Jian Chen melarikan diri setelah dikepung dan dikejar oleh organisasi misterius selama berhari-hari. Meski selamat namun terdapat luka dalam yang membuatnya tidak bisa hidup lebih lama lagi.
Didetik ia akan menghembuskan nafasnya, kalung kristal yang dipakainya bersinar lalu masuk kedalam tubuhnya. Jian Chen meninggal tetapi ia kembali ke masa lalu saat dia berusia 12 tahun.
Klan Jian yang sudah dibantai bersama keluarganya kini masih utuh, Jian Chen bertekad untuk menyelamatkan klannya dan memberantas organisasi yang telah membuat tewas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon secrednaomi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 8 — Jian Ya
Seingat Jian Chen, Jian Ya adalah salah satu puteri dari Ketua Klan Jian yang sebelumnya menjabat, umurnya sangat muda sekitar 17 tahun yang bahkan lebih muda dari ibunya.
Meski usia Jian Ya terlalu muda menjadi seorang ketua klan tetapi sebenarnya ia pantas untuk menerimanya. Jian Ya membuktikan hal itu lewat kecerdasan dan kekuatannya dalam memimpin Klan Jian setahun ini yang akhirnya membuatnya dapat diterima oleh penduduk.
Sejak kecil, Jian Ya dilatih langsung oleh kakeknya yang pernah jadi jagoan didunia persilatan. Bakat dari Jian Ya juga sangat tinggi, dia bisa mencapai tingkatan tertentu dari usia yang seharusnya.
Kini diumur 17 tahun, bisa dibilang kekuatan Jian Ya sangat kuat walau tidak bisa dikatan terkuat di Klan Jian.
Dia mempunyai potensi yang besar jika terus berlatih bahkan bukan tidak mungkin Jian Ya akan jadi seorang pendekar nomor satu, membuat nama Klan Jian menjadi lebih maju.
Bercerita yang lain, Jian Ya juga mempunyai watak yang lembut seperti perempuan pada umumnya, tidak tinggi hati walau menjadi pemimpin klan, ramah, dan mudah senyum.
Watak dan sifatnya yang bagus itu tidak mengherankan kalau ada banyak pemuda yang jatuh hati padanya, belum lagi paras Jian Ya sangat cantik.
Hanya saja meski terlihat sempurna dari sudut pandang apapun, tidak ada pemuda yang berani mendekatinya.
Alasannya sangat sederhana karena jabatan Jian Ya sangat tinggi, pemuda-pemuda di klan sadar diri bahwa kasta dan status dirinya sangat tidak pantas berhubungan dengan orang seperti Jian Ya.
Jian Chen yang pernah mendengar rumor ini lewat ayahnya, kini mulai mengerti ternyata fakta itu tidak dibuat berlebih-lebihan.
Jian Chen berpikir kalau saja Jian Ya tidak berstatus ketua klan dan memfokuskan semuanya dalam latihan, boleh jadi dirinya sangat kuat lebih dari ini.
Memikirkan itu semua membuat Jian Chen tersadar, mungkin alasan ketua klan Jian dibunuh dikehidupan sebelumnya karena potensi dirinya. Biasanya didunia persilatan, jenius yang berbakat akan selalu menjadi ancaman bagi musuhnya.
“Chen’er, ada sesuatu? Kau lagi-lagi melihat wajahku, apakah kakak semenakutkan itu?” Jian Ya meletakan tangannya didagu, memandang Jian Chen yang tanpa berkedip melihat dirinya.
“Ah, maap... Junior cuma banyak pikiran…” Jian Chen salah tingkah, wajahnya sedikit memerah karena itu.
Mendengar itu Jian Ya tertawa walau tak lama ia merubahnya menjadi senyuman tipis. Awalnya, dia pikir anak kecil didepannya tertarik pada kecantikannya tetapi tatapan Jian Chen tadi berbeda, seperti ada kecemasan dari sorot matanya.
‘Apa mungkin anak kecil ini takut padaku?’ Jian Ya rasanya tak habis pikir, ia mana mungkin ditakuti lewat wajahnya.
Kedua insan itu tengah duduk dimeja Paviliun. Sebelumnya Jian Chen meminta izin untuk tidak terlebih dahulu menyentuh Bola Pembaca Jiwa karena menunggu ayahnya balik.
Jian Ya tidak memaksa hal itu, akhirnya keduanya memilih duduk tepat dimeja Bola Pembaca Jiwa berada.
“Chen’er, apakah kau tau sejarah pembuatan Bola ini?” berpikir karena terlalu banyak diam, Jian Ya mencoba bercerita dan ingin lebih akrab dengan anak kecil didepannya.
Bagi Jian Ya tidak sulit akrab dengan siapapun entah itu anak-anak ataupun lansia. Bagi pemimpin seperti Jian Ya, berkomunikasi adalah hal yang sangat penting.
“Junior tidak tahu, bisakah ketua menceritakannya.”
Jian Ya tersenyum, sesuai dugaannya anak kecil seperti Jian Chen pasti menyukai cerita pikirnya. Jian Ya kemudian menceritakan kisah bola kaca Pembaca Jiwa.
Dibanding sejarah, Jian Ya menceritakan dongeng dan kisah tentang bola kaca itu bisa ada.
Jian Ya hendak membangkitkan sifat antusias pada Jian Chen dengan menceritakan pendekar hebat namun kenyataannya tidak terjadi. Jian Chen bahkan memasang wajah biasa saja.
Tentu saja Jian Chen tahu bahwa kisah yang dibawakan Jian Ya bohongan, dia tidak akan antusias seperti anak kecil karena dirinya sebenarnya sudah dewasa secara mental. Jian Chen cuma berpura-pura mendengarkan.
“Sepertinya putera dari Ibu Ran tidak bisa dibohongi…” Jian Ya terbatuk pelan.
“Chen’er, sepertinya ayahmu masih lama, kenapa kau tidak langsung menyentuhnya saja. Kakak penasaran dengan bakatmu…” Jian Ya tersenyum, mengubah topik pembicaraan.
Jian Chen menggaruk kepala, melihat sekeliling, ia heran kenapa ayahnya begitu lama padahal tadi tidak ada antrian di Paviliun. Jian Chen juga tidak enak hati menolak permintaan ketua klannya terus menerus.
“Kalau begitu, terimakasih bantuannya, Ketua…” Jian Chen mau tak mau menurut.
Sebenarnya ada alasan kuat kenapa Jian Chen tidak mau menyentuh bola kaca itu langsung. Pertama, dia tahu apa yang akan terjadi setelah menyentuh bola kaca tersebut, cahayanya, bakatnya, elemennya, semua tahu.
Kedua, Jian Chen tidak ingin menunjukan hal ini didepan Jian Ya secara langsung, ia punya alasan sendiri dengan hal ini.
Karena sekarang tidak ada pilihan lain, Jian Chen kemudian menyentuh Bola Pembaca Jiwa, kedua tangannya terulur diatas bola kaca tersebut.
Jian Chen tersenyum tipis, dia tidak berharap hal lebih akan terjadi, bakatnya dikehidupan sebelumnya akan sama dengan yang sekarang.
Dikala telapak tangan Jian Chen menyentuhnya, tak berangsur lama Bola Pembaca Jiwa mulai bereaksi.
Pertama-tama, bola kaca itu bergetar hebat hingga sampai meja yang ada dibawahnya ikut bergetar. Bola kaca perlahan berubah warna menjadi cahaya emas yang redup, saking redupnya cahaya itu berkelap-kelip seperti bintang malam yang jauh.
‘Ternyata sama saja…’ Jian Chen bergumam pelan, dia tahu bakal begini reaksi saat dirinya menyentuh Bola Pembaca Jiwa.
Tak lama Jian Chen tengah mengetes bakatnya, Jian Wu baru saja datang. Ia dikejutkan dengan Jian Chen yang bersama seseorang yang terpandang, belum lagi anaknya sekarang sudah menyentuh Bola Pembaca Jiwa.
Namun yang paling mengejutkan dari itu semua adalah raksi bola kaca tersebut yang kini berwarna emas, Jian Wu baru pertama kali melihat Bola Pembaca Jiwa bisa berwarna seperti itu.
Bukan Jian Wu saja yang terkejut tetapi Jian Ya juga, gadis itu justru lebih terpaku memandangnya. Ia tidak menyangka kalau Jian Chen memiliki sesuatu yang langka pada dirinya terutama karena warna bola cahaya itu.
“Chen’er apakah ini benar Elemenmu?” Jian Ya membuka mulutnya tidak percaya dengan apa yang dilihat.
Jian Chen melepaskan tangannya, ia tersenyum canggung. Bukan itu yang harus dikatakan ketua klannya melainkan keredupan pada cahaya bola itu. Jian Chen memiliki bakat yang rendah.
“Salam ketua…” Jian Wu segera menghampiri lalu memperkenalkan dirinya, ia memberi hormat dahulu pada ketua klan. Ia berdiri disamping Jian Chen.
“Ah, apakah kau ayahnya Chen’er?” Jian Ya bertanya.
“Ini… ya, dia adalah anakku.”
Jian Ya menunjuk bola kaca Pembaca Jiwa “Warna pada bola kaca anakmu itu berwarna emas, itu adalah sesuatu yang langka bahkan di Benua Timur ini. Aku tak pernah melihatnya tetapi aku tahu artinya. Jian Chen memiliki Elemen Cahaya…”
“Ketua, apakah ini hal yang buruk?” Jian Wu entah kenapa cemas melihat ekpresi ketua klan.
“Bukan seperti itu, Elemen Cahaya adalah elemen yang sulit ditemukan oleh jutaan manusia sekalipun. Biasanya yang memilikinya bukan dari sembarang orang apalagi ditempat Klan menengah seperti ini.”
Jian Ya menghela nafas, memandang Jian Wu lagi. “Apakah Chen’er ini benar-benar dari Klan Jian?”
Mendengar itu Jian Wu terdiam, ia tidak bisa langsung menjawabnya. Hanya Jian Chen yang mengetahui maksud dari ekpresi ayahnya itu.
Jian Chen sudah mengetahuinya didalam dua surat yang ia temuai dari orang tuanya saat direruntuhan Klan Jian dulu. Selain membahas kalung kristalnya juga tentang dirinya, Jian Chen bukanlah anak kandung dari orang tuannya.