Warning⚠️
Siapkan tisu karna banyak adegan mengharukan mungkin akan menguras air mata.
_____
Menceritakan perjalanan hidup seorang pemuda bernama Firman yang berprofesi sebagai seorang pengedar obat-obatan terlarang. Sekian lama berkecimpung di dunia hitam, akhirnya Firman memilih berhijrah setelah mendapatkan hidayah melalui seorang anak kecil yang ia temukan di tepi jalan.
Akan tetapi, semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak halang rintangan yang menghambatnya keluar dari dunia hitam.
"Jack, mungkin aku akan keluar dari dunia hitam ini."
"Kau jangan gila, Man! Togar akan mencari dan membunuh kau!"
Dapatkan Firman keluar dari dunia hitam setelah bertahun-tahun berkecimpung di sana. Dan apakah ia akan Istiqomah dengan pendiriannya, atau akan kembali kejalan yang dulu yang pernah ia tempuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Remaja01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Firman merenung telapak tangannya yang banyak terdapat bekas luka. Lama ia terdiam sejak menadah tangan membaca doa.
Harus memulai doa dari mana Firman tidak tahu. Ia sudah lama tidak berdoa. Mata di pejam erat, walau tidak ada sepatah kata yang keluar dari bibir, namun air bening deras menetes hingga mengenai telapak tangan.
Firman terus menangis seperti anak kecil yang kehilangan ibu. Tanpa sadar kedua belah telapak tangan jatuh pada sajadah dan perlahan kepalanya ikut turun bersujud. Keningnya mencium karpet yang ada di mushola.
Mata masih terpejam erat. Air bening yang luruh di biarkan saja jatuh. Rasa tenang perlahan hadir di hati.
"Ya Allah ampunilah dosa-dosaku. Mudahkan lah semua urusanku." Bergetar hatinya berbisik.
Setelah merasa hati sedikit tenang, barulah Firman bangkit. Jejak tangis di hapus, karna malu jika di tanya dokter Aisyah nantinya.
Kain sarung mushola yang di pakai tadi di lipat kembali setelah mengganti dengan celana jeans sebelum keluar dari mushola.
Sambil menunggu Aisyah pulang, Firman duduk lagi di kursi tunggu.
Jaket jeans diselimutkan ke tubuh sendiri. Dari tempatnya duduk, Firman dapat melihat kak Liza yang sedang mendorong pintu kaca resepsionis. Sedangkan dokter Aisyah sedang menuruni tangga bersama tiga perawat. Firman menoleh ke arah lain. Entahlah, ia malu jika bertentangan mata dengan dokter muda itu.
Tiba-tiba ponsel Nokia baru miliknya bergetar dan mengeluarkan suara.
Segera Firman berdiri dan berjalan menjauh sebelum menjawab panggilan tersebut, karna tidak ingin ada yang mencuri dengar obrolannya.
"Ya, hallo? Kenapa Jack?" tanya Firman setelah menekan tombol jawab.
"Santai, bro. Disini aman. Ohya, kau pergi kemana tadi? Aku telepon tidak kau jawab?"
"Oh, tadi aku sholat," jawab Firman.
"Sholat? Sekarang kau dimana? Mesjid?"
"Tidak. Aku masih di klinik dokter Aisyah. Sejauh ini, belum ada terlihat bayang-bayang anak buah Togar di sini. Tapi aku masih khawatir karna dia masih bertugas di klinik. Jadi aku akan pastikan dia pulang dengan selamat," balas Firman.
"Kau tidur dimana malam ini? Rumah dokter cantik itu?"
"Kau sudah gila? Memangnya aku ini siapa dia?" Suara Firman agak tinggi dari sebelumnya.
"Hehehe, aku tanya saja. Kau jangan marah gitu."
"Siapa yang marah? Aku hanya ingatkan saja, takutnya kau malah bicara seperti itu di depan orangnya. Dimana aku simpan muka ini."
"Hehehe." Jack kembali terkekeh. Ia suka melndengar sahabatnya marah seperti itu. "Ohya, Man. Tadinya aku ingin video call kau dengan umar. Tapi aku ingat kau sekarang memakai ponsel butut."
"Ya, nanti kuperbaiki ponsel yang lama. Umar bagaimana?"
"Sekarang dia sudah tidur. Aku pun sekarang sedang berada di dalam mobil. Kau tau Man? Sekarang bocah itu sudah memiliki teman."
Firman tertawa kecil mendengarnya. "Pasti dia sudah lupa denganku, kan?"
"Eh, siapa bilang. Kau tidak tau bagaimana dia tadi. Tak henti-henti menanyakan kau dimana. Aku jawab saja kau sedang kerja."
Firman tersenyum kecil. "Ya sudah, sekarang pergilah cari makan dulu. Bungkus sedikit untukku, aku juga belum makan apa-apa. Setelah mengantar dokter Aisyah pulang ,aku hubungi kau."
"Oke. Bye."
Sambungan telepon pun berakhir.
Firman kembali kekursi tunggu. Kepalanya sakit memikirkan berbagai masalah yang datang silih berganti.
***
Rokok di tangan di hisap untuk terakhir kali sebelum di buang. Gerimis di luar di lihat Firman. Kadang kepalanya juga mendongak ke atas melihat apakah masih ada bintang di kegelapan malam. Namun, yang di lihatnya hanya langit yang kelam.
Segera tubuh di palingkan kearah lain, ketika melihat dokter Aisyah berjalan kearahnya. Masker juga di pakai.
"Bang Firman," panggil dokter Aisyah.
Firman menoleh.
"Bang Firman belum pulang?" tanya dokter Aisyah seraya mendekati pemuda menggunakan jaket jeans itu.
"Hm, Aisyah. Boleh kita bicara sebentar?" balas Firman.
Dokter Aisyah mengangguk, tanpa banyak tanya, kaki semakin mendekati pemuda itu disudut koridor.
"Sebenarnya, saya mengkhawatirkan keselamatan Aisyah."
Kening dokter Aisyah agak berkerut. "Kenapa? Selama ini saya baik-baik saja, kok," balas dokter Aisyah. Wajah pemuda yang menggunakan masker di perhatikannya. Saat melihat para perawat keluar dari klinik, dokter muda itu mengulas senyum pada mereka.
"Tapi keadaanya sekarang berbeda. Saya sekarang sedang menjadi incaran seseorang, mungkin orang itu juga akan melibatkan orang yang pernah saya kenal. Di kota ini saya tidak banyak kenal orang, hanya Jack, Umar dan dokter. Saya tidak ingin terjadi sesuatu pada dokter," balas Firman sambil menyilangkan tangan di dada.
"Jangan khawatir, insyaallah saya baik-baik saja." Dokter Aisyah tersenyum untuk meyakinkan lelaki di depannya. "Mari saya antar bang Firman pulang."
Firman membalas tawaran dokter Aisyah dengan gelengan kepala. "Tugas saya sekarang mengantar dokter pulang kerumah dengan selamat. Apa Aisyah ingin pergi ke suatu tempat setelah ini?" tanya Firman.
"Hm, sebenarnya saya ingin bertemu teman. Kami sudah janji mau pergi pengajian. Bang Firman mau ikut?"
"Pengajian yang Aisyah bilang waktu itu?"
Kemarin Aisyah memang pernah memberikan jadwal pengajian, tapi satu pun tidak pernah di hadiri Firman karna sibuk.
Dokter Aisyah mengangguk. "Gak lama, kok. Paling 1 jaman. Sekarang sudah jam 9. Mobil saya ada di sana." Aisyah menunjuk dimana mobilnya terparkir, lalu mengeluarkan payung lipat dari dalam tas. Payung di buka sembil melihat Firman yang sedang menadahkan tangan keatas. Mungkin sedang merasakan gerimis yang turun.
"Ayo," ajak Firman. Hujan di terobos begitu saja.
Dokter Aisyah menggeleng dengan senyum kecil sebelum mengekori pemuda itu.
"Sudah mau pulang?"
Dokter Aisyah kaget melihat dokter Fadli tiba-tiba hadir di hadapannya.
"Iya, kenapa?" jawab dokter Aisyah.
"Pasti dokter belum makan malam, kan? Bagaimana kalau kita makan malam dulu?" ajak dokter Fadli. Sekilas matanya melirik Firman yang berdiri di sebelah dokter Aisyah. Hatinya bertanya-tanya siapa lelaki itu. Masker yang di pakai Firman menghalangi ia mengenal wajah itu, di tambah keadaan di luar memang kurang penerangan.
"Terimakasih tawarannya, dokter. Tapi, maaf. Saya sudah makan malam dan sekarang saya harus buru-buru pergi."
"Tunggu. Dia siapa?" Dokter Fadli menghalangi jalan mereka.
"Dia teman saya," jawab dokter Aisyah.
"Ooh, teman?" Dokter Fadli mengulurkan tangan pada Firman. "Kenalkan, saya dokter Fadli," ucapnya dengan bangga.
Firman pun menyambut uluran tangan dokter Fadli. Pandangan tidak bersahabat dokter itu tidak di perdulikannya. "Aku Ashrafi. Senior Aisyah," balas Firman.
Setelah bersalaman, dokter Aisyah mengajak Firman masuk ke dalam mobil.
Firman masih memakai masker, ia takut ada orang yang mengenalinya. Seperti dokter Fadli tadi. Andai Firman tidak memakai masker, mungkin dokter Fadli yang bekerja sama dengan Taleben, bisa mengenali wajahnya.
"Aisyah," panggil Firman dari tempat duduknya yang berada tepat di belakang Aisyah.
"Ya." Aisyah melihat samar-samar pemuda di belakangnya dari kaca spion.
"Lelaki tadi siapa?" tanya Firman.
"Oh, itu teman Abang saya. Kebetulan abang saya seorang relawan. Jadi waktu itu gak sengaja kenal dengan dokter itu saat membagikan pakaian di sebuah yayasan panti asuhan."
"Hmm, maaf sebelumnya. Kenapa Aisyah seperti tidak menyukai dia?" Firman memperhatikan gadis yang tengah mengemudi itu dari spion depan.
"Karna dia itu kurang ajar. Saya gak suka lelaki seperti itu."
"Kurang ajar? Memangnya dia melakukan apa?" Firman kembali bertanya.
"Waktu pertama berkenalan, dia malah sengaja memegang tangan saya. Walaupun terlihat biasa saja, tapi tetap saya benci kelakuan dia," jawab Aisyah.
"Saya lihat juga begitu. Aisyah memang harus lebih hati-hati dengan dia." Firman bicara seperti itu bukan karna cemburu atau merasa tersaingi. Tapi karna ia tahu pekerjaan dokter Fadli. Firman takut dokter Fadli akan menjebak Aisyah nantinya.
dan tentunya semua itu tergantung Author yaa....hihihiiiii 🤭
soalnya tanggung ini, kopi hampir habis tapi malah kalah cepat sama bab terakhir yang lebih dulu habis...
🤤😩
lanjutkan Thor 👍
kopi mana kopi....🤭
bab awal yang keren menurut saya, ilustrasi kehidupan keras dengan di bumbui seorang bocah berusia 2 tahun...
semoga tokoh Firman di sini, author bisa membawa nya sebagai figur ayah angkat yang hebat.
salut Thor...lanjutkan 👍👍👍