena tadi Vania tidak sekolah, juga gadisnya tidak kelihatan lagi di balkon kamar. Terakhir terlihat, saat gadis tersebut menangis tersedu-sedu.
"Maaf Bu, Vania-nya ada? Kebetulan saya tetangga depan rumah. Dan aku, teman sekelasnya Vania." tanya Satria pada Bu Mar yang baru saja pulang.
"Vania-nya lagi di rumah sakit. Dia kecapean." jawab Bu Mar.
"Oo kalau adiknya?"
"Bu Mar," panggil Bu Siti. "Ada yang ingin aku katakan." lanjut Bu Siti. Membuat Bu Mar pamit pergi.
"Tapi Bu." panggil Satria namun tidak dihiraukan.
Saat Satria masih berada di depan rumah Vania. Terdengar suara motor disusul dengan suara cempreng yang memanggil namanya.
"Apa?" jawab Satria memutar mata.
"Jadi ini rumah mu? Bagus juga." ujar cewek yang baru saja turun dari sepeda motornya.
"Bukan, ini rumah tetangga. Rumah aku itu, di depan." tunjuk Satria.
"Oalah, Tante Lia mana? Kangen."
"Ada di dalam, masuk lah, dia juga sepertinya rindu mendengar suara cempreng mu." kekeh Satria merangkul sepupunya.
Kemudian mereka melangkah masuk ke rumah Satria. Saat pemilik suara cempreng memanggil Amalia. Amalia yang sedang berada di dapur tergopoh-gopoh menghampirinya.
"Ifana? Akhirnya kamu kesini juga." pekik Amalia memeluk keponakannya.
Ifana merupakan, anak dari Abang kandung Amalia. Dulunya Amalia tinggal berbeda kota dengan orang tua Ifana. Sampai akhirnya suaminya pindah kerja ke kota sekarang, baru mereka ikut pindah. Sedangkan orang tua Ifana sengaja ikut pindah bersama Ifana. Karena disekolah sebelumnya, Ifana sering membuat kesalahan. Makanya mereka ikut tinggal di mana anaknya sekolah, dan menjual semua aset di tempat kelahirannya, untuk digunakan sebagai usaha di tempat sekarang.
"Bagaimana kamu kesusahan gak, saat kesini?" tanya Amalia.
"Gak Tante, kan Ibu sama Ayah udah kasih alamat lengkap." jawab Ifana.
"Kamu sih, pake gak ikut saat orang tuamu berkunjung." kesal Amalia menepuk paha Ifana.
"Sakit Tante, aku sibuk Tante." rengek Ifana manja.
"Satria kok hilang. Kemana?" melihat sekeliling, gak ada Satria.
"Mungkin dia di kamarnya, naik aja." perintah Amalia. "Tante lanjut masak dulu. Kamu coba cari tau tentang Satria, akhir-akhir ini Tante sering melihat jika ia senyum-senyum sendiri. Kadang-kadang juga murung." bisik Amalia.
"Kenapa, gila kah?" tanya Ifana. Tapi langsung di tonjol kepalanya. "Bercanda Tante." kekeh Ifana meninggalkan Amalia.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Afandi yang merasa gelisah, akhirnya membohongi Ella dan juga Vania. Dia mengatakan jika sekarang ada kerjaan mendadak. Yang harus membuatnya meninggalkan apartemen.
Tanpa menunggu persetujuan dua wanita yang berarti di hidupnya. Afandi melajukan mobilnya ke kediaman orang tuanya.
Saat Afandi sampai, lampu ruangan sudah redup. Pertanda jika pemilik rumah sudah beristirahat. Dengan menggunakan kunci cadangan. Afandi masuk ke dalam. Dia melihat jika di kamar satunya tetap kosong.
Dengan berat hati, dan juga penasaran apakah Adira tidur dikamar Ayahnya atau tidak. Afandi membangunkan Ayahnya.
"Ada apa?" tanya Johan setelah membuka pintu kamarnya.
"Ayah sama siapa?"
"Ya sendiri, sama siapa lagi? Ibu mu aja udah lama meninggalkan Ayah." jelas Johan.
"Bukan itu, maksud aku. Adira ada disini?" tanya Afandi menunduk.
"Adira? Tidak. Memang kenapa Adira harus ad disini? Ada apa? Tadi juga, gak biasanya Siti kesini?" tanya Johan dengan napas memburu.
"Sebenarnya, Adira kabur dari rumah Ayah. Dia mungkin marah."
"Apa yang kamu lakukan, sampai Adira meninggalkan rumah? Apa yang terjadi?" sentak Johan.
"Ayah tenang dulu. Adira salah paham. Ya salah paham," ujar Afandi terbata-bata.
"Kenapa Ayah hanya memberi satu baju untuk Adira. Dan tidak untuk Vania?" tanya Afandi setelah mereka lama terdiam.
"Apa karena baju itu, Adira keluar dari rumah? Sebenarnya aku juga membeli untuk Vania. Tapi belum Ayah serahkan, kenapa Ayah menyerahkan kepada Adira lebih awal? Karena di sekolah Adira, ada Pak Dim. Tetangga Ayah yang kerja sebagai kebersihan di sana. Sedangkan untuk Vania, Ayah berencana menyuruh sopir untuk mengirimnya. Lagipula, Ayah ingin Adira mencari aksesoris sendiri. Kamu ingatkan? Dulu dia tidak sempat mencari aksesoris saat ada acara pernikahan sepupumu. Sedangkan Vania? Lengkap." jelas Johan membuat Afandi menunduk tajam. Apalagi, saat mengingat kejadian yang diingatkan oleh Ayahnya.
"Sebenarnya, apa yang menyebabkan kalian tidak meyayangi Adira? Jika penyakit Vania kalian jadikan alasan? Itu semua bukan alasan tepat. Vania sakit, sudah kalian obati. Sedangkan Adira sehat, kalian hanya memberinya makan. Tidak pernah memikirkan tentang perasaannya. Untuk saat ini, Ayah sungguh sangat kecewa pada kalian. Dan Ayah harap, ulang tahun Ayah nanti, kalian jangan hadir. Karena Ayah tidak mau lagi melihat wajah mu, dan juga istrimu." papar Johan meninggalkan Afandi.
Afandi pulang ke rumah, sebelumnya dia sudah mengabarkan pada Ella, jika dia tidak kembali ke apartemen. Tentu saja Ella memarahinya, namun, Afandi tidak memperdulikannya.
"Kemana kamu Adira." lirih Afandi memegang ponsel Adira.
Rasany ngk enk bget