SIPNOSIS:
Kenneth Bernardo adalah pria sederhana yang terjebak dalam ambisi istrinya, Agnes Cleopatra. demi memenuhi gaya hidupnya yang boros, Agnes menjual Kenneth kepada sahabatnya bernama, Alexa Shannove. wanita kaya raya yang rela membeli 'stastus' suami orang demi keuntungan.
Bagi Agnes, Kenneth adalah suami yang gagal memenuhi tuntutan hidupnya yang serba mewah, ia tidak mau hidup miskin ditengah marak nya kota Brasil, São Paulo. sementara Alexa memanfaatkan kesempatan itu untuk mendapatkan suami demi memenuhi syarat warisan sang kakek.
Namun, kenyataan tak berjalan seperti yang Agnes bayangkan, setelah kehilangan suaminya. ia juga harus menghadapi kehancuran hidupnya sendiri-dihina orang sekitarnya, ditinggalkan kekasih gelapnya uang nya habis di garap selingkuhan nya yang pergi entah kemana, ia kembali jatuh miskin. sementara Alexa yang memiliki segalanya, justru semakin dipuja sebagai wanita yang anggun dan sukses dalam mencari pasangan hidup.
Kehidupan Baru Kenneth bersama Alexa perlahan memulihkan luka hati nya, sementara Agnes diliputi rasa marah dan iri merancang balas dendam, Agnes bertekad merebut kembali Kenneth bukan karena haus cinta tetapi ingin menghancurkan kebahagiaan Alexa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HMYT-24
Setelah Agnes keluar dari warung kopi, suasana di meja ibu-ibu yang tadinya sempat hening, kini mulai ramai lagi. Mereka mulai saling berbicara dengan nada lebih santai, tapi ada kecanggungan yang terasa setelah percakapan dengan Agnes tadi. Beberapa dari mereka mulai saling melirik, mencoba mencerna apa yang baru saja didengar.
"Aduh, Agnes tuh sering banget ceritain hidupnya kayak di atas angin, ya? Padahal rumah tangganya juga gak sempurna," kata Endang sambil melirik ke arah warung.
"mimpi-mimpinya. Bikin kita yang denger ini malah gerah," katanya sambil memandang yang lain, seakan mengonfirmasi pendapatnya.
"Ya, siapa yang nggak tahu kalau Kenneth itu cuma kerja bengkel? Gimana bisa nyukupi kebutuhan hidup mereka kalau begitu?" jawab Jennifer.
Beberapa ibu yang sering liat keseharian Agnes mulai mengeluh. "Kenneth itu orangnya baik, tapi Agnes? Ah, dia tuh cuma bisa pamer, padahal kenyataannya, duitnya aja nggak cukup. Suka banget beli barang-barang mewah, tapi bayar susah," kata Moa dengan nada kesal.
Beberapa ibu mulai mengecam Agnes lebih keras. "Dia itu yang sering keluar malam, tapi kasih kesan kayak kerja di perusahaan besar. Kenneth tuh yang selalu berusaha keras, tapi dia malah ga ngerti diri," sindir Miranda.
Saat Agnes balik ke rumah, beberapa ibu langsung "julidin" dia di depan rumah. "Lihat aja tuh, bawa tas mahal, tapi rumah tangganya berantakan. Kenneth yang kasihan, nggak tahu istri kayak gitu," ujar Risya yang lebih tua dengan tajam.
"Aduh, kasihan banget sih Kenneth, dia itu kerja keras, tapi nggak pernah dapet apresiasi dari istrinya yang suka pamer," tambah ibu lainnya. Sambung Bella.
Gosip itu menyebar cepat, dan Agnes tahu, rumah tangganya jadi bahan omongan di mana-mana. Tapi dia tetap nggak peduli, meski sesekali kesal dengerin komentar pedas dari tetangga.
" dia tuh udah kebanyakan gaya, deh. Kerja di hotel katanya, tapi hidupnya juga nggak jelas. Kenneth cuma bengkelan, eh, tapi Agnes malah jadi kayak orang paling sukses di komplek," keluh Miranda , seolah nggak habis pikir dengan sikap Agnes yang terlalu tinggi hati.
"Kasihan Kenneth, loh. Dia tuh bekerja keras, tapi istrinya malah cuma bisa pamer tanpa ngerti keadaan. Agnes itu nggak tahu diri!" Risya menambahkan, suaranya agak kesal.
"Betul! Coba deh, kalau nggak ada Kenneth yang kerja keras, dia bakal ngapain?" Bella ikut menimpali, makin terbuka dengan keluhan tentang Agnes.
Bella yang sedari tadi agak kesal dengan sikap Agnes, mengangguk. "Iya, bener banget.Aku sih nggak ngerti ya, kerja di hotel atau nggak, tapi ngapain juga ngomongin Kenneth terus-terusan kayak gitu? Itu suaminya loh." sindirnya dengan nada agak tinggi.
Moa, yang biasanya lebih diam, akhirnya angkat bicara. "Yangku perhatiin sih, Agnes itu suka banget ngerendahin Kenneth. Kayak nggak ada harganya aja, cuma kerja di bengkel. Padahal, ya, Kenneth itu kerja keras loh. Gak seperti Agnes yang jarang pulang, mungkin dia anggap kerjaannya lebih penting," ujarnya dengan nada agak kesal, mencoba menyeimbangkan pandangan mereka.
Miranda menghela napas, "aku sih udah lama ngeliatnya. Agnes itu kerja kayaknya lebih buat pamer ke tetangga daripada buat bantuin rumah tangga. Beli barang-barang mahal, tapi bayar susah, itu kan kelihatan banget. Uang yang ada kan buat apa, kalau nggak cukup buat kebutuhan dasar?"
Jillian pun tidak kalah nyinyir. "Tapi, dia kan sering banget bilang dia kerja di hotel bintang lima. Padahal, ya, kadang dia pergi pagi, pulang malem, kadang-kadang nggak pulang beberapa hari. Apa iya itu semua buat kerjaan yang 'mulia'?" dia melirik ke arah ibu ibu yang merasa yakin kalau mereka juga merasakan hal yang sama.
Bella mengangguk, "Ya, yangku heran, sih, Kenneth itu kenapa nggak marah? Kalau aku jadi dia, udah lama tuh ngomong. Mungkin dia kasihan ya, cuma dia nggak bisa apa-apa karena hidupnya bergantung sama Agnes, yang ternyata suka nyombong gitu ke orang-orang."
"Iya, iya, itu yang ku maksud!" kata Risya, dengan nada sedikit menggebu. "Dia sering banget ngerendahin Kenneth. Padahal, hidup mereka itu kan dari kerja kerasnya Kenneth juga.Aku sih ngerti kalau dia kerja di bengkel."
Moa menambahkan, "Sama yang paling ngeselin tuh, Agnes suka banget ngomong kalau dia itu lebih sukses daripada Kenneth. Padahal, kalau dia gak ada Kenneth, mungkin nggak akan bisa hidup sebaik itu. Kenneth yang kerja banting tulang, tapi Agnes selalu bikin dia keliatan seperti orang yang nggak ada harganya."
Setelah mereka berbicara agak lama, beberapa ibu yang lainnya ikut menambahkan gosip mereka. "Tahu nggak, si Kenneth itu sebenernya orangnya baik, tapi ya, kadang kasihan juga sih. Dapat istri yang kayak gitu, udah sering denger berantem terus di rumah. Cuma masalah duit aja, si Agnes gak pernah puas. Eh, dia malah terus-terusan nyombongin pekerjaan dan gajinya yang katanya gede banget," ucap
Miranda.
"Emang udah kelihatan dari luar sih, mereka sering ribut, ya?Aku pernah denger mereka berantem, kadang sampai terdengar ke tetangga. Kenneth itu kelihatannya nggak bisa ngelawan, mungkin karena dia nggak berani nyuruh Agnes. Padahal, ya, Agnes tuh harusnya bisa lebih menghargai suaminya. Jangan cuma ngandelin kerjaan dia aja yang katanya di hotel, sementara rumah tangga mereka begitu, berantakan," tambah Ibu Dini.
Moa mengangkat gelas kopi, menatap ibu-ibu lain yang tampaknya sepakat dengan pendapatnya. "Tapi, ya, gitu deh. Mereka tuh nggak saling ngerti. Agnesnya sibuk pamer gaji gede, sementara Kenneth yang cuma di bengkel, kerjanya keras tapi nggak dihargain. Makin lama makin kasihan deh liat rumah tangga mereka. Semuanya sih kelihatan sempurna di luar, tapi sebenarnya ada banyak masalah yang nggak keliatan."
Suasana warung kopi pun jadi sedikit hening sejenak setelah itu, ibu-ibu melanjutkan gosip mereka tentang kehidupan Agnes dan Kenneth, beberapa masih tampak gelisah, sementara yang lain hanya mengangguk, saling sepakat dengan pandangan yang ada. Mereka tahu, kehidupan Agnes tidak seindah yang terlihat di luar, dan mereka berharap suatu saat ada yang bisa membuka mata Agnes tentang pentingnya menghargai apa yang ada.
****
Setelah seharian bekerja keras di bengkel, Kenneth akhirnya sampai di rumah. Ia membuka pintu, dan suasana rumah yang sunyi langsung menyapa. Begitu melangkah masuk, ia melihat sekeliling—semua tampak rapi dan bersih. Lantai yang mengkilap, meja yang tertata rapi, dan segala sesuatu tampak seperti teratur. Tidak ada tumpukan pakaian kotor atau piring kotor yang menunggu dicuci. Rumah itu benar-benar bersih, dan tanpa perlu bertanya, Kenneth sudah tahu siapa yang melakukannya. Agnes.
"Agnes ke mana, ya? Memang gak pernah betah manusia itu dirumah heran deh." gumamnya pelan, namun ia tidak merasa perlu mencari tahu lebih lanjut. Saat ini, yang ada di pikirannya hanya satu: dia harus mandi dan istirahat.
Kenneth melepas sepatu dan tasnya, kemudian menuju kamar mandi. Selama beberapa detik, ia hanya berdiri di depan pintu, menatap dirinya di cermin. Badannya terasa lelah, namun ia berusaha menepis rasa capek itu. Ia sudah terbiasa menjalani hari-hari seperti ini. Pulang ke rumah, menemukan segalanya dalam keadaan bersih, dan Agnes entah ke mana.
Tanpa banyak berpikir, ia masuk ke kamar mandi, membersihkan diri dengan cepat. Tak ada perasaan cemas atau khawatir tentang ke mana Agnes pergi. Semua itu sudah menjadi rutinitas baginya. Agnes pergi, dan dia tak peduli. Yang penting rumah ini bersih, dan dia bisa makan dengan tenang setelah mandi.
Setelah selesai mandi dan ganti pakaian, Kenneth menuju dapur. Ia membuka lemari es, mengambil makanan yang sudah tersedia, dan duduk makan dengan tenang. Mungkin Agnes sedang sibuk di luar, atau mungkin dia hanya butuh waktu sendiri. Tapi itu bukan masalah baginya. Yang penting, rumahnya bersih dan makanannya ada.