Yasmin, janda muda dan cantik harus menerima jadi istri simpanan seorang pria kaya dan sudah beristri. Berawal dari pertemuan tak sengaja Reynald dengan Yasmin yang tak lain adalah karyawannya sendiri di dalam lift perusahaannya. Reynald tertarik pada pandangan pertama dan setelah ditelusuri Yasmin ternyata memiliki pekerjaan sampingan sebagai wanita panggilan.
Reynald merupakan seorang pengusaha di bidang properti dan real estate. Ia memiliki seorang istri cantik dengan segala kegiatannya sebagai sosialita. Hidup bergelimang harta membuat Aurel lupa diri hingga terlibat perselingkuhan dengan pria lain, hal itulah yang membuat Reynald perlahan mencari pelarian untuk melayani hasrat sexnya. Sedangkan Yasmin menerima jadi istri simpanan untuk memenuhi semua kebutuhan hidup dirinya dan keluarga.
Apakah pernikahan Yasmin dengan sang BOS bisa terendus? Dan apakah pernikahan mereka berdua murni karena *** semata?
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Jayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Kemana Silvia?" tanya Reynald sesampainya kembali di ruang perawatan Ambar.
"Ibu kurang tahu, tadi dia pergi dan tidak bilang mau kemana. Sepertinya buru-buru," jawab Ambar sambil memperhatikan Reynald yang menyimpan tas makanan ke atas meja.
"Buru-buru?" tanya Reynald penasaran.
Ambar hanya menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Reynald.
"Apa yang kamu bawa itu?" Ambar menunjuk sesuatu yang Reynald simpan dengan dagunya.
"Itu makanan dari Yasmin untuk Ibu," jawabnya.
Ambar tersenyum sinis, mana mau dia memakan makanan dari Yasmin. Menyentuh pun rasanya dia tak sudi.
'Kemana dia malam-malam begini?' batin Reynald, dia melirik jam di pergelangan tangannya.
Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, Reynald semakin penasaran kemana Silvia pergi.
DRRTT...
Reynald mengambil ponsel di dalam sakunya, ada panggilan telepon dari Romi.
"Iya, Rom.. kenapa?"
"Ayahnya nona Yasmin siuman. Tapi, tidak lama kemudian tidak sadarkan diri lagi. Dan nona Yasmin sekarang berada di rumah sakit." Laporan Romi membuat Reynald sedikit terhenyak.
"Apa?" Reynald menggusah wajahnya. Keberadaan Yasmin di luar rumah begitu rawan terjadinya bahaya.
"Oke, kamu terus pantau ayah mertua dan istriku. Aku akan ke sana sekarang," ujar Reynald mengakhiri pembicaraannya.
"Ada apa? Apa yang terjadi?" tanya Ambar melihat perubahan raut wajah Reynald.
"Ada sesuatu yang harus aku selesaikan. Aku akan pergi dulu. Jangan khawatir ada perawat yang berjaga." Reynald pergi terburu-buru tanpa menunggu jawaban Ambar.
Hanya satu yang berada dalam pikirannya, keberadaan Silvia. saat ini.
"Kemana dia?" Dia sangat penasaran, dia takut Silvia mendatangi Yasmin dan berbuat yang tidak-tidak.
TIINNN....
Reynald tak sabaran melewati jalanan yang macet.
"Ada apa ini? Tumben malam begini macet." Banyak orang ikut turun ke jalanan dan membentuk kerumunan.
Reynald terpaksa melihat apa yang sedang terjadi. Di saat tergesa-gesa selalu saja ada menghalangi.
"Ada apa itu?" tanya Reynald pada salah satu pengendara mobil yang ikut turun melihat.
"Ada kecelakaan mobil dan motor, Pak. Hanya luka-luka lecet saja ko."
"Oh ya, terima kasih."
Reynald harus menunggu sampai si pengendara motor ditangani, dia tidak mungkin berbalik arah dan melawan arus.
Sesekali dirinya berdecak kesal dan menghubungi seseorang. Benar-benar sangat tidak sabar.
Kerumunan orang mulai mengurai, si pengendara sudah ditangani dan dibawa ke rumah sakit begitu juga pengendara mobil bertanggung jawab atas lalainya mengemudi dalam keadaan mabuk.
Bagai lepas dari kandang, Reynald langsung menjalankan mobil dengan kecepatan penuh. Jarak antara rumah sakit tempat ayahnya Yasmin dan Ambar dirawat tidak begitu jauh, bisa ditempuh dalam jarak 15 menit.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" Reynald menatap para bodyguard istrinya yang berjaga di depan lobi rumah sakit.
"Kami disuruh bu Yasmin menunggu di sini," jawab salah seorang.
"Apa? Aaarrrggghh." Reynald menahan geram. Ingin sekali dia marah dan memukuli semuanya.
"Kalian harusnya berjaga tidak jauh dari istriku berada bukan malah menunggu di sini! Kalian bodoh apa tidak tahu? Kalian tahu, aku memperkerjakan kalian karena aku memecat bodyguard sebelum kalian!" Reynald berteriak mengeluarkan kekesalannya.
"Maaf, Pak. Ini atas permintaan bu Yasmin sendiri dan sudah atas persetujuan anda."
Reynald menatap tajam pada bodyguard yang sudah menjawab perkataannya barusan.
"Apa? Harusnya kalian mendengar perintah langsung dariku!"
Romi setengah berlari menghampiri Reynald.
"Saya akan mengurusnya, ibu nona Yasmin ingin bicara dengan anda." Romi mempersilahkan Reynald masuk.
"Hah.. urus mereka!" Reynald bergegas menemui Yasmin dan juga ibu mertuanya.
Melihat penampilan istrinya sedikit kusut, Reynald. menyadari sesuatu telah terjadi.
"Yasmin." Reynald cepat menghampiri istrinya.
"Pak Reynald, saya kecewa sama anda. Anda janji akan menjaga dan membahagiakan anak saya. Tapi, mana buktinya. Jika saya tidak datang tepat waktu mungkin anak saya sudah dicelakai istri pertama anda." Ibu melihat Reynald datang dan refleks memarahinya.
"Bu." Yasmin melarang ibunya berbicara lagi.
"Apa yang terjadi?" Tatapnya dingin dengan suara beratnya. "Apa yang dilakukan Silvia padamu?"
Yasmin tertunduk.
"Yasmin, jawab pertanyaanku!" Tegas Reynald.
"Istri pertama anda datang, dia berusaha mencelakai Yasmin. Dia berusaha memberikan Yasmin obat penggugur janin." Tangis Ibu pecah.
Reynald memejamkan matanya, darahnya mendidih seketika mendengar perkataan ibu mertuanya.
"Silvia!" Giginya bergemeletuk. Amarahnya sudah memuncak.
"Mas, jangan berbuat apapun!" Yasmin tahu apa yang akan Reynald lakukan.
"Jangan? Kamu bilang jangan? Setelah apa yang dia lakukan padamu? Jangan munafik, Yasmin! Buarkan aku melakukan apa yang seharusnya aku lakukan!" Reynald hampir berteriak.
"Mas, aku bilang jangan. Ini kelalaianku." Yasmin mengakui andaikan dia meminta izin pada suaminya untuk pergi.
Sudut bibir Reynald terangkat.
"Ya, harusnya kamu mendengarkanku!" lirihnya.
"Maafkan aku, Mas." Yasmin menangis. Dia malah berlari pergi meninggalkan suami dan ibunya.
"Pak Reynald, tolong jaga anak saya. Dia sangat berarti untuk saya."
Reynald menganggukan kepalanya, lantas diapun menyusul Yasmin.
Di koridor rumah sakit, tepatnya di depan sebuah jendela yang menatap langsung ke luar tampak rembulan sangat indah mewarnai langit kelam.
"Yasmin, apa yang terjadi?" Langkah Reynald terhenti seiring Yasmin yang berdiri di sana.
Air bening itu seolah tak mau berhenti. Menjadi jawaban betapa sakitnya hati Yasmin.
"Mas, aku memang salah telah masuk dalam rumah tangga kalian. Tapi, aku tidak menyangka jika keselamatan dan janin dalam rahimku jadi sasarannya. Aku tidak mau ini terulang kembali. Aku takut, Mas." Suara Yasmin bergetar.
"Maafkan karena aku tidak menjagamu."
"Biarkan aku yang mengalah, Mas."
Reynald mendongakan kepalanya menatap tajam istrinya tersebut.
"Omong kosong apa yang kamu katakan?" balasnya.
"Aku-aku hanya tidak mau dia mencelakai janin dalam kandunganku," jawabnya datar.
Reynald melangkah mendekati Yasmin. Diraihnya kedua tangannya itu.
"Kamu tahu, aku tidak akan pernah melepaskan tangan ini sekalipun aku mati." Reynald mengatakannya sungguh-sungguh.
"Tapi, Mas. Bu Silvia tidak akan melepaskanku, aku yang salah." Yasmin tetap pada keputusannya.
"Selama ada aku, dia tidak akan berani berbuat macam-macam."
"Tapi, aku takut."
"Kamu tidak percaya padaku?"
Yasmin tidak berani menatap kedua bola mata Reynald.
"Bu Silvia sedang hamil, itu sebabnya biarkan aku yang mengalah."
Reynald melepas pegangan tangannya.
"Apa lagi yang dia katakan?"
Yasmin tersenyum lebar.
"Jadi benar kalau dia hamil?"
Reynald menghela napas panjang.
"Dia memang hamil. Tapi, bukan aku ayah dari janin itu."
Mata Yasmin membulat penuh, lelucon apa lagi yang sedang dia dengar sekarang.
"Jangan bercanda," pinta Yasmin
"Aku tidak bercanda. Kami memang sudah lama tidak berhubungan sejak dia berselingkuh. Dan aku sudah berjanji tidak akan menyentuhnya lagi. Apa kata-kataku tidak cukup untuk meyakinkanmu?"
"Aku memang kurang percaya," timpal Yasmin
"Aku sudah lama sangat menantikan buah hati. Jika memang Silvia mengandung benihku, aku tidak akan lepas tanggung jawab karena bagiku anak tetaplah anak. Biarkan kebencianku pada ibunya saja jangan sampai berpengaruh pada anakku kelak. Apa kamu paham?" Diraupnya wajah Yasmin. Kedua bola matanya menatap tajam manik mata Yasmin yang memancarkan aura kesedihan mendalam.
'Aku tidak akan berdiam diri lagi. Aku akan membuat perhitungan denganmu, Silvia!' dendam Reynald.
***
BERSAMBUNG...
JANGAN LUPA MASUKKAN KE RAK YA..
aku takut ni jebakan ...
jgn smpai kmu mnyesal.
dan taruhannya rumah tanggamu bersama Renata....
smga aja mama mu kena serangan betulan ... krna tau sifat Silvia seperti apa..
jgn ya Rey....baca dlu isi surat nya .kli aja jebakan bedmen ... hahahhah
Lanjut Thor.... jangan kelamaan dong up nya biar gak keburu lupa ceritanya, ok lanjut dan tetap semangat upnya 💪💪💪💪😘😘😘😘🤩🤩🤩🤩😍😍😍🥰🥰🥰🥰