Akademi Debocyle adalah akademi yang paling luas, bahkan luasnya hampir menyamai kota metropolitan. Akademi asrama yang sangat mewah bagaikan surga.
Tahun ini, berita-berita pembunuhan bertebaran dimana-mana. Korban-korban berjatuhan dan ketakutan di masyarakat pun menyebar dan membuat chaos di setiap sudut.
Dan di tahun ini, akademi Debocyle tempatnya anak berbakat kekuatan super disatukan, untuk pertama kalinya terjadi pembunuhan sadis.
Peringatan : Novel ini mengandung adegan kekerasan dan kebrutalan. Kebijakan pembaca diharapkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Garl4doR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 : Hutan Hitam & Api Hitam
Di pagi hari dalam hutan hitam, tidak sama seperti di akademi maupun tempat biasanya seseorang tinggal yang akan disambut matahari dan udara segar dan terkadang kokokan ayam. Di kabin kayu dalam hutan hitam hanya terdapat kegelapan yang sama seperti malamnya.
Udara disana pengap dan menekan sangat tidak mengenakan kalau seseorang tidak terbiasa. Alvaro yang baru bangun terasa lebih bertenaga daripada semalam bekas pertarungan, Gale juga baru saja bangun dan keluar dari kamarnya.
"Yo, sudah lebih baik?" Alvaro langsung menyambutnya.
Gale menguap sebelum menjawab, "Lebih baik daripada tidak bisa membuka mata sama sekali." Pemuda itu meregangkan otot-ototnya yang pegal karena kasur yang tipis dan keras.
"Aku sepertinya bermimpi ada seseorang yang memberikan aku minuman yang sangat pahit dan asam... Sebentar, ini dimana?" Ia baru sadar dan terlihat bingung.
"Kau tidak bermimpi, orang itu Heather yang memberi kita perlindungan semalam." Alvaro menunjuk ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka dengan suara berderit pelan. Heather muncul dengan langkah ringan, membawa beberapa potongan besar daging berwarna gelap di atas nampan kayu. Wajahnya terlihat tenang, tetapi matanya yang tajam seperti selalu menghitung segala kemungkinan di sekitarnya.
"Ah, kalian sudah bangun," kata Heather tanpa basa-basi. Ia meletakkan nampan itu di meja kecil di tengah kabin. Bau khas daging mentah langsung memenuhi ruangan, sedikit menyengat.
"Daging apa itu?" tanya Gale sambil mengernyit, jelas merasa tidak nyaman dengan aromanya.
Heather mengangkat salah satu potongan daging, memutar-mutar seperti sedang memperlihatkan sebuah trofi. "Daging Blackshade Hound. Kaya serat, penuh protein, tetapi juga mematikan jika tidak diolah dengan benar."
Gale langsung mundur setengah langkah. "Tunggu. Kau ingin kami makan itu? Bukannya kita bisa keracunan sampai mati?"
Heather tersenyum tipis, lalu menarik pisau kecil dari pinggangnya. Dengan gerakan terampil, ia mulai memotong daging itu menjadi irisan tipis. "Keracunan? Tentu saja, kalau kau makan mentah-mentah. Tapi aku sudah bertahun-tahun hidup di hutan ini. Aku tahu cara mengolahnya agar tidak berbahaya. Kalian harus belajar juga, kalau tidak ingin mati kelaparan di sini."
Heather menyalakan api di perapian kecil di pojok kabin, lalu mengambil sebuah kantong kain dari rak. Ia menuangkan serbuk berwarna cokelat kehijauan ke dalam semangkuk air. "Ini adalah Dustroot Extract. Racun dari daging akan netral jika direndam di sini selama lima menit."
Ia melemparkan pandangannya ke arah Alvaro dan Gale. "Perhatikan baik-baik. Kesalahan sekecil apa pun bisa berarti kematian." Heather menaruh irisan daging ke dalam mangkuk, dan perlahan airnya berubah menjadi warna ungu pekat, mengeluarkan bau asam yang menyengat.
"Setelah ini, kau harus memanggangnya sampai benar-benar matang. Racun hanya akan terbakar di suhu tinggi," lanjut Heather sambil memasang daging itu di atas panggangan kecil. Asap tipis mengepul, tetapi aromanya mulai berubah menjadi sesuatu yang lebih menggugah selera.
Alvaro, yang diam-diam mengamati sejak awal, melipat tangan di dada. "Kau benar-benar tahu banyak tentang bertahan hidup, Heather. Aku hampir lupa berterima kasih karena telah menyelamatkan kami semalam."
Heather hanya mengangkat bahu. "Jangan berterima kasih terlalu cepat. Bertahan hidup di hutan ini bukan soal siapa yang kau percaya, tetapi siapa yang cukup pintar untuk tetap hidup."
Gale menelan ludah sambil memandang potongan daging yang mulai kecokelatan. "Aku tidak tahu apakah ini membuatku lapar atau malah semakin takut."
Heather menyeringai, memasukkan sepotong kecil daging panggang ke mulutnya. "Kau akan terbiasa. Atau tidak. Itu tergantung seberapa kuat tekadmu." Ia melirik Alvaro. "Dan tekadmu, kurasa, yang akan diuji lebih keras dari ini."
***
Setelah daging panggang habis disantap, Heather berdiri sambil membersihkan tangannya di kain lap. Tatapannya menyapu Alvaro dan Gale, seolah menilai apakah mereka sudah cukup kuat untuk rencana berikutnya.
"Kalian berdua sudah cukup makan. Sekarang saatnya berburu," ujarnya dengan nada datar, tapi ada semacam semangat tersembunyi di balik kata-katanya.
Alvaro menyandarkan tubuhnya ke kursi kayu, menatap Heather dengan mata penuh rasa ingin tahu. "Berburu apa? Bukannya daging tadi cukup untuk beberapa hari?"
Heather menggeleng sambil berjalan ke sudut kabin, mengambil sebuah tas kulit dan sebuah tongkat panjang yang terlihat seperti senjata, tetapi dihiasi ukiran simbol-simbol aneh. "Di hutan ini, persediaan tidak akan pernah cukup. Jika kalian ingin bertahan, kalian harus terus mencari dan mempersiapkan diri."
Gale mendengus sambil merenggangkan tubuhnya. "Baiklah, aku siap. Asalkan tidak disuruh mengunyah akar pahit atau memanjat tebing tanpa tali."
Heather menyeringai tipis, lalu menghentikan langkahnya tepat di depan mereka. "Sebelum kita pergi, aku harus memastikan kalian tidak menjadi beban. Hutan ini penuh dengan makhluk yang bisa membunuhmu hanya dengan satu gigitan atau hembusan napas. Jadi, aku akan memberimu sedikit... perlindungan."
Ia merogoh ke dalam tas kulitnya, mengeluarkan botol kecil berisi cairan ungu yang berkilauan di bawah sinar redup. Di tangannya yang lain, ia memegang liontin kecil berbentuk lingkaran dengan simbol rumit di tengahnya. Heather menutup matanya, dan tiba-tiba ruangan terasa lebih dingin.
"Diam, jangan bergerak," perintah Heather dengan nada tegas, sebelum mulai merapalkan mantra dalam bahasa yang tak mereka kenal. Kata-kata yang keluar dari bibirnya terdengar seperti bisikan dari dunia lain, membuat udara di sekitar mereka bergetar pelan.
Cairan ungu di botol itu mulai bersinar terang, lalu Heather menuangkannya ke liontin. Liontin itu bersinar sesaat sebelum memancarkan cahaya lembut yang menyelimuti Alvaro dan Gale. Rasanya seperti aliran energi hangat yang mengalir melalui tubuh mereka, mengusir rasa lelah dan menggantinya dengan semangat baru.
"Mantra ini akan melindungi kalian dari racun dan serangan energi. Tapi ingat," Heather membuka matanya, menatap mereka dengan serius, "perlindungan ini tidak akan bertahan lama. Jadi gunakan dengan bijak, dan jangan membuatku menyesal membawa kalian."
Alvaro mengepalkan tangannya, merasakan energi yang mengalir di tubuhnya. "Rasanya seperti... tubuhku lebih ringan," gumamnya.
Gale mengangguk, matanya sedikit berbinar. "Ini luar biasa. Aku bahkan tidak merasa sakit lagi. Apa lagi yang bisa kau lakukan, Heather?"
Heather menyeringai sambil berjalan menuju pintu. "Kalian akan melihatnya nanti. Sekarang, ambil senjatamu. Kita punya mangsa besar untuk diburu."
Tanpa banyak tanya, Alvaro dan Gale mengikuti Heather keluar kabin, menuju kegelapan hutan hitam yang terasa lebih hidup dari sebelumnya. Di kejauhan, suara hewan buas bergema, seolah menyambut kedatangan mereka. Tanda bahwa perjalanan berburu ini tidak akan mudah.
Heather memimpin mereka dengan langkah ringan melalui lorong-lorong alami yang dibentuk oleh pepohonan raksasa di Hutan Hitam. Cahaya matahari nyaris tak mampu menembus lebatnya dedaunan, hanya meninggalkan bayangan samar yang terus bergerak mengikuti angin. Udara semakin terasa berat, seperti ada sesuatu yang tak kasatmata menekan tubuh mereka.
"Hutan ini... berbeda," gumam Alvaro, memecah kesunyian.
Heather mengangguk tanpa menoleh. "Hutan Hitam punya energi magis yang tak ramah bagi manusia. Itu sebabnya kalian merasa tertekan dan sulit bernapas. Sayangnya, monster di sini entah bagaimana bisa bertahan dari efek itu. Mungkin malah mereka yang menciptakannya."
Gale memandang sekeliling dengan waspada. "Jadi, setiap langkah kita sebenarnya melawan sihir ini?"
"Benar," jawab Heather, suaranya tenang tetapi tegas. "Jika kalian terlalu lama di sini tanpa perlindungan, tubuh kalian akan melemah sampai akhirnya menyerah."
Tidak lama kemudian, suara gemerisik dedaunan terdengar dari arah depan, disusul oleh getaran kecil di tanah. Heather berhenti, mengangkat tangannya untuk memberi isyarat agar mereka diam. Ia berjongkok, matanya memicing ke arah sebuah celah di antara pepohonan.
"Diam di sini," bisiknya.
Dari balik dedaunan, sesosok besar perlahan muncul. Monster itu memiliki tubuh menyerupai kura-kura, tetapi ukurannya jauh lebih besar dari yang pernah Alvaro dan Gale bayangkan. Kulitnya bersisik keras seperti baja, dengan duri-duri tajam di sepanjang tempurungnya. Matanya bersinar merah, penuh amarah dan lapar.
"Megashelt..." bisik Alvaro, suaranya bergetar.
"Itu jauh lebih besar dari yang diajarkan di Akademi," tambah Gale, wajahnya memucat.
Heather menyeringai tipis. "Selamat datang di dunia nyata. Yang kalian pelajari di Akademi hanyalah setengah dari kenyataan." Ia melirik Alvaro dan Gale. "Kalian ingin menjadi pemburu sejati? Ini adalah ujian pertama kalian."
Tanpa peringatan, Megashelt mengeluarkan raungan keras dan melesat ke arah mereka dengan kecepatan yang tak terduga untuk makhluk sebesar itu. Heather melompat ke samping dengan gesit, sementara Alvaro dan Gale terpisah ke dua arah yang berlawanan.
Alvaro mencabut bilah daggernya dan berusaha menyerang salah satu kaki depan Megashelt, tetapi kulit makhluk itu terlalu keras. "Ini seperti mencoba menusuk batu!" serunya.
Gale, di sisi lain, mengangkat tangan kanannya, dan sebuah senjata mulai terbentuk di udara. Material energi hitam muncul, berputar-putar seperti asap pekat sebelum memadat menjadi bentuk pedang besar. Namun, sebelum pedang itu selesai terbentuk, Heather yang sedang mengamati dari dekat tiba-tiba tertegun.
"Api hitam...?" gumam Heather, matanya melebar.
Ia hampir kehilangan fokus saat melihat senjata Gale terbentuk sempurna, dikelilingi oleh aura gelap yang mengerikan. Api hitam yang muncul selama proses penciptaan itu tidak biasa—itu adalah manifestasi dari energi magis tingkat tinggi yang jarang ditemukan, bahkan di antara para pemburu terkuat.
Gale berlari maju dengan pedang hitamnya, melompat ke atas tempurung Megashelt dan menghantamnya dengan seluruh kekuatannya. Ledakan energi membuat makhluk itu terhuyung, mengeluarkan raungan kesakitan.
Heather menatap Gale dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Siapa sebenarnya anak ini?" pikirnya, sebelum kembali ke realitas pertarungan.
"Jangan terlalu jauh dari sisi kami, Gale!" teriak Alvaro sambil mencoba menarik perhatian Megashelt dengan serangan-serangan kecil.
Namun, Heather hanya berdiri di tempatnya, matanya tetap tertuju pada Gale. Di dalam pikirannya, sebuah pemikiran gelap mulai berkembang. "Api hitam... itu bukan sesuatu yang bisa muncul tanpa sebab."