Tomo adalah seorang anak yang penuh dengan imajinasi liar dan semangat tinggi. Setiap hari baginya adalah petualangan yang seru, dari sekadar menjalankan tugas sederhana seperti membeli susu hingga bersaing dalam lomba makan yang konyol bersama teman-temannya di sekolah. Tomo sering kali terjebak dalam situasi yang penuh komedi, namun dari setiap kekacauan yang ia alami, selalu ada pelajaran kehidupan yang berharga. Di sekolah, Tomo bersama teman-temannya seperti Sari, Arif, dan Lina, terlibat dalam berbagai aktivitas yang mengundang tawa. Mulai dari pelajaran matematika yang membosankan hingga pelajaran seni yang penuh warna, mereka selalu berhasil membuat suasana kelas menjadi hidup dengan kekonyolan dan kreativitas yang absurd. Meski sering kali terlihat ceroboh dan kekanak-kanakan, Tomo dan teman-temannya selalu menunjukkan bagaimana persahabatan dan kebahagiaan kecil bisa membuat hidup lebih berwarna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia di Balik Gudang Sekolah
Awal yang Tak Terduga
Suatu hari, di sela-sela istirahat siang di SD Harapan Jaya, Tomo, Sari, dan Arif sedang bersantai di bawah pohon besar di halaman belakang sekolah. Cuaca hari itu sangat panas, dan angin lembut yang berhembus hanya sedikit membantu mereka merasa nyaman. Tomo sedang mengunyah keripik kentang, sementara Sari dan Arif bermain lempar kelereng di tanah berpasir.
"Kamu pernah dengar tentang gudang sekolah, kan?" tanya Arif tiba-tiba, matanya masih fokus pada kelereng yang baru saja dilemparkannya.
Tomo menghentikan kunyahannya dan mengerutkan dahi. "Gudang sekolah? Yang di belakang lapangan basket itu? Iya, pernah dengar. Kenapa, Rif?"
Arif menatap Tomo dengan penuh misteri, seolah-olah dia baru saja menemukan rahasia besar. "Kemarin aku lewat dekat situ, dan aku dengar suara aneh dari dalam. Kayak… suara sesuatu yang bergerak."
Sari mengangkat alisnya, tidak terlalu tertarik pada pembicaraan itu. "Mungkin itu cuma tikus, Rif. Gudang tua begitu biasanya jadi sarang hewan kecil."
Namun, Tomo langsung bangkit dari duduknya dengan antusias. "Suara aneh, ya? Ini kayak petualangan seru! Bisa jadi hantu, atau... bahkan lebih keren, mungkin ada harta karun tersembunyi di sana!"
Sari memutar matanya, setengah tidak percaya. "Tomo, serius deh. Harta karun? Di gudang sekolah? Sejak kapan sekolah kita jadi tempat petualangan ala Indiana Jones?"
Arif tersenyum tipis. "Ya, aku juga nggak yakin ada harta karun, tapi siapa tahu. Gudang itu jarang banget dibuka. Mungkin ada sesuatu yang kita nggak tahu di dalamnya."
Tomo mengangguk penuh keyakinan, seolah-olah sudah menyusun rencana besar. "Ini kesempatan kita buat menyelidiki! Pikirkan saja: gudang misterius yang sudah lama nggak dibuka, suara-suara aneh... Pasti ada sesuatu yang penting di sana!"
Sari menatap Tomo dengan tatapan skeptis, tapi dia tahu bahwa begitu Tomo memutuskan sesuatu, akan sangat sulit untuk mengubah pikirannya. "Baiklah, Tomo. Kalau kamu benar-benar yakin ada sesuatu di sana, aku ikut. Tapi jangan kecewa kalau ternyata cuma rak berkarat dan bola basket tua."
"Setuju!" seru Tomo sambil melompat kegirangan. "Ayo kita lihat sendiri nanti sepulang sekolah."
### Penemuan Gudang Misterius
Sore harinya, ketika bel sekolah berbunyi, Tomo, Sari, dan Arif langsung menuju ke gudang yang dimaksud. Gudang itu terletak di belakang lapangan basket, tersembunyi di antara beberapa pohon besar. Dinding-dindingnya sudah tua dan berlumut, sementara pintunya terlihat berkarat dan nyaris tak pernah disentuh.
Mereka bertiga berdiri di depan pintu kayu yang besar, yang kini terlihat semakin mengerikan dalam bayang-bayang matahari senja. Angin sore yang sejuk bertiup pelan, membuat ranting-ranting pohon di sekitar gudang bergoyang perlahan, menciptakan suara gemerisik yang menambah suasana misteri.
"Kamu yakin kita harus masuk?" tanya Sari sambil menggigit bibir, jelas merasa sedikit gugup.
Tomo, yang paling antusias, mengangguk tanpa ragu. "Tentu saja! Pintu ini mungkin penuh debu dan karat, tapi siapa tahu apa yang tersembunyi di baliknya."
Arif melangkah maju dan mencoba membuka pintu itu. Namun, pintunya terkunci. Dia mencoba menggerakkannya beberapa kali, tapi hanya menimbulkan bunyi derit keras yang membuat mereka bertiga meringis.
"Sepertinya terkunci," kata Arif sambil menghela napas.
Namun, Tomo tidak menyerah. Dia melangkah maju, merogoh tasnya dan mengeluarkan... sebuah penjepit kertas.
Sari langsung tertawa. "Kamu pikir itu bakal berhasil? Kamu mau jadi detektif atau pencuri, Tomo?"
Tomo tersenyum lebar. "Kamu nggak akan tahu kalau nggak coba. Ini semua tentang keterampilan."
Dengan hati-hati, Tomo mencoba memasukkan penjepit kertas itu ke dalam lubang kunci, memutar-mutarnya dengan penuh konsentrasi. Sari dan Arif menatapnya dengan cemas, sementara Tomo berusaha sebaik mungkin untuk terlihat profesional. Setelah beberapa detik, pintu itu akhirnya terbuka dengan suara derit pelan.
"Kalian lihat? Aku jenius!" kata Tomo penuh bangga.
Arif menggelengkan kepala sambil tertawa kecil. "Tomo, kamu bukan jenius. Kamu cuma beruntung."
Mereka bertiga pun perlahan masuk ke dalam gudang. Begitu mereka melangkah masuk, bau debu dan kayu lapuk langsung menyeruak ke hidung mereka. Gudang itu penuh dengan barang-barang lama—rak besi yang berkarat, kotak-kotak karton yang tertumpuk, dan beberapa bola basket tua yang tergeletak di lantai.
Namun, di sudut ruangan, sesuatu menarik perhatian mereka.
"Tunggu," bisik Tomo sambil menunjuk ke arah pojok gudang. "Lihat itu!"
Di pojok gelap, terlihat sebuah pintu kecil tersembunyi di balik tumpukan barang. Pintu itu terlihat jauh lebih baru daripada sisa bangunan, dan ada kunci besar tergantung di depannya. Pintu ini jelas tidak seperti bagian lain dari gudang yang sudah tua.
"Kalian lihat pintu itu?" tanya Tomo dengan nada penuh semangat. "Ini pasti pintu rahasia!"
Arif menatap pintu itu dengan penasaran. "Mungkin itu cuma pintu menuju ruang penyimpanan lain. Tapi... kenapa terlihat berbeda dari yang lain?"
Sari, yang awalnya ragu, kini mulai tertarik. "Ya, kenapa pintunya terlihat baru, padahal gudangnya tua? Ini memang aneh."
Tomo berbisik dramatis, "Pasti ada sesuatu di balik pintu itu. Ini dia, kita mungkin baru saja menemukan petualangan terbesar di hidup kita!"
Mencari Kunci yang Hilang
Tentu saja, mereka bertiga langsung mencoba membuka pintu itu, tapi kali ini kuncinya tidak bisa dibuka dengan trik penjepit kertas Tomo.
"Sepertinya kita butuh kunci asli untuk membuka pintu ini," kata Sari, yang memeriksa kunci besar itu. "Tapi di mana kita bisa menemukannya?"
Tomo berpikir sejenak, lalu tersenyum lebar. "Aku punya ide. Kunci ini pasti disimpan di tempat yang nggak jauh dari sini. Mungkin... di ruang guru?"
Arif mengernyit. "Ruang guru? Tomo, kamu serius? Kita mau masuk ke ruang guru dan nyolong kunci?"
Tomo menggeleng cepat. "Bukan nyolong, Rif. Kita cuma... meminjam sebentar, lalu mengembalikannya. Kita detektif, bukan pencuri!"
Sari hanya bisa menepuk dahinya. "Ini sudah mulai gila. Tapi oke, kalau kamu yakin ada di ruang guru, kita coba cari."
Setelah meninggalkan gudang dengan hati-hati, mereka bertiga menuju ke ruang guru yang berada di dekat gedung utama. Saat sampai di depan pintu ruang guru, mereka berhenti sejenak, memastikan bahwa tidak ada guru yang melihat.
"Kamu yakin ini ide bagus?" bisik Arif.
Tomo mengangguk penuh percaya diri. "Tenang aja. Kita cuma masuk sebentar, cari kunci, dan keluar."
Dengan gerakan hati-hati, mereka masuk ke ruang guru yang sepi. Di dalam, meja-meja tertata rapi dengan berbagai berkas dan buku pelajaran. Rak-rak besar di sepanjang dinding penuh dengan kotak-kotak penyimpanan. Di salah satu sudut, ada lemari besi kecil yang terkunci.
"Tentu saja kuncinya ada di lemari itu," kata Sari dengan nada sarkastis.
Tomo mengangguk penuh semangat. "Ya, dan kita harus menemukan cara untuk membukanya!"
Namun, sebelum mereka sempat mencari cara untuk membuka lemari itu, tiba-tiba suara langkah kaki terdengar dari luar.
"Eh, ada yang datang!" bisik Arif panik.
Mereka bertiga langsung bersembunyi di balik meja besar di dekat pintu. Mereka mendengar suara pintu terbuka, dan Pak Budi, guru olahraga mereka, masuk ke dalam ruangan. Dia melangkah menuju meja kerjanya dan mulai mencari sesuatu di dalam laci.
Tomo, Sari, dan Arif menahan napas, berharap Pak Budi tidak menyadari keberadaan mereka.
Setelah beberapa menit, Pak Budi akhirnya keluar dari ruang guru tanpa menyadari kehadiran mereka. Begitu pintu tertutup, mereka semua menghembuskan napas lega.
"Astaga," bisik Sari sambil mengelap keringat di dahinya. "Nyaris ketahuan!"
Tomo tersenyum penuh kemenangan. "Tapi kita nggak ketahuan. Sekarang, ayo kita cari kunci itu."
Pintu Terbuka dan Penemuan Rahasia
Setelah beberapa waktu mencari, mereka akhirnya menemukan sebuah kunci besar di salah satu laci. Kunci itu terlihat cocok dengan kunci di pintu kecil di gudang tadi.
"Ini dia!" seru Tomo dengan senyum lebar. "Kita berhasil!"
Dengan cepat, mereka kembali ke gudang. Kali ini, dengan kunci di tangan, mereka siap membuka pintu misterius itu. Tomo memasukkan kunci ke lubang kunci, dan dengan suara derit kecil, pintu itu pun terbuka.
Di balik pintu, mereka menemukan tangga kecil yang turun ke bawah tanah. Cahaya redup dari matahari yang masuk melalui celah di atap gudang membuat tangga itu terlihat semakin misterius.
"Whoa, ini kayak pintu masuk ke ruang rahasia!" seru Arif dengan mata berbinar.
Tomo memimpin jalan menuruni tangga itu dengan hati-hati. Tangga itu tidak terlalu panjang, dan di ujungnya mereka menemukan sebuah ruangan kecil yang dipenuhi barang-barang lama—termasuk peti kayu tua yang tertutup debu.
"Mungkin ini harta karun yang kita cari," bisik Tomo penuh semangat.
Sari mendekat dan menyeka debu di peti itu dengan tangan. "Tapi... kalau ini harta karun, kenapa nggak ada yang menjaganya?"
Arif membuka peti itu dengan hati-hati. Di dalamnya, mereka menemukan berbagai benda aneh—peralatan sekolah tua, buku-buku yang usianya sudah puluhan tahun, dan beberapa medali olahraga kuno.
Tomo, yang tadinya berharap menemukan emas atau permata, hanya menatap isi peti itu dengan bingung. "Ini... semua cuma barang lama?"
Sari tertawa kecil. "Sepertinya ini gudang penyimpanan barang-barang sekolah yang sudah nggak terpakai. Harta karun... tapi dalam bentuk sejarah."
Arif mengangkat salah satu medali itu dan memeriksa tulisan di atasnya. "Medali ini dari tahun 1980-an. Mungkin dulu sekolah ini punya banyak prestasi olahraga."
Tomo tampak kecewa, tapi kemudian tersenyum kecil. "Yah, setidaknya kita berhasil menemukan rahasia besar di balik gudang sekolah. Ini bukan harta karun, tapi tetap aja seru."
Sari mengangguk sambil tersenyum. "Iya, ini jadi petualangan yang nggak terlupakan."
Mereka bertiga tertawa dan mulai mengembalikan barang-barang itu ke dalam peti. Meskipun mereka tidak menemukan harta karun sesungguhnya, mereka tetap merasa puas dengan petualangan kecil mereka di gudang sekolah. Siapa sangka, rahasia terbesar di sekolah bukanlah harta karun, melainkan sejarah yang tersembunyi di balik pintu yang sudah lama tak tersentuh.
Dan tentu saja, Tomo masih yakin bahwa suatu hari nanti, dia akan menemukan harta karun yang sesungguhnya. Tapi untuk hari ini, petualangan mereka sudah lebih dari cukup.