Sang Dewi Nemesis Hukum Nolite, yang jutek harus berkelahi dengan berondong teknik yang Playboy itu. Iyuuuuh .. nggak banget!!!!!
Tapi bagaimana kalau takdir berkata lain, pertemuan dan kebersamaan keduanya yag seolah sengaja di atur oleh semesta.
"Mau lo sebenernya apa sih? Gue ini bukan pacar lo Cakra, kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Teriak Aluna tertahan karena mereka ada di perpustakaan.
Pria itu hanya tersenyum, menatap wajah cantik Aluna dengan lamat. Seolah mengabadikan tiap lekuk wajah, tapi helai rambut dan tarikan nafas Aluna yang terlihat sangat indah dan sayang untuk dilewatkan.
"Gue bukan pacar lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. Cakra!" Pekik Aluna sambil menghentakkan kakinya di lantai.
"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memasang ajah polos dengn mata berkedip imut.
"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan nggak mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lha Pacar!!!!
"Gue paham sih kenapa lo sampai kesel kayak gini, tapi sidang juga nggak bisa diulangkan Lun. Yang bisa itu lo sama Tim lo, kudu lebih solid lagi aja, tapi kalau masih ada yang rese mending lo cut aja deh," usul Willona setengah jengkel setelah mendengar cerita Aluna keseluruhan.
Aluna menghela nafas panjang, lalu meletakkan gelas jus stroberi kedua yang ia minum.
"Pengennya sih gitu, tapi nggak semudah itu kan buat cut anggota. Yang gue cut nggak mungkin bisa langsung bikin kelompok baru dengan jumlah orang yang kurang, paling juga gua bisa coret doang dari tim dan berakhir mereka nggak akan dapat nilai, mana tega," lirih Aluna dengan wajah di tekuk.
Aluna mungkin jutek, judes dan keras kalau melihat seseorang melakukan kesalahan atau lalai. Namun, di sisi lain Aluna juga punya sifat lembut yang selalu tidak tega melihat orang lain kesusahan. Sisi lain Aluna ini hanya diperlihatkan pada orang-orang terdekatnya saja, seperti William dan Willona anak dari sahabat orang tuanya yang tumbuh bersama sejak kecil.
"Hem, susah kalau udah gini mah, tapi kan lo ngelakuin itu juga karena kesalahan mereka Lun. Lo berhak kok mencoret mereka kalau emang mereka nggak bisa memperbaiki diri," sahut William yang mengorek-ngorek sisa sambal cilok di mangkok yang isinya sudah dihabiskan Aluna.
Gadis manis itu hanya mengangguk-angguk kecil dengan bibir yang masih manyun. Tangannya sibuk mengaduk jus stroberi yang ada di hadapannya, sementara Willona melihat kakaknya dengan alis menukik dan raut wajah yang tidak bisa dijelaskan.
"Sekalian mangkoknya aja lo telen, Will," sindir Willona pada William yang mengorek sisa sambel cilok mengunakan jarinya. Wiliam hanya menyengir kuda dengan ujung jari yang di emut.
"Kebiasaan banget, beli lagi sana kalau masih mau makan," ucap Willona lagi.
"Males gerak Ona, kakakmu ini sedang lelah," keluh William dengan tangan dan kepala yang diselonjorkan di meja.
"Capek ngapain si Will?" tanya Aluna sambil menyedot jusnya.
"Paling juga Capek caper sama MaBa," sahut Willona cepat.
Wiliam mendelik tajam kearah adiknya. Meski pun itu benar tapi, tidak seharusnya Willona mengatakan itu secara terang-terangan, kan William malu. Kesannya nggak laku banget, padahal memang iya. Aluna tertawa melihat wajah memelas william, yang mau marah tapi tidak bisa menyangkal juga.
"Selain capek caper gue juga capek badan , capek hati, capek otak. Mana Laporan Akusisi dan sengketa suruh revisi, sama Pak Hakim. Kenapa sih semua perusahaan tuh nggak bisa akur-akur aja gitu. Pada kayak bocah Tk, heran banget gue. Belum lagi lo Lun ...
"Kenapa tiba-tiba bawa-bawa gue," sela Aluna tidak terima.
"Ya jelas bawa-bawa lo lah, orang lo yang ngabisin cilok gue. Dateng-dateng langsung prengat-prengut, mana cilok gue abis buat tumbal emosi lo, kan lambung gue ngambek. Baru juga gue comot dua, yang sembilan belas biji lo makan semua," tutur William dengan nada kesal.
"Iya-iya maaf, gue ganti deh." Aluna menumpukan kedua tangan di lalu perlahan bangkit, tapi baru saja pantatnya berpisah lima centimeter dari kursi suara wiliam membuatnya terhenti.
"Ganti pake corndog aja Lun, gue udah trauma sama cilok," pinta Willian dengan raut wajah khas orang kelaparan.
"Gue juga mau kalau corndog, yang isi sosis sapi ya empat!" seru Willona bersemangat saat mendengar William ingin memesan makana kesukaannya.
Kening Aluna berkerut, menatap ragu pada gadis dengan mata sipit itu.
"Lo yakin mau empat? lo baru aja ngabisin mie ayam Ona, mau ditaruh dimana corndog lo nanti?" Aluna menggeleng pelan sembari melanjutkan gerakannya yang sempat terhenti.
"Ada tempat khsusus buat corndog di lambung gue, oke Aluna cantik. Okelah, pasti oke dong, nanti gue kenalin Maba teknik deh," bujuk Willona dengan mata berbinar memohon.
"Iya gue beliin, nggak usah pake kenalin gue sama bocil-bocil itu, bukan selera gue," tukas Aluna sambil mengibaskan rambut coklat panjangnya.
"Corndog gue enam ya Lun, Sosis ayamnya tiga, sosis sapi dua sama yang kentang satu, pake saos komplit pedes, nggak pake lama."
"Sekalian es jeruknya lagi please," Willona menimpali cepat pesanan William biar semakin komplit.
Aluna hanya bisa menghela nafas dan mengangguk. Dia tahu, dia tidak akan pernah bisa menolak keinginan kedua sahabatnya itu masalah corndog, dasar kembar maniak corndog. Aluna melangkahkan kakinya cepat menuju stand corndog yang ada di pojok kiri kantin, cukup jauh dari meja tempatnya nongkrong tadi. Sesampainya di stand warna ungu, Aluna pun mengambil antrian. Stand corndog itu cukup ramai, hingga membuat Aluna harus mengantri setidaknya lima orang lagi.
Sepuluh menit berlalu, antrian di depan Aluna tinggal satu orang lagi. Namun, tba-tiba ada makhluk kurang ajar yang entah datang dari mana berkari kedepan stand begitu saja , menyerobot Aluna.
Tanpa pikir panjang, Luna langsung memukul bahu si tukang serobot dengan cukup keras, membuat laki-laki berkemeja maroon itu menoleh.
"Lo buta aturan atau emang nggak punya sopan santun?" Ketus Aluna dengan mata tajam menatap mahasiswa yang kemungkinan adalah mahasiswa baru.
"Laah, gue buru-buru Mbak, udah laper banget soalnya," sahutnya tanpa rasa bersalah.
"Terus menurut Lo , gue nggak? Lo dong gitu yang punya perut!"
"Apaan sih Mbak lebay amat, cuma crondog doang, jangan nyolot gitulah," tukas pria itu yang berusaha menahan malu karena hampir seluruh kantin melihat arahnya gara-gara suara cewek sok disiplin ini.
Aluna mendengus dengan senyum miring melihat mahasiswa yang menurutnya sangat tidak tahu malu. Sisa-sisa rasa kesal yang berusaha Aluna redam tadi kembali naik dengan cepat.
"Gue nggak tau lo terlalu nggak bisa mikir atau emang nggak punya otak! Dengerin gue baik-baik. Lo tau nggak kenapa ada yang namanya antrian? Biar semua orang dapat haknya secara adil. Lo mahasiswa, kan? Masa segitu aja nggak ngerti?"
Si mahasiswa berkemeja maroon mendelik tajam, tak berkutik.
"Dan satu lagi, gue nggak nyolot. Ini namanya edukasi buat orang-orang kayak lo!"imbuh Aluna yang membuat mahasiswa itu merasa semakin terpojok.
Sekeliling mulai tertawa kecil. Beberapa orang di antrian belakang bahkan ada yang manggut-manggut setuju, tentu saja mereka juga merasa kesal dengan si penyerobot antrian itu.
"Udah deh, Mas, balik ke belakang aja. Sebelum lo makin malu sendiri," kata seseorang dari belakang, yang disusul dengan tawa kecil dari beberapa mahasiswa lain.
Si mahasiswa maroon mendengus kesal tapi akhirnya melangkah mundur dengan muka merah padam.
Aluna tersenyum puas. Ia lalu segera melangkah maju untuk memesan, setelah gilirannya.
"Mas cornog-nya dua belas, ayam sosis ayam 3, sosis sapi 6, kentang 3. saosnya dipisah aja," tutur Aluna.
"Keren banget Mbak Aluna," puji sang penjual Corndog.
"Mana ada,biasa aja tuh," kilah Aluna menutupi rasa malu, Aluna paling tidak bisa di puji seperti ini.
"Beneran keren lho Mbak, nggak semua orang tuh mau speak up kayak Mbak Aluna tadi," lanjut si penjual, sambil mengoreng pesanan Aluna.
"Udah, Masnya cepet buatin pesenan saya, udah ngantri tuh yang beli," tukas Aluna menutupi salah tingkahnya.
Setelah sepuluh menit akhirnya pesanan Aluna selesai. Dia juga tak lupa mampir ke stand es jeruk sebelum kembali ke mejanya. Aluna berjalan cepat menuju meja dimana William dan Willona sudah menungu dengan tidak sabar, kembar kelaparan itu bahkan menyepamnya dengan chat.
Brugh.
Seorang mahasiswa berlari dari arah belakang,dan tanpa sengaja menyenggol bahu Aluna, hampir saja ia jatuh kedepan andai tidak di tahan oleh seseorang.
"Ati-ati lo kalau jalan!" Pekik pria yang menolong Aluna.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya pria itu pada Aluna.
"Gue ok, makasih." Aluna perlahan menegakkan tubuhnya.
Mata pria itu membeliak saat melihat siapa gadis yang ada dihadapannya.
"LHA PACAR!" teriaknya dengan sangat keras seperti toa masjid.
ini juga kenapa pada Ngeliatin Aluna kaya coba.
apalagi dia yang setatusnya sebagai orang tua Cakra. kenapa gak di laporin aja kepolisi si.
Nyatanya mau Cakra tw Om Hail pun sama² keras kepala dalam mempertahankan rasa cinta mereka buat seseorang yg spesial di hati mereka,,,
Apa ini??bakalan ada Drama apalagi yg akan Luna liat???
padahal anak gak tau apa", masa ibunya kecelakaan dan meninggal kesalahan nya harus di tanggung sang anak sampai dewasa?? emang kecelakaan itu disengaja?? salut sama Cakra yg bisa kuat menjalani kehidupan yg keras tanpa kasih sayang orang tua..
padahal anak ny Cakra tapi lebih pro ke Miranda, pasti perkara uang lagi 😒😒