Haura, seorang gadis pengantar bunga yang harus kehilangan kesuciannya dalam sebuah pesta dansa bertopeng. Saat terbangun Haura tak menemukan siapapun selain dirinya sendiri, pria itu hanya meninggalkan sebuah kancing bertahtakan berlian, dengan aksen huruf A di dalam kancing itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MGTB And CEO BAB 13 - Janji
Malam itu juga Adam memutuskan untuk langsung pulang ke Indonesia, berjalan dengan langkah tegas menuju lobby hotel, dengan Luna yang setia mengikuti langkahnya di belakang.
"Adam Malik," panggil seorang pria dari arah kanan.
Adam sontak menghentikan langkah dan menoleh ke arah sumber suara, Luna pun melakukan hal yang sama.
Di lihatnya Darius berjalan mendekat, tak datang sendiri, ia pun bersama asisten pribadinya, Yosep.
"Wah wah wah, beruntung sekali aku, bisa bertemu dengan seorang penguasa, orang terkaya nomor 1 di Indonesia," ucap Darius dengan gayanya yang khas, menatap rendah pada orang lain.
"Hai Luna," sapa Darius dengan wanita cantik disebelah Adam, pakaian serba hitam dan serba panjang, menutup semua tubuhnya, namun tak sedikitpun menghilangkan kecantikan seorang Luna, malah semakin menawan.
Disapa, Luna tetap bergeming. Bahkan wajahnya tetap datar, persis seperti wajah yang kini ditunjukkan oleh Adam.
Melihat itu, Darius berdecih, tuan dan asistennya sama saja, sama-sama sombong, belagu.
"Jangan buru-buru pergi Dam, ikutlah denganku bermain beberapa putaran," ajak Darius, seolah mereka adalah teman yang dekat.
Putaran yang dimaksud Darius adalah putaran permainan judi.
Di hotel Marina Bay Sands menyediakan casino, tempat perjudian terbesar di asia tenggara. Banyak pengusaha bermain disini, sekedar bersenang-senang menghamburkan uang ataupun mencari keuntungan, Darius salah satunya.
"Singkirkan tanganmu," jawab Adam dingin. Tangan kanan Darius sudah menyentuh pundaknya, dan itu membuat ia merasa tak nyaman, risih. Luna pun langsung menatap tajam pada Darius.
Tersenyum miring, namun Darius enggan menarik tangan itu. Hingga dengan gerakan cepat, Luna menarik tangan Darius dan memutarnya, hingga pria berbadan besar itu terkunci pergerakannya.
"Aw! Lunaa, kamu masih saja hebat ya," keluh Darius merasa kesakitan, saat Yosep hendak balik menyerang Luna, Darius mencegahnya.
Luna memiliki kemampuan seorang militer.
Dengan cepat pula, Luna mendorong tubuh Darius hingga terhuyung kedepan.
Tak memperdulikan itu, Adam kembali melanjutkan langkah dan Luna pun mengikuti.
Buang-buang waktu. Batin Adam.
"Sampai kapan Anda tetap membiarkan Darius Tuan?" tanya Luna disela-sela langkah mereka yang lebar.
"Temukan Haura terlebih dulu, baru kita urus dia," jawab Adam.
Pintu kaca hotel itu terbuka otomatis saat Adam hendak melewatinya. Dan didepan sana sudah ada seseorang yang membukakan pintu mobil untuknya. Mobil mewah yang akan mengantar mereka ke bandara Internasional Changi.
Terbang selama 1 jam 30 menit, akhirnya mereka sampai di Indonesia. Dua mobil mewah sudah menunggu kedatangan mereka.
1 untuk para pengawal, dan 1 lagi untuk dinaiki Adam dan Luna.
Melepas masker dan mulai duduk di kursi penumpang belakang. Sementara Luna duduk didepan di samping supir.
Selepas mobil itu melaju, para wartawan mulai mengejar mereka.
"Apa yang mereka ributkan diluar sana?" tanya Adam.
"Tentang gugatan cerai Anda Tuan, banyak masyarakat yang menyayangkan atas keputusan anda itu," jelas Luna dan Adam tak peduli sedikitpun.
Jam 9 malam, mereka sampai disebuah mansion. Bukan mansion yang menjadi tempat tinggalnya bersama Monica, melainkan mansion tempat tinggal sang ibu, Zahra. Tak tinggal sendiri, Zahra tinggal bersama anak keduanya, Aida. Aida adalah adik Adam, ia sudah menikah dengan Yudha dan tinggal mansion ini.
Adam turun seorang diri, sementara Luna ia perintahkan untuk pulang.
Sudah cukup lama, Adam tak menemui sang ibu.
Kini, ia akan menghadap Zahra dan menjelaskan semuanya.
Saat masuk, yang pertama kali dilihatnya adalah Aida, membawa sepiring irisan buah yang entah akan dibawa kemana.
"Dimana ibu?" tanya Adam pada sang adik.
"Mas Adam? akhirnya Mas pulang juga," seru Aida seraya menghambur memeluk sang kakak.
Bertemu dengan Adam adalah sesuatu hal yang sulit, jika benar-benar ingin menemuinya maka mereka harus datang ke kantor.
Ataupun mendatangi satu per satu villa yang dimiliki Adam. Bukan rahasia lagi bagi mereka, jika Adam tak tinggal bersama Monica.
"Dimana Ibu?" tanya Adam lagi karena pertanyaannya tak dijawab.
Mencebik, Aida melerai pelukannya. Kakaknya memang selalu seperti ini, dingin. Entahlah siapa yang mampu meluluhkan gunung es Adam Malik, mungkin hanya seorang Luna, pikir Aida dengan kesal.
"Ibu di kamar, Mas kesana saja. Aku mau antar buah ini ke ruang kerja mas Yuda."
Adam hanya mengangguk kecil, lalu berlalu. Dan Aida menghela napasnya, jengkel, kesal, sebel.
"Nggak tau apa, kalau aku kangen," gerutu Aida saat melihat kakaknya menjauh, lalu dengan wajah cemberutnya itu ia kembali berjalan menuju dimana sang suami berada.
Setelah mengetuk pintu dan diizinkan masuk, Adam membuka pintu kamar sang ibu dengan perlahan. Sudah nyaris jam 10 malam, tapi ibunya itu masih juga belum terlelap.
Menggunakan kaca matanya dan membaca buku, duduk bersandar di kursi pijatnya.
"Assalamualaikum Bu," sapa Adam dan Zahra menjawabpi salam itu.
Lalu Adam duduk dihadapan sang ibu.
"Ada apa? pasti ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan pada ibu kan, karena itu kamu pulang," tanya Zahra, yang begitu menghapal kelakuan sang anak sulung.
Adam tak membantah, karena memang begitulah dia.
"Kenapa? kenapa kamu menggugat cerai Monica? Ibu pikir, waktu bisa merubah hatimu Dam, memulai semuanya dengan hati yang ihklas, menerima Monica sebagai istrimu dan memiliki banyak anak," ucap Zahra lagi dengan penuh harap.
Di usia senjanya, ia belum juga menimang cucu.
Aida tak kunjung hamil, pun Adam yang belum pernah menyentuh sang istri.
Terdengar jelas helaan napas panjang Zahra diantara mereka.
"Baiklah, katakan apa yang ingin kamu sampaikan? tentang wanita itu lagi?"
Adam mengangguk kecil, seraya menatap dalam sang ibu.
"Dia hamil Bu, sebelum pergi, dia hamil anakku," jelas Adam hingga membuat kedua mata Zahra membola.
Seperti mendapatkan jawaban atas semua doa-doanya, yang begitu menginginkan seorang cucu.
Namun seketika matanya kembali meredup, sedikit ragu, benarkah itu anak Adam?
"Bagaimana kamu tahu, jika itu adalah anakmu Dam?" tanya Zahra lirih, setelah terbang tinggi, ia merasa terhempas.
"Karena hanya aku yang menyentuhnya Bu. Aku yang merenggut kesuciannya dengan paksa," jelas Adam.
Ada nada keputusasaan dari nada bicara Adam itu, hingga Zahra tak tega dan menggerakkan tangannya membelai lembut bahu sang anak.
"Istigfar Dam, ibu akan selalu mendoakan agar kamu bisa segera menemukan wanita itu, juga cucu ibu. Dan kamu bisa segera menepati janjimu, bertanggung jawab padanya."
Hening.
Cukup lama keduanya hanya saling diam.
"Bagaimana dengan Monica?" tanya Zahra memecah keheningan. Bagaimanapun, selama ini Monica sudah jadi menantu yang baik baginya.
Adam tak menjawab, hanya membalas tatapan sang ibu dengan tatapan yang entah.
Zahra tak lagi bertanya banyak hal, ia tahu Adam sedang dalam keadaan tak baik. Sepertinya, Adam pun baru mengetahui perihal kehamilan wanita itu.