Novel ini mengisahkan perjalanan cinta yang penuh dinamika, yang diselimuti perselisihan dan kompromi, hingga akhirnya menemukan makna sesungguhnya tentang saling melengkapi.
Diantara lika-liku pekerjaan, mimpi, dan ego masing-masing, mereka harus belajar mengesampingkan perbedaan demi cinta yang semakin kuat. Namun, mampukah mereka bertahan ketika kenyataan menuntut mereka memilih antara ambisi atau cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arin Ariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENYAMBUT HARAPAN BARU
Waktu berjalan cepat, dan keluarga Alfatra kini sibuk mempersiapkan kehadiran anggota baru. Kehamilan Ariana memasuki trimester kedua, dan kebahagiaan menyelimuti rumah mereka. Namun, di balik semua persiapan itu, muncul tantangan-tantangan baru yang menguji cinta, kesabaran, dan komitmen mereka.
~~
Kirana yang Semakin Mandiri
Sebagai calon kakak, Kirana semakin menunjukkan kemandirian yang membuat Ariana dan Alfatra bangga sekaligus terharu. Ia membantu Ariana dengan hal-hal kecil, seperti mengambilkan bantal tambahan atau menawarkan diri untuk mencuci piring setelah makan malam.
“Aku ingin jadi kakak yang baik,” katanya suatu hari sambil duduk di pangkuan Alfatra.
Alfatra mengusap rambut putrinya. “Kamu sudah jadi kakak yang luar biasa, sayang. Adikmu nanti pasti beruntung punya kamu.”
Namun, ada momen di mana Kirana menunjukkan rasa cemburu yang tidak terduga. Ketika Ariana sibuk mempersiapkan perlengkapan bayi, Kirana tiba-tiba berkata, “Kalau adik sudah lahir, Mama dan Papa masih sayang aku, kan?”
Ariana terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia segera memeluk Kirana erat. “Tentu saja, sayang. Mama dan Papa selalu sayang kamu. Adikmu akan membawa kebahagiaan baru, tapi cinta kami untukmu tidak akan pernah berkurang.”
Kirana tersenyum, tampak lega mendengar jawaban itu. Bagi Ariana, momen itu menjadi pengingat untuk terus memastikan Kirana merasa dihargai dan dicintai, meskipun nanti ada tambahan anggota keluarga.
Tekanan di Pekerjaan Alfatra
Di sisi lain, Alfatra menghadapi tekanan besar di pekerjaannya. Proyek besar yang sedang ia tangani hampir selesai, tetapi membutuhkan fokus penuh. Ia sering terpaksa lembur dan mengurangi waktu di rumah.
Suatu malam, ketika ia pulang terlambat, ia menemukan Ariana tertidur di sofa dengan perut yang semakin membesar. Ada rasa bersalah yang menusuk hatinya.
“Aku harus lebih hadir untuk mereka,” pikir Alfatra.
Keesokan harinya, ia berbicara dengan atasannya, meminta izin untuk mengurangi jam kerjanya agar bisa lebih banyak waktu bersama keluarga. Meski keputusan itu tidak mudah, Alfatra tahu itu adalah yang terbaik.
“Aku tidak ingin melewatkan momen-momen penting dalam kehamilanmu, Ari,” katanya pada Ariana malam itu.
Ariana tersenyum lembut. “Kehadiranmu adalah hadiah terbaik, Alfa. Aku tahu kamu selalu berusaha untuk kami.”
Tantangan Kesehatan Ariana
Memasuki trimester ketiga, Ariana mulai merasakan kelelahan yang luar biasa. Ia sering mengalami kram di malam hari, dan tekanan darahnya beberapa kali meningkat. Dokter menyarankan Ariana untuk lebih banyak beristirahat dan mengurangi aktivitas berat.
Namun, sebagai ibu rumah tangga, Ariana merasa sulit untuk benar-benar diam. Ia ingin memastikan segalanya siap untuk bayi mereka, dari dekorasi kamar hingga mencuci pakaian bayi.
“Semua ini penting, Alfa. Kita harus siap,” katanya ketika Alfatra memintanya untuk berhenti bekerja terlalu keras.
“Ari, tidak ada yang lebih penting dari kesehatanmu dan bayi kita,” balas Alfatra dengan nada lembut tapi tegas. “Biar aku yang urus semua ini. Kamu hanya perlu fokus pada dirimu sendiri.”
Dengan sedikit enggan, Ariana akhirnya setuju untuk lebih banyak beristirahat. Alfatra pun mengambil alih banyak tanggung jawab di rumah, dari mengurus Kirana hingga mempersiapkan kebutuhan bayi.
Hari yang Ditunggu-Tunggu
Malam itu terasa berbeda. Ariana mulai merasakan kontraksi yang semakin intens. Alfatra, yang sudah menyiapkan segalanya, segera membawanya ke rumah sakit.
Di ruang bersalin, Alfatra terus menggenggam tangan Ariana, memberikan dukungan penuh meski rasa cemas menguasai hatinya. Setelah beberapa jam yang menegangkan, tangisan pertama bayi mereka terdengar, mengisi ruangan dengan kebahagiaan yang tak terlukiskan.
“Ini dia,” kata dokter sambil menyerahkan bayi itu kepada Ariana. “Anak laki-laki yang sehat.”
Ariana menatap bayi itu dengan mata berkaca-kaca. “Dia sempurna, Alfa.”
Alfatra memeluk Ariana dan bayi mereka, merasakan kebahagiaan yang luar biasa. “Terima kasih, Ari. Kamu luar biasa.”
Memulai Babak Baru
Kehadiran bayi itu membawa kebahagiaan baru dalam keluarga mereka. Kirana, yang awalnya sedikit cemas, kini menjadi kakak yang penuh kasih sayang. Ia sering bernyanyi untuk adiknya atau membantu Ariana mengganti popok.
“Adikku lucu sekali,” kata Kirana suatu hari sambil mencium pipi bayi itu.
Ariana dan Alfatra tersenyum melihat momen itu. Mereka tahu, meskipun ada banyak tantangan di depan, cinta mereka sebagai keluarga akan selalu menjadi kekuatan yang menyatukan mereka.
Di malam yang tenang, ketika bayi mereka tertidur di dalam boksnya dan Kirana meringkuk di sofa, Alfatra memeluk Ariana erat.
“Kita telah melalui begitu banyak hal bersama,” bisiknya. “Dan aku yakin, apapun yang datang nanti, kita akan selalu bisa menghadapinya.”
Ariana mengangguk, merasa damai dalam pelukan suaminya. “Karena kita adalah tim, Alfa. Selama kita bersama, segalanya mungkin.”