Rania Putri Handono kaget saat matanya terbuka dan berada di ruangan asing dan mewah. Lebih kaget lagi, di sampingnya terbaring dengan laki-laki asing dalam kondisi masing-masing polos tak berbusana.
Tak lama, pintu kamar dibuka paksa dari luar. Mahendra, suami Rania mendekat dan menampar pipi putih hingga meninggalkan bekas kemerahan.
Kejadian yang begitu cepat membuat Rania bingung.
Apakah rumah tanggganya selamat atau hancur?
Simak aja kisah ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Recovery Room
Ponsel Raditya berdering kala dirinya sedang bicara dengan bu Marmi.
"Bos, di mana? Main ninggalin aja aku di hotel" Beno yang sudah ngomel aja saat panggilan tersambung.
"Gue di rumah sakit" jawab Raditya singkat.
"Hah? Rumah sakit? Ngapain balik lagi?" ujar Beno di sana.
"Terserah gue dong. Urusan gue" celetuk Raditya.
"Masalahnya akan menjadi urusan gue juga, kalau tuan Marino sudah nanya ke gue. Bingung nih gue jawabnya" ungkap Beno.
"Kapan papa nelpon?" sela Raditya.
"Makanya punya ponsel di stanby in dong" kata Beno dengan segala omelannya.
Raditya menutup panggilan Beno sepihak. Biar saja dia ngomel bagai burung beo.
Di riwayat panggilan ternyata benar apa yang dibilang oleh Beno, jika papanya beberapa kali menelpon.
Raditya sengaja menyalakan mode getar saat dirinya berada di dalam kamar operasi tadi.
"Halo Pah" sapa Raditya kala panggilan tersambung.
"Kamu ke mana saja? Jangan bilang kamu sedang mencari wanita semalam kamu itu" hardik papa alias tuan Andrian Marino.
"Apa yang Beno laporkan?" tukas Raditya Marino.
"Jangan salahin Beno, dia sudah cerita semua. Siang ini kamu ke perusahaan yang ada di kota tempat kamu berada sekarang! Ada masalah di sana" perintah tuan Andrian.
Memang di kota ini ada anak cabang perusahaan milik keluarga Marino.
Anak cabang yang didatanginya delapan bulan lalu, dan terjadilah malam nahas itu.
"Di sini cuman cabang kecil, ada masalah apa? Padahal sudah kubereskan waktu itu" gumam Raditya.
Dia kembali menghubungi Beno untuk segera siap-siap.
Gerutuan Beno tak ada yang digubrisnya.
"Bu Marmi, saya nitip Rania dan bayi-bayinya. Saya ada urusan sebentar" pamit Raditya.
"Sudah menjadi kewajiban saya tuan Raditya untuk mendampingi mereka sekarang" jawab bu Marmi.
"Hanya terima kasih yang bisa saya sampaikan atas bantuannya hari ini" imbuh bu Marmi.
"Sama-sama bu, salam buat Rania. Oh ya bu, jika Rania sudah keluar dari kamar operasi bisa hubungi saya ya" pinta Raditya dan dijawab anggukan bu Marmi.
"Baik tuan" ujar Bu Marmi.
"Makasih" Raditya berlalu menjauh dari bu Marmi dan sepertinya dia sedang keburu.
"Ternyata masih ada manusia baik di dunia ini" gumam Bu Marmi sepeninggal Raditya.
Riska yang sebenarnya sedari tadi berada di balik tembok dan mendengarkan obrolan bu Marmi dengan Raditya segera menghampiri.
"Beruntung sekali Rania, lepas dari Mahendra malah mendapat tangkapan yang sempurna" ledek Riska.
"Apa maksud kamu?" tanya bu Marmi gusar.
"Jangan munafik bu, nama Rania sudah terkenal. Tapi sayang terkenal karena tukang selingkuh...ha...ha..." sarkas Riska.
Bu Marmi melotot tajam ke arah Riska yang kalau ngomong selalu membuat emosi.
"Lantas apa sebutan untuk seorang wanita yang hamil dengan laki orang? Laki sahabatnya pula" omel bu Marmi.
Riska mendelik.
"Sebelum ngehina orang, ngaca atuh" tandas bu Marmi.
Riska semakin dibuat tak berkutik oleh jawaban bu Marmi.
"Tuan Raditya" panggil petugas kamar operasi.
Bu Marmi menjauh dari Riska untuk menghampiri petugas itu.
"Tuan Radit sedang keluar mas. Ada apa?" tanya bu Marmi.
"Apa ibu keluarga nyonya Rania?" Bu Marmi mengangguk.
"Nyonya Rania sudah dipindahkan ke ruang Recovery, ibu bisa menemaninya" beritahunya.
"Iya, makasih mas. Ruangannya sebelah mana?" tanya bu Marmi.
"Mari ikut saya" jawab petugas itu.
Bu Marmi mengikuti langkah petugas itu meninggalkan Riska dengan cibiran yang tak digubris oleh bu Marmi.
Sampai di ruangan yang dimaksud, ternyata Rania sudah sadar.
"Kok sudah sadar?" tanya bu Marmi menghampiri Rania.
"Bayi-bayiku bagaimana bu?" tanya Rania tak mendengarkan tanya bu Marmi barusan.
"Prematur" terang bu Marmi.
"Aku tahu bu. Tapi kondisinya bagaimana sekarang?" tanya Rania kuatir.
"Doakan saja, kedua putra kamu ada di ruang intensif sekarang" beritahu bu Marmi.
Mendengar penuturan bu Marmi, mata Rania menerawang jauh. Kenapa cobaan ini masih saja datang silih berganti, ratap Rania dalam hatinya.
"Bu" panggil Rania dengan tatapan kosong.
Bagaimana tidak, Rania hanya nyiapain dana untuk biaya operasi saja. Itupun uang sisa pemberian dari laki-laki yang tadi. Yang diberikan saat kejadian malam nahas itu.
"Ibu tahu, pasti kamu memikirkan biayanya kan?" kata bu Marmi. Rania pun mengangguk.
"Tuan Raditya yang sudah menutup semuanya" bilang bu Marmi.
Rania menatap ke arah bu Marmi, mencari adakah kebohongan di sinar mata nya.
"Iya Rania. Bahkan tuan Radit lah tadi yang menyetujui semua untuk perawatan kedua putra kembar kamu" imbuh bu Marmi.
Mata Rania menerawang menatap langit-langit kamar ruang recovery.
"Kok ada ya orang sebaik tuan Raditya. Padahal kenal juga enggak" gumam Bu Marmi.
Rania masih terdiam tak menanggapi. Belum ingin cerita yang sebenarnya ke wanita yang teah banyak menolongnya itu.
Sampai sekarang Rania juga masih ragu, benarkah kedua putra kembarnya adalah hasil perbuatan semalam dengan laki-laki itu.
"Bu, gimana ceritanya bisa ketemu dengan laki-laki yang tadi?" tanya Rania yang tak tahu apa-apa karena pingsan semalam.
"Owh, namanya tuan Raditya. Jangan panggil dengan sebutan laki-laki dia kan punya nama" kata bu Marmi yang sepertinya senang dengan keberadaan laki-laki itu.
"Iya dech, tolong cerita bu" harap Rania. Entah kebetulan apalagi, sehingga Rania bisa bertemu dengannya lagi.
"Semalam saat kamu pamitan mau cari makan, tiba-tiba saja kamu pingsan di tengah jalan. Untung saja tuan Beno temannya tuan Raditya bisa mengerem cepat dan mobil terhenti dan tak sampai menabrak kamu" cerita bu Marmi.
"Tapi, aneh nggak sih. Tatapan tuan Raditya itu lho..." kata bu Marmi menggantung kata-katanya.
"Kenapa bu?" Rania penasaran.
"Tatapan matanya ke arah kamu Rania. Seperti dia sudah mengenal kamu lamaaaaaaa" lanjut bu Marmi.
'Jelas saja bu, dia kan pria semalam ku itu' batin Rania tanpa mengatakan apa-apa.
"Kadang aku berharap, semoga saja tuan Raditya itu papa nya kembar...he...he..." bu Marmi terkekeh saat mengatakannya.
Rania hanya tersenyum kecut mendengar perkataan bu Marmi.
'Dia memang papa nya kembar bu. Kalau aku nggak salah sih. Kan bisa saja dia anak mantan suamiku, karena alat KBnya bocor' Rania dengan kekalutan pikirannya.
Perawat menghampiri Rania, "Nyonya, coba gerakin kakinya" suruhnya.
"Belum kerasa apa-apa mas" jawab Rania dengan mencoba mengerakkan kaki.
"Sudah bisa begitu lho" sela bu Marmi yang melihat pergerakan kaki Rania.
"Oke, kita pindahkan ke kamar sekarang" ujar perawat itu sambil menyiapkan Rania pindah ke kamar vvip yang dipesan oleh Raditya.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
To be continued, happy reading 💝
aku dulu ngidam gak gitu amat