Di era 90-an tanpa ponsel pintar dan media sosial, Rina, seorang siswi SMA, menjalani hari-harinya dengan biasa saja. Namun, hidupnya berubah ketika Danu, siswa baru yang cuek dengan Walkman kesayangannya, tiba-tiba hadir dan menarik perhatiannya dengan cara yang tak terduga.
Saat kaset favorit Rina yang lama hilang ditemukan Danu, ia mulai curiga ada sesuatu yang menghubungkan mereka. Apalagi, serangkaian surat cinta tanpa nama yang manis terus muncul di mejanya, menimbulkan tanda tanya besar. Apakah Danu pengirimnya atau hanya perasaannya yang berlebihan?
“Cinta di Antara Kaset dan Surat Cinta” adalah kisah romansa ringan yang membawa pembaca pada perjalanan cinta sederhana dan penuh nostalgia, mengingatkan pada indahnya masa-masa remaja saat pesan hati tersampaikan melalui kaset dan surat yang penuh makna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom alfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Kejutan di Pagi Hari
Pagi itu, seperti biasa, Rina tiba di sekolah lebih awal dari teman-temannya. Matahari masih enggan menampakkan diri sepenuhnya, sinarnya lembut menyinari halaman sekolah yang masih sepi. Suasana seperti ini selalu menjadi waktu favorit Rina, karena ia bisa menikmati keheningan sebelum hiruk-pikuk kelas dimulai. Tapi, kali ini ada yang berbeda. Di pintu masuk kelas, dia melihat sebuah kotak kecil berwarna biru, dihiasi pita merah yang menarik perhatian.
Dengan hati-hati, Rina mengangkat kotak itu. "Apa ini ya?" gumamnya sambil memeriksa sekeliling untuk memastikan tidak ada yang melihatnya. Tak ada petunjuk siapa yang menaruhnya di sana, namun instingnya mengatakan ini bukan kebetulan. Ia membuka pita dan menyingkap tutup kotaknya. Di dalamnya, terdapat sebuah kaset dengan tulisan tangan yang ia kenal sangat baik: Untuk Rina, dari Danu.
Rina tertegun, sedikit tersenyum dengan wajah yang mulai memerah. "Danu… Apa ini maksudnya?" pikirnya. Sambil menahan rasa penasaran, dia memasukkan kaset itu ke dalam tasnya dan bergegas masuk kelas, tak ingin menarik perhatian yang lain. Hari ini pasti akan berjalan berbeda.
---
Selama pelajaran pertama, Rina duduk gelisah, jarinya mengetuk-ngetuk meja dengan irama tak beraturan. Pikirannya terus melayang pada kaset itu. Satu bagian dirinya ingin memutar kaset itu segera, tetapi bagian lainnya merasa ragu. Apa yang sebenarnya ingin Danu sampaikan? Apa mungkin... perasaannya?
Di sebelahnya, Sari yang sejak tadi memperhatikan kegelisahan Rina akhirnya tak tahan untuk tidak bertanya. “Rin, kamu kenapa sih gelisah banget kayak cacing kepanasan?”
Rina tersentak, tersenyum kaku. “Nggak ada apa-apa, Sar… Serius, cuma lagi mikirin soal... pelajaran aja,” jawabnya, sedikit berbohong.
Namun, Sari yang sudah tahu gelagat Rina sejak lama tentu tidak begitu saja percaya. “Ah masa sih? Kamu kelihatan aneh banget dari tadi. Ngaku aja, apa jangan-jangan ini ada hubungannya sama seseorang yang namanya berawalan huruf ‘D’?”
Rina langsung memalingkan wajah, berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah. Tapi ia tahu, Sari selalu punya radar untuk urusan seperti ini. “Iya, iya… kamu bener. Tapi jangan ngomong keras-keras, nanti yang lain dengar,” bisiknya sambil melirik kanan-kiri.
Sari tersenyum penuh arti. “Jadi, apa yang dia kasih kali ini? Surat cinta atau puisi?”
Rina menghela napas. “Kaset. Dia kasih aku kaset baru lagi. Tapi yang ini beda, Sar. Di cover kasetnya dia tulis ‘Untuk Rina, dari Danu’.”
Sari terlihat bersemangat. “Aaaa! Kaset cinta! Rin, ini udah jelas banget. Danu pasti nyembunyiin perasaannya di balik lagu-lagu itu!”
Rina tersenyum tipis, tapi tetap ragu. “Mungkin… tapi aku nggak tahu, Sar. Kadang aku bingung sama sikap dia. Seolah-olah dia mau ngomong sesuatu, tapi terus mundur lagi. Susah deh.”
Sari menepuk pundak Rina dengan lembut. “Udahlah, kamu nggak usah terlalu mikir. Kalau memang kamu penasaran, coba deh kamu dengerin kaset itu. Barangkali di sana ada jawaban yang kamu cari.”
Rina mengangguk, dan setelah itu kembali berkonsentrasi ke pelajaran—setidaknya mencoba untuk melakukannya.
---
Sepulang sekolah, Rina tak langsung pulang ke rumah. Dia singgah ke taman dekat sekolah, mencari tempat duduk yang sepi di bawah pohon rindang, dan menyiapkan walkman miliknya. Tangan Rina gemetar ketika ia memasukkan kaset itu ke dalam walkman. Dering pertama gitar terdengar, dan senyum mulai merekah di wajahnya. Lagu pertama adalah lagu favorit mereka, "Kenangan Manis" dari Koes Plus. Rina membiarkan dirinya terhanyut dalam melodi, setiap nada membawa kenangan akan momen-momen yang telah mereka lalui bersama.
Lagu demi lagu berlalu, masing-masing seolah menuntun Rina dalam perjalanan emosional. Ia mulai merasa yakin bahwa Danu benar-benar ingin menyampaikan perasaan melalui lagu-lagu ini. Di tengah kaset, ada lagu yang berjudul “Kuingin Kau Tahu,” yang terasa begitu pas dengan suasana hati mereka. Rina merasa lagu ini seperti bisikan dari Danu yang ingin jujur namun tetap ragu. Di antara nada-nada yang indah, Rina mulai terharu, namun senyumnya tidak luntur. Perasaannya semakin kuat, dan semua lagu yang dia dengar terasa bagaikan untaian kata cinta yang tertulis dalam melodi.
Namun, saat lagu terakhir mulai dimainkan, Rina tersentak. Lagu terakhir itu berjudul "Cinta Tak Harus Memiliki." Rina menghela napas panjang, matanya berkaca-kaca. Apa ini berarti Danu merasa mereka hanya bisa bersahabat? Atau apakah ini adalah caranya untuk mengungkapkan bahwa ia juga takut akan konsekuensi dari hubungan yang lebih dari sekadar teman?
Rina duduk diam, membiarkan lagu itu mengalun hingga selesai. Perasaan campur aduk memenuhi benaknya—senang karena mengetahui Danu menyimpan perasaan, namun di sisi lain sedih karena ketidakpastian yang masih tergantung di antara mereka. Ketika lagu terakhir berakhir, ia menutup mata dan menghela napas, meresapi setiap emosi yang masih tertinggal.
---
Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa, tetapi setiap kali Rina dan Danu bertemu, ada pandangan penuh arti yang mereka saling lemparkan. Namun, tidak ada yang memulai pembicaraan tentang kaset itu. Mereka berdua seperti terperangkap dalam rasa ragu-ragu yang sama. Kadang, ketika mata mereka bertemu, ada perasaan hangat yang mengisi udara di antara mereka, namun keduanya tetap bungkam, seolah takut akan apa yang terjadi jika salah satu dari mereka memulai pembicaraan serius.
Suatu pagi, saat mereka sedang duduk di kantin bersama, Sari muncul tiba-tiba dengan wajah penuh semangat, membawa beberapa majalah musik lama yang ia temukan di toko buku bekas. "Eh, kalian harus lihat ini! Banyak artikel keren tentang lagu-lagu yang lagi ngehits!"
Danu tersenyum lebar. “Wah, cocok nih buat tambah koleksi.”
Sari yang sepertinya sudah punya rencana tersendiri, menyenggol lengan Rina dengan ekspresi jahil. “Eh, Rin, ngomong-ngomong soal lagu, kamu udah denger kaset baru dari... yang kemarin?”
Rina tercekat, sedikit terkejut dengan kelicikan Sari, namun mencoba tetap tenang. "I-iya… udah kok," jawabnya canggung sambil melirik Danu.
Danu yang mendengar percakapan itu tersenyum kecil. “Gimana, Rin? Lagunya cocok nggak?”
Rina terdiam sejenak, menatap Danu dengan pandangan penuh arti. “Iya, Dan. Semua lagunya… sangat cocok.” Ada jeda yang panjang, namun tak ada yang berani melanjutkan pembicaraan lebih lanjut. Sari yang merasa momen ini terlalu berharga untuk dilewatkan, akhirnya mendekatkan wajahnya ke telinga Rina dan berbisik pelan, “Ayo Rin, sekarang atau nggak sama sekali.”
Rina menghela napas dalam-dalam, merasa bahwa ini mungkin saat yang tepat. Ia menatap Danu, mencoba mengumpulkan keberanian untuk berkata jujur. "Dan… aku cuma mau bilang… makasih ya, buat kasetnya. Lagu-lagunya, semuanya, aku ngerti maksudnya."
Danu tampak terkejut, tapi dengan cepat ia tersenyum dan mengangguk. “Sama-sama, Rin. Aku juga... senang kalau kamu suka.” Suaranya terdengar pelan, tapi di balik kata-katanya, ada perasaan yang tak perlu lagi disembunyikan.
Di momen itu, keduanya saling menatap lebih lama dari biasanya, tak lagi merasa ragu. Mereka mungkin masih belum bisa mengungkapkan perasaan dengan kata-kata, tapi lewat kaset itu, mereka berdua tahu apa yang sebenarnya mereka rasakan. Rasa nyaman dan hangat itu kini menjadi ikatan yang lebih jelas, dan meskipun mereka belum bicara langsung, mereka tahu—cinta mereka ada dalam setiap lagu yang mereka bagi.