Calon suaminya direbut oleh sang kakak kandung. Ayahnya berselingkuh hingga menyebabkan ibunya lumpuh. Kejadian menyakitkan itu membuat Zara tidak lagi percaya pada cinta. Semua pria adalah brengsek di mata gadis itu.
Zara bertekad tidak ingin menjalin hubungan dengan pria mana pun, tetapi sang oma malah meminta gadis itu untuk menikah dengan dosen killernya di kampus.
Awalnya, Zara berpikir cinta tak akan hadir dalam rumah tangga tersebut. Ia seakan membuat pembatas antara dirinya dan sang suami yang mencintainya, bahkan sejak ia remaja. Namun, ketika Alif pergi jauh, barulah Zara sadar bahwa dia tidak sanggup hidup tanpa cinta pria itu.
Akan tetapi, cinta yang baru mekar tersebut kembali dihempas oleh bayang-bayang ketakutan. Ya, ketakutan akan sebuah pengkhianatan ketika sang kakak kembali hadir di tengah rumah tangganya.
Di antara cinta dan trauma, kesetiaan dan perselingkuhan, Zara berjuang untuk bahagia. Bisakah ia menemui akhir cerita seperti harapannya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UQies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE #30
Suhu pagi itu kian menghangat bersamaan dengan tingginya mentari menampakkan fisik. Suasana kampus mulai semakin ramai, begitu pun dengan desas-desus yang beredar di kalangan mahasiswa jurusan farmasi. Semua mahasiswa kini membicarakan topik yang sama, yaitu Zara dan Alif.
Zara menutup wajah dengan kedua tangan, sesekali ia memijit kepalanya yang kini terasa berdenyut. Haruskah masalah kembali datang pada saat seperti ini?
Tinggal melalui satu tahap lagi hingga ia benar-benar lulus kuliah, tetapi ternyata bukan hanya ujian skripsi yang harus ia hadapi, ujian lain pun malah ikut membumbui perjuangannya.
Akira dan Ilona berdiri di hadapan Zara dengan segudang pertanyaan yang hanya bisa dibalut dalam bungkam. Rasa tidak enak hati ingin menginterogasi pun menyelimuti hati mereka. Bagaimana tidak, apa yang terjadi saat ini tentu saja bisa mengancam proses kelulusan sang sahabat.
"Zara ...," panggil Akira. Namun, si empunya nama sama sekali tidak merespon. Akira dan Ilona menatap lesu Zara. Mereka paham akan situasi tersebut dan tak ingin membuat sahabatnya itu semakin tersudutkan.
"Apa bisa foto itu dihapus? Aku takut pihak dosen melihatnya," ucap Zara kemudian setelah terdiam lama dengan guratan gelisah di wajahnya.
Akira dan Ilona kembali saling menatap dan mengangguk pelan. "Kami tahu siapa admin grup itu. Kami akan menemuinya setelah ini."
Senyuman tipis, tetapi penuh akan ketakutan kini tergambar di wajah Zara. Wanita itu memeluk kedua sahabatnya, lalu berkata, "Terima kasih, yah, kalian memang yang terbaik. Aku pasti akan menjelaskan semuanya kepada kalian, tapi mungkin tidak sekarang."
Zara langsung berlalu pergi. Niatnya untuk melihat siapa pembimbing skripsi hari ini akhirnya ia urungkan. Bagaimanapun, ia harus mempersiapkan mentalnya untuk hal-hal yang bahkan tidak berani ia bayangkan.
.
.
.
Taksi online yang membawa Zara kini tiba di depan kediamannya bersama Alif. Wanita itu memutuskan untuk pulang tanpa mengabari sang suami. Ia butuh sendiri saat ini untuk menenangkan pikiran.
Zara berjalan gontai menuju gerbang, tetapi langkah kakinya terhenti oleh panggilan seorang wanita. Ia berbalik ke sumber suara dengan raut wajah yang langsung berubah.
'Kak Lita?" Alis Zara berkerut tidak suka. "Ngapain Kakak ke sini? Tahu dari mana kalau aku tinggal di sini?" tanya Zara dengan sinis.
"Zara, kamu ini nggak sopan banget, sih, sama kakak kamu sendiri! Bukannya diajak masuk, aku ke sini mau jengukin kamu. Udah lama kita tidak bertemu," balas Lita.
Zara memutar bola mata jengah. Ia benar-benar muak dengan kebohongan yang selalu saja diutarakan sang kakak. Dari dulu, bahkan hingga saat ini pun ia tak bisa memercayai wanita di hadapannya itu.
"Kalau kedatangan Kakak ke sini hanya untuk pamer, mending Kakak pulang saja!" ucap Zara malas, lalu memberikan kode kepada satpam yang berjaga untuk segera membuka gerbang.
"Zara, kamu salah!" sangkal Lita dengan suara yang kini bergetar. "Aku justru ke sini untuk meminta maaf padamu. Kamu tahu? Apa yang pernah aku lakukan padamu kini berbalik padaku," lanjut wanita itu mulai menangis.
Dahi Zara berkerut. "Maksud Kakak apa?" tanyanya tidak mengerti.
"Akash ... dia mengkhianatiku. Bukan hanya sekali, bahkan berkali-kali dengan wanita yang berbeda." Lita menatap sang adik yang kini hanya bergeming di tempatnya. Dia bahkan berselingkuh dengan Arini-istri Kak Arya hingga hamil," lanjutnya dengan tangis yang semakin pecah.
"Apa?" Untuk sesaat Zara larut dalam keterkejutannya dan mencerna kembali perkataan Lita perlahan. Entah ia harus bahagia atau justru ikut bersedih dengan nasib buruk yang menimpa sang kakak.
Akan tetapi, jika boleh jujur, tak ada sama sekali rasa simpati yang muncul dalam hati Zara usai mendengar cerita Lita. Pun, ia tak ada niatan untuk menghibur wanita itu. Apakah rasa pedulinya benar-benar telah mati? Zara pun tak mengerti.
"Aku ingin masuk ke rumahmu, ada yang ingin aku bicarakan, dan aku tidak bisa berlama-lama di luar seperti ini." Lita langsung berjalan masuk ke dalam rumah manakala pintu gerbang telah terbuka tanpa menunggu bagaimana tanggapan Zara.
"Apa yang Kakak lakukan?" tanya Zara ketika telah masuk ke dalam rumah dan mendapati Lita ke sana kemari melihat isi rumahnya.
"Zara, aku tidak tahu suamimu se-kaya ini. Apakah memang gaji dosen itu berlipat-lipat hingga bisa membangun istana ini?" tanya Lita begitu takjub. Sangat berbeda dengan ekspresinya tadi yang menangis, wanita itu bahkan tak seperti orang yang baru saja mengeluarkan air mata.
"Langsung to the point saja, Kak. Apa yang ingin Kakak bicarakan?" Alih-alih menjawab pertanyaan Lita, Zara justru kembali bertanya dengan suara yang sedikit ia tinggikan.
Wajah Lita yang tadinya begitu takjub seketika berganti sedih. "Aku ingin meminta pertolonganmu, Zara. Saat ini Akash terus mencariku karena semua fasilitas yang dicabut Ayah. Dia memintaku untuk menandatangani surat persetujuan pergantian nama kepemilikan atas rumah kami. Padahal itu rumah murni pemberian Ayah. Dia terus mendesakku, bahkan mengancamku jika tidak kuturuti."
"Lalu?" tanya Zara menantikan maksud dan arah pembicaraan Lita.
"Aku ingin minta tolong Zara, hanya kamu yang bisa membantuku saat ini," ujar Lita dengan kedua tangan yang saling menangkup memohon. Zara mengerutkan dahi menyimak perkataan sang kakak. "Izinkan aku tinggal di rumahmu untuk sementara."
.
.
.
#bersambung#