Leon Harrington seorang hakim yang tegas dan adil, Namun, ia berselingkuh sehingga membuat tunangannya, Jade Valencia merasa kecewa dan pergi meninggalkan kota kelahirannya.
Setelah berpisah selama lima tahun, Mereka dipertemukan kembali. Namun, situasi mereka berbeda. Leon sebagai Hakim dan Jade sebagai pembunuh yang akan dijatuhkan hukuman mati oleh Leon sendiri.
Akankah hubungan mereka mengalami perubahan setelah pertemuan kembali? Keputusan apa yang akan dilakukan oleh Leon? Apakah ia akan membantu mantan tunangannya atau memilih lepas tangan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Di depan sebuah rumah megah, Seorang gadis melangkah dengan wajah berseri-seri, Tangannya menggenggam tas kecil berwarna merah. Sesampainya di depan pintu, ia menekan pin dengan hati berbunga-bunga.
"Leon pasti di rumah saat ini," gumamnya pelan, lalu ia membuka pintu dan melangkah masuk.
Begitu memasuki ruang tamu, pandangannya seketika tertuju pada kekacauan yang tidak pernah ia bayangkan. Pakaian wanita berserakan di lantai, menyatu dengan sepatu bertumit yang tergeletak tak beraturan. Di lorong yang menuju kamar, tergeletak pula pakaian dalam—semua itu seperti serpihan kisah yang hancur. Gadis itu terdiam, menahan emosi yang bergejolak, tak percaya pada apa yang dilihatnya.
Tak lama kemudian, langkah berat terdengar dari lorong. Seorang pria muncul, mengenakan jubah tidur, matanya menatap tajam. Gadis itu, dengan suara hampir pecah, menyuarakan keheranannya,
"Leon, apa semua ini?"
Tak lama kemudian, dari dalam salah satu kamar, seorang wanita muncul dengan langkah pasti. Tubuhnya hanya dibalut dengan selimut tebal.
ia berdiri di samping Leon dengan senyum yang terlatih.
Gadis itu, tak mampu menahan rasa sakit dan kebingungan, bertanya dengan nada serak,
"Kau... siapa? Apa yang kau lakukan di sini?"
Pria itu menghela napas, lalu dengan tenang menjawab, "Karena kau telah datang, aku tidak akan menyembunyikan apa-apa darimu lagi. Namanya Selena. Dia adalah tunanganku, Jade Valencia." Leon menatap Jade dan kemudian beralih ke Selena.
"Hai, Jade, Leon mengatakan kalian akan menikah dua minggu lagi. Maafkan semua yang terjadi. Aku dan Leon sebenarnya sudah lama saling mencintai. Jangan khawatir, aku akan segera pergi. Urusan kita telah selesai!"
Jade menatap tajam ke arah Leon dengan tajam. "Leon Harrington, katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Jade dengan suara bergetar, antara marah dan sedih.
"Hubungan kami sudah cukup jauh, seperti yang kau lihat. Kalau kau masih ingin menikah denganku, aku bisa menuruti keinginanmu. Tapi aku tidak bisa memberi hatiku padamu, karena hatiku telah menjadi miliknya."
Kata-kata itu menghantam Jade lebih keras daripada pukulan fisik. Matanya yang sudah dipenuhi air mata kini berkabut oleh luka yang semakin dalam. Tangannya bergetar, namun ia tetap melangkah mendekati Leon. Tanpa berpikir panjang, tangannya terayun dengan penuh emosi.
Plak!
Sebuah tamparan mendarat keras di pipi Leon, membuat kepala pria itu sedikit menoleh ke samping. Ruangan yang tadinya hanya diisi oleh ketegangan kini dipenuhi dengan dentuman emosi yang tak terbendung.
Air mata akhirnya mengalir deras di pipi Jade, namun tatapannya tetap tajam. Ia menggertakkan giginya sebelum akhirnya berteriak penuh amarah,
"Kalau kau mencintai wanita lain, kenapa melamarku dan memberiku janji-janji palsu? Apakah bersamaku membuatmu terhina dan menderita? Lalu, apa artinya kita bersama selama ini kalau kau tidak bisa menjaga hatimu!"
Suara Jade bergetar di antara isakannya, namun setiap kata yang keluar dipenuhi dengan luka yang nyata. Leon tetap diam sesaat sebelum akhirnya menghela napas panjang.
"Aku menyesalinya," katanya, kali ini suaranya terdengar lebih pelan, seperti bisikan di tengah badai. "Tapi semua sudah terlanjur. Karena kau sudah tahu, aku rasa kau pasti tidak akan sudi menikah denganku."
Jade menatap Leon dengan penuh kebencian. Tangan kecilnya merogoh tas yang ia bawa, menarik keluar setumpuk undangan pernikahan mereka yang telah dicetak dengan indah. Jemarinya yang gemetar mencengkeram erat kertas-kertas itu sebelum akhirnya melemparkannya ke udara dengan penuh kemarahan.
"Aku membatalkan pernikahan ini! Leon Harrington, aku membencimu!"
Suara Jade menggema di seluruh ruangan, memenuhi setiap sudut dengan kepedihan yang tidak bisa dihapus begitu saja. Tubuhnya bergetar karena luapan emosi, matanya yang berkaca-kaca menatap pria yang dulu sangat ia cintai, namun kini hanya menyisakan luka.
Tanpa pikir panjang, tangannya meraih vas bunga kristal yang terletak di atas meja. Dengan penuh kemarahan, ia melemparkannya ke lantai.
Brak!
Suara pecahan vas menggema, serpihan kaca berhamburan ke segala arah. Seakan-akan menggambarkan hatinya yang kini juga telah hancur, berkeping-keping.
Jade menatap kekacauan di depannya dengan napas memburu. Hatinya sudah tidak bisa lagi menanggung sakit ini. Dengan langkah tegap, ia berbalik, menahan tangisnya agar tidak semakin pecah.
Tanpa menoleh sedikit pun, ia melangkah keluar, meninggalkan Leon dan kenangan yang telah berubah menjadi luka.
Selena menoleh ke arah Leon yang masih menatap kepergian Jade. Ia menyilangkan tangan di dada, matanya mengamati ekspresi pria itu yang seakan masih belum sepenuhnya tenang.
"Dia sudah pergi. Ini hasil yang kau inginkan," ucap Selena
Leon menghela napas pelan, lalu berbalik tanpa melihat Selena. "Dia harus pergi," jawabnya singkat sebelum melangkah menuju kamar lain.
Selena menatap punggung pria itu, merasa sedikit tidak puas dengan reaksinya.
"Apa kamu tidak menyesalinya?" tanya Selena, mencoba mengusik hati Leon.
Namun, tidak ada jawaban. Leon hanya terus berjalan, membuka pintu kamarnya, lalu menutupnya rapat-rapat seolah ingin mengurung dirinya dari segala perasaan yang berkecamuk.
Sementara itu, di dalam mobil yang melaju kencang, Jade menggenggam erat kemudinya. Air mata terus mengalir di pipinya, dan dadanya naik turun menahan amarah serta sakit hati yang membuncah.
"Leon Harrington, aku akan mengingat apa yang kau lakukan padaku. Aku membencimu sampai aku mati!" gumamnya dengan suara serak.
Tak lama, mobilnya memasuki halaman sebuah rumah mewah yang luas. Jade dengan tergesa melangkah masuk, masih dengan mata yang sembab dan wajah yang penuh emosi. Di ruang utama, tiga orang langsung menoleh ke arahnya—ayahnya, Marcus, ibunya, Sammy, dan saudari kembarnya, Jane.
Jane segera bangkit dari sofa dan menghampiri Jade dengan ekspresi cemas. "Jade, kamu sudah pulang. Apa yang terjadi? Kenapa menangis?" tanyanya dengan nada penuh perhatian.
Jade mengusap air matanya sebelum berkata dengan suara tegas, "Jane, aku membatalkan pernikahan ini."
Ruangan itu langsung dipenuhi keheningan yang menegangkan. Marcus mengernyit, sementara Sammy memutar matanya dengan ekspresi tidak percaya.
"Membatalkan? Kau sedang bercanda?" tanya Marcus dengan nada tajam.
Sammy langsung menyusul dengan suara yang lebih sinis, "Jade, jangan menimbulkan masalah lagi! Sisa dua minggu sebelum acara, dan kau memilih membatalkan? Keterlaluan sekali! Bisa menikah dengan pria itu adalah keberuntunganmu. Dia seorang hakim yang tegas dan tangguh. Ke depannya, kita juga butuh dia."
"Apa artinya sebuah pernikahan kalau ada perselingkuhan dan pengkhianatan? Leon bukan pria yang tulus dalam hubungan asmara. Aku menolak menemuinya lagi dan aku akan tinggalkan tempat ini," jawab Jade, lalu berbalik menuju kamarnya.
Marcus menghela napas panjang, seakan masih tidak percaya dengan ucapan putrinya. "Berselingkuh? Apa mungkin seorang hakim berselingkuh?" gumamnya, masih berusaha mencerna situasi.
Sammy mendengus sinis dan berkata dengan nada meremehkan, "Mungkin saja Jade mengarang cerita. Dia paling suka berbohong. Dulu dia juga yang tergila-gila pada hakim itu."
Beberapa saat kemudian, suara koper yang diseret terdengar di tangga. Jade melangkah menuju pintu utama dengan mata yang penuh keteguhan.
Jane buru-buru menghampirinya, mencoba menahan kepergiannya. "Jade, jangan pergi! Apa pun masalahnya, pasti ada penyelesaiannya," bujuknya dengan nada khawatir.
Jade menatap saudari kembarnya dengan lembut, namun penuh ketegasan. "Jane, aku tidak bisa tinggal di sini. Aku tidak ingin mendengar semua tentangnya. Melupakan dia dan menyembuhkan diri adalah tujuan utamaku."
Sebelum Jane bisa membalas, suara tajam Sammy terdengar. "Kalau kau pergi, maka jangan pernah kembali."
Jade berhenti sejenak, menatap ibunya dengan mata yang berkaca-kaca. "Ma, putrimu sedang terluka. Mama bukannya menghiburku, tapi malah bicara seperti itu?" suaranya bergetar, tetapi ada kekecewaan yang jelas di sana.
Sammy mengangkat dagunya dengan angkuh. "Pernikahan yang sudah tersebar tiba-tiba dibatalkan? Kejadian ini akan mempermalukan keluarga kita. Bagaimana lagi ayahmu dan aku bisa berhadapan dengan para pebisnis lainnya?"
Jade tertawa sinis. "Jadi ini semua tentang reputasi kalian? Bukan tentang kebahagiaanku?"
ayo katakan yg sebenarnya