Sarah sang pemeran utama beserta para survivor lainnya telah berada di sebuah dunia tiruan yang nampak aneh. Mereka harus bisa bertahan hidup dengan melewati permainan yang di sebut dengan " 25 aturan iblis ", dimana permainan ini memiliki setiap aturan dan teka teki yang cukup menyulitkan. yang berhasil bertahan hidup sampai akhir, adalah pemenangnya. lalu hadiah yang akan di terima adalah satu permintaan apa saja yang diinginkan...... Mampukah Sarah dan para survivor lainnya keluar dari dunia aneh itu..? lalu bagaimana caranya Alena adik perempuan Sarah yang telah menghilang selama 12 tahun berada di dunia itu....?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muhamad aidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 : Kematian tragis survivor
Matahari terbit dari ufuk timur, sinarnya menerangi seluruh permukaan bumi. Hewan-hewan yang aktif di siang hari nampak mulai beraktifitas sekedar mencari tempat makan dan minum. Tumbuhan berfotosintesis dengan cahaya matahari pagi itu.
Pagi itu kondisi hutan masih berkabut. Sinar matahari hanya beberapa yang masuk menembus tebalnya kabut. Sarah dan yang lainnya keluar dari pohon besar berbentuk gua. Malam telah berlalu cepat. Kami berhasil berlindung dari terornya malam yang mencekam.
Sarah masih sangat bersalah karena tidak dapat melindungi anak-anak itu.
" Menurut penuturan Amelia, setan yang mengganggu kita semalam adalah nenek bongkok dan Vannah ".
" Vannah...? ".
" Nama salah satu iblis yang turut serta dalam menghuni hutan kematian ,dari ketiga belas setan yang berada di seluruh kawasan hutan ini ".
Sarah yang mendapat penglihatan dari Amelia soal nasib para anak-anak itu.
Sudah satu jam lamanya kami menyusuri hutan. Kabut masih sama seperti pagi tadi, tidak ada tanda-tanda akan menghilang. Kami menyusuri jalanan setapak dimana kanan kiri rumput ilalang setinggi dada orang dewasa. Semakin masuk ke dalam hutan dengan jalanan sudah lumayan menanjak. Sarah yang sudah melihat isi ingatan Amelia terus menapaki jalan yang sudah sangat tertutup rimbunnya semakin dan ilalang dengan jalan menanjak, dengan akar-akar pohonnya yang menjalar di mana-mana.
" Berhenti...". Sarah berhenti berjalan. Matanya awas ke sekeliling, menajamkan pendengaran.
" gemerecik air ". gumam Sarah. Wajahnya tersenyum sumringah.
" Lewat sini,cepat...". Sarah mulai berjalan sedikit cepat. Kami yang berada di belakang hanya bisa mengikuti alunan langkahnya yang tiba-tiba menjadi cepat.
Sepuluh menit lamanya berkutat dengan semakin dan ilalang yang tinggi, kami berempat telah sampai di sebuah mata air jernih dengan gemericik air terjun kecil yang mengalir dari atas. Tidak terlalu tinggi, hanya sekitar dua meter saja, namun airnya cukup jernih sehingga bisa di minum.
Tak butuh kata-kata lagi, Bara dan Elang langsung meminum mata air itu secara langsung. Rasa dahaga yang sudah di tahan sejak pagi tadi sudah seperti sesuatu yang membahagiakan ketika air membasahi kerongkongan mereka.
" Minum dahulu ". Alena memberikan botol air yang sudah terisi. Sarah mengambilnya lalu meneguknya.
" Bagaimana kakak menemukan mata air ini ..? ".
" Dengan bantuan Amelia tentunya, mata air ini sudah dekat dengan gua tempat anak-anak itu berada..." .
" gua...? ".
Sarah mengangguk, lalu meneguk sekali lagi air di tangannya. Kali ini rasa hausnya sudah lumayan berkurang. Satu jam lamanya kami beristirahat di dekat mata air, sekedar menghapus rasa lelah yang semakin mendera membuat kami sedikit merasakan kantuk. Sarah perlahan bangkit dari duduknya
" Lanjut... ". Tanpa banyak berbicara dia mulai berjalan kembali menuju Utara.
" Mulai lagi....". Keluh Bara yang sedang enak rebahan tiba-tiba di buyarkan oleh semangat Sarah.
" Bangunlah.... Apa harus ku gendong...? ". Ledek Elang yang sudah berlalu duluan di belakang Alena. Bara hanya menggerutu kesal tanpa bisa marah secara langsung. Dia paksakan bangkit walau rasanya masih ingin berlama-lama.
Perjalanan kami berlanjut, memecah tebalnya kabut yang masih belum hilang. Sesekali kami merasakan cahaya matahari menembus lalu mengenai wajah kami. Sekitar sepuluh menit berjalan, kami sampai di sebuah gua. Gua kecil dengan batuan alaminya. Ada tetesan air di mulut gua, cukup banyak hingga bisa terlihat bahwa gua ini cukup lembab di dalamnya.
" Dian.....!!!! , Hadi....!!! ". Sarah berteriak memanggil kedua remaja itu di mulut gua.
" Kak Sarah...". Alena mencoba untuk memperingatkan.
" Aku yakin mereka ada di sini. Kami dan yang lain tunggu di sini. Biar kakak saja yang ke dalam ".
Alena merasa tidak yakin jika kakaknya harus ke dalam. Alena memegang lengan Sarah, ingin menghentikan Sarah agar tidak nekat ke dalam gua itu. Sarah meyakinkan Alena semuanya tidak akan apa-apa.
Sarah berjalan perlahan memasuki mulut gua sendirian. Dengan lampu senter kecil penerangan seadanya itu membuatnya harus hati-hati. Gua itu cukup gelap jika sudah berada di dalam dan tentu saja udara lembab dan bau yang aneh tampak menyeruak membuat hidung serasa tidak enak. Sarah terus berjalan sambil menerangi sekitaran gua, dia berharap bahwa kedua remaja itu ada di sini.
Cahaya senternya mengenai sesuatu, di sekitaran dinding gua. Sarah menajamkan matanya, dan melihat betul siapa yang tergeletak di sana.
" Dian.... ". Sarah reflek langsung menghampiri Dian yang tergeletak di dekat dinding gua.
" Syukurlah masih hidup.... ". Setelah di rasa masih memiliki denyut nadi, Sarah langsung membawa Dian ke luar Gua. Beruntungnya tubuh Dian kecil dan tidak terlalu gemuk, sehingga Sarah tidak terlalu merasa berat menggendong Dian.
" Teman- teman tolong bantu...". Setelah sampai di mulut gua, Sarah langsung meminta bantuan kepada Bara,Elang dan Alena yang menunggu di mulut gua.
Elang dan Bara bergegas menolong Sarah, dan membopong tubuh Dian.
" Bagaimana dengan Hadi ..? ". Tanya Bara.
Sarah hanya mengangguk, lalu meminta pergi dari gua ini menuju tempat mata air tadi.
Waktu semakin berjalan, panas siang terasa cukup panas dari hawa yang kami rasakan. Kami telah sampai di mata air tempat awal kami beristirahat. Beruntungnya sebuah pohon besar berada di pinggir mata air, bagian bawahnya cukup tertutup kanan kiri dengan Akar besar. Kami membaringkan tubuh lemah Dian di dekat pohon besar itu. Angin siang terasa sejuk berhembus perlahan memecah kabut tebal yang tak kunjung menghilang.
Dian perlahan membuka matanya, ketika pemandangan pertama yang di lihatnya adalah wajah Sarah dan yang lainnya.
" Kak Sarah...". Dian terlonjak kaget, namun beberapa detik kemudian Dia langsung bangun dan memeluk Sarah.
" Kak Sarah aku takut..... ". Dian menangis terguncang. " Hadi kak,,, Hadi....". Dia tidak sanggup meneruskan kata-katanya.
" Kenapa dengan Hadi...? ". Sarah mencoba menggali informasi tentang Hadi dari Dian.
" Hadi ngebunuh semua anak-anak ,lalu menggantungnya di atas pohon besar ". Dian menangis kencang di pelukan Sarah. Nampak wajah syok dan traumanya tidak bisa berbohong.
Kami semua terkejut mendengar pengakuan Dian. Bagaimana mungkin Hadi bisa Setega itu melakukan hal keji terhadap anak-anak itu.
" Pasti itu perbuatan Vannah.... Temanmu kemungkinan besar telah dikuasai jasadnya oleh iblis Vannah ". Bisikan Amelia terdengar di kuping Sarah.