Bukan bacaan untuk bocil.
Setiap manusia terlahir sebagai pemeran utama dalam hidupnya.
Namun tidak dengan seorang gadis cantik bernama Vania Sarasvati. Sejak kecil ia selalu hidup dalam bayang-bayang sang kakak.
"Lihat kakakmu, dia bisa kuliah di universitas ternama dan mendapatkan beasiswa. kau harus bisa seperti dia!"
"Contoh kakakmu, dia memiliki suami tampan, kaya dan berasal keluarga ternama. kau tidak boleh kalah darinya!"
Vania terbiasa menirukan apa yang sang kakak lakukan. Hingga dalam urusan asmarapun Vania jatuh cinta pada mantan kekasih kakaknya sendiri.
Akankah Vania menemukan jati diri dalam hidupnya? Atau ia akan menjadi bayangan sang kakak selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit menggunakan helikopter, kini Betrand dan Vania telah tiba di rooftop sebuah apartemen mewah yang terdapat landasan helikopter di atasnya.
"Ayo turun." Ajak Betrand sembari mengulurkan tangannya pada sang istri.
Perlakuan manis Betrand, sukses membuat hati Vania berbunga-bunga. Tak henti-hentinya wanita cantik itu mengucapkan rasa syukur, serta sebuah senyuman yang selalu terukir di wajah cantiknya.
"Terima kasih kak." Vania menyambut uluran tangan sang suami tercinta dengan perasaan bahagia.
Kedatangan Betrand dan Vania disambut pula oleh para pengawal dan para pelayan yang memang sedari tadi telah menanti kedatangan tuan dan nyonya mereka.
Bahkan sudah ada Roy dan Ririn pula yang telah lebih dulu tiba di sana.
Dibalik suksesnya acara wedding ekspres antara Betrand dan Vania, ada campur tangan sosok Roy dan Ririn yang babak belur di belakangnya.
Bayangkan saja, Betrand hanya memberi waktu 1 hari saja pada Roy dan Ririn untuk menyiapkan segalanya.
"Kalian semua boleh pulang." Titah Betrand setelah memperkenalkan Vania sang istri pada semua pengawal dan pelayan yang bertugas di penthouse mewah miliknya.
"Baik tuan." Jawab para pengawal dan pelayan itu serempak, kemudian mereka berjalan beriringan menuju pintu keluar untuk pulang ke rumah masing-masing dan akan kembali ke penthouse mewah itu esok hari. Kecuali 2 orang pengawal yang memang di tugaskan oleh betrand untuk berjaga di luar penthouse miliknya semalaman.
"Kalian berdua juga pulanglah." Titah Betrand pada Roy dan juga Ririn.
"Baik tuan." Balas Roy dan Ririn patuh.
"Terima kasih atas kerja keras kalian, aku akan segera mentransfer bonus untuk kalian berdua."
Mendengar kata bonus, wajah Roy yang semula lesu kini berubah jadi bersemangat kembali. Padahal seharian ini Roy selalu memasang wajah sedihnya, karna wanita incarannya telah menikah dengan bosnya sendiri.
"Terima kasih tuan." Jawab Roy dan Ririn kompak.
Setelah berpamitan pada tuan Betrand dan nyonya Vania, Roy dan Ririn berjalan beriringan menuju pintu keluar. Dalam perjalanan menuju pintu keluar penthouse yang singkat itu, tak henti-hentinya Roy mengambil kesempatan untuk menggoda Ririn dengan rayuan mautnya.
"Rin, apa malam ini aku boleh menginap di tempatmu? Pasti akan sangat menyenangkan bisa menghabiskan malam dengan wanita cantik dan tangguh sepertimu." Roy mulai melancarkan aksinya.
"Hey, apa kau bisu?" Kesal Roy karna wanita yang selalu berpenampilan tomboy itu tak bergeming sedikitpun. Ririn sudah hapal dengan tabiat Roy yang seorang pemain wanita. "Hanya wanita bodoh saja yang akan termakan rayuan buaya darat seperti Roy." Batin Ririn sembari menguatkan imannya agar tak jatuh dalam perangkap pria itu.
"Ck. Kau itu jual mahal sekali! Tidak laku baru tahu rasa!" Cicit Roy dengan nada meledek.
Bugh!
Tanpa basa-basi Ririn menghadiahkan sebuah pukulan di perut six pack Roy.
"Wow! Kau memang berbeda. Aku semakin bersangat untuk menaklukanmu." Pekik Roy sembari memegang perutnya yang terasa sakit akibat pukulan Ririn.
"Ha...ha...mereka itu pasangan yang serasi." Ucap Vania sembari tertawa renyah. Tawa Vania baru terhenti saat ia menyadari kalau Betrand sedang menatap tajam ke arah dirinya.
Mendapat tatapan yang tak biasa dari pria yang kini telah berstatus sebagai suaminya, Vania jadi salah tingkah.
Apalagi setelah semua orang pergi, kini hanya tinggal Vania dan Betrand saja di penthouse besar dan mewah itu. Penthouse yang baru saja Betrand beli sesaat sebelum menikahi Vania.
Sepasang pengantin baru itu saling menatap dengan tatapan yang sulit untuk di artikan.
"Maafkan aku Vania, malam itu aku benar-benar mabuk hingga tak bisa mengendalikan diriku." Lirih Betrand, terlihat begitu banyak penyesalan di netra biru yang biasanya selalu memancarkan aura kemarahan itu.
"Semua ini adalah salahku, jadi aku mohon jangan pernah berpikir untuk menyakiti dirimu dan juga kandunganmu lagi." Diraihnya tangan sang istri yang terdapat bekas luka, lalu dikecupnya dengan dalam.
"Dan jangan pernah berpikir untuk lari lagi, karna di luar sana ada dua orang pengawal yang akan selalu mengawasimu." Peringati Betrand.
"Maafkan aku kak, aku benar-benar frustasi saat itu. Jadi aku tidak bisa berpikir jernih." Sesal Vania pula.
Dua insan manusia yang baru saja mengikrarkan janji suci pernikahan itu tenggelam dalam pemikiran mereka masing-masing. Keduanya saling diam, tapi dalam jiwa mereka terjadi perang batin yang begitu dahsyat.
"Kau pasti sangat lelah, lebih baik kita istirahat sekarang." Hingga terdengar suara berat Betrand, memecah keheningan diantara mereka.
"Iya kak." Vania mengangguk tanda setuju.
Pria berahang tegas itu membimbing sang istri menuju lantai dua, karna di sanalah kamar mereka berada.
Tanpa sungkan Betrand menggendong Vania yang terlihat kesulitan menaiki anak tangga dengan gaun pengantinnya yang memiliki ekor panjang.
Hati Vania terasa seperti melayang ke angkasa, seiring dengan tubuhnya yang kini tengah berada dalam gendongan sang suami.
Tak ingin jatuh, Vania pun melingkarkan tangannya di leher Betrand.
Ditatapnya wajah sang suami tercinta yang terlihat begitu tampan dalam jarak yang begitu dekat. Dengan susah payah Vania menelan salivanya dalam-dalam. Menahan dirinya untuk tidak mencium pipi sang suami yang terlihat begitu menggoda imannya.
"Istirahatlah." Betrand menurunkan sang istri di atas ranjang.
"Jika butuh sesuatu panggil saja aku, Kamarku ada di sebelah kamar ini."
Deg!
Ucapan Betrand bagaikan badai yang memporak-porandakan kebahagiaan di hati Vania.
Vania yang semula merasa terbang tinggi di atas awan, kini seperti dihempaskan kembali ke dasar bumi.
"Tapi kak, bukankah kita suami istri. Kenapa kita tidak tidur dalam satu kamar?" Protes Vania. Tapi hanya mampu Vania lontarkan dalam hati saja, sedangkan mulutnya terkunci rapat.
"Selamat tidur!" Betrand mengusap puncak kepala sang istri dengan lembut, kemudian berlalu menuju kamarnya sendiri.
"Memangnya apa yang kau harapkan Vania? Nasib baik kak Betrand masih mau mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan menikahimu." Vania berbicara pada dirinya sendiri.
"Tidak papa jika kami tidak tidur dalam satu kamar. Setidaknya hubunganku dan kak Betrand ada kemajuan besar, kami telah menjadi sepasang suami istri sekarang." Vania terus bermonolog.
"Peluangku untuk mendapatkan cinta kak Betrand semakin besar, karna kami tinggal di bawah satu atap yang sama." Vania terus menyemangati dirinya sendiri.
Direbahkannya tubuh lelah itu di atas ranjang king size yang hanya ditiduri oleh dirinya seorang.
Tatapan Vania menatap ke arah langit-langit kamar bercat putih itu, namun pikirannya menerawang jauh entah kemana.
"Berkat kau, papa mau menikahi mama. Setelah kau lahir nanti, bantu mama untuk mendapatkan hati papa ya nak." Batin Vania seraya mengelus perutnya yang masih rata.
Vania terus berbicara pada janin dalam kandungannya, sampai Vania ketiduran karna kelelahan.
Bersambung.
gitu amat sikapnya 😡😡
Gak sabar nunggu moment itu terkuak 👍🤗