**Prolog**
Di bawah langit yang kelabu, sebuah kerajaan berdiri megah dengan istana yang menjulang di tengahnya. Kilian, pangeran kedua yang lahir dengan kutukan di wajahnya, adalah sosok yang menjadi bisik-bisik di balik tirai-tirai istana. Wajahnya yang tertutup oleh topeng tidak hanya menyembunyikan luka fisik, tetapi juga perasaan yang terkunci di dalam hatinya—sebuah hati yang rapuh, terbungkus oleh dinginnya dinding kebencian dan kesepian.
Di sisi lain, ada Rosalin, seorang wanita yang tidak berasal dari dunia ini. Takdir membawanya ke kehidupan istana, menggantikan sosok Rosalin yang asli. Ia menikah dengan Kilian, seorang pria yang wajahnya mengingatkannya pada masa lalunya yang penuh luka dan pengkhianatan. Namun, di balik ketakutannya, Rosalin menemukan dirinya perlahan-lahan tertarik pada pangeran yang memikul beban dunia di pundaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 32
Kilian sedang berdiri di tenda peristirahatan, mengasah pedangnya dengan penuh konsentrasi. Suara logam yang bergesekan dengan batu asah terdengar ritmis, mencerminkan ketenangan di balik ketegangan yang ia rasakan. Namun, langkah-langkah kecil yang mendekat membuatnya berhenti sejenak.
“Kilian…” suara Rosalin yang lembut memecah kesunyian.
Kilian menoleh, melihat Rosalin berdiri ragu di depan pintu tenda. Mata gadis itu menatapnya dengan keraguan yang sulit disembunyikan.
“Ada apa, Rosalin?” tanyanya dengan nada tenang namun penuh perhatian, melihat Rosalin tampak seperti ingin mengatakan sesuatu namun menahan diri.
Rosalin mengambil napas dalam-dalam sebelum melangkah lebih dekat. Dia mengulurkan tangan, menggenggam tangan Kilian yang dingin karena logam pedangnya. “Kembalilah dengan selamat, Kilian. Jika nanti di hutan ada sesuatu yang membahayakanmu… pergilah secepat mungkin.”
Kilian menatap Rosalin, sedikit terkejut dengan nada seriusnya. Genggaman tangan Rosalin begitu erat, membuatnya tidak bisa mengabaikan permintaannya.
“Rosalin, seharusnya aku yang mengatakan itu padamu,” jawabnya, suaranya merendah, namun jelas ada kekhawatiran di dalamnya. “Kembalilah dengan selamat. Jika kau tidak bisa menghadapi mereka, tinggalkan saja. Kalah pun tidak masalah.”
Rosalin menggeleng pelan, senyum tipis menghiasi wajahnya meski ada bayangan kekhawatiran di matanya. “Aku tidak mau kau terluka, Kilian. Jika kau tidak kembali dengan selamat, aku… aku akan marah kepadamu.”
Kilian terdiam sejenak, matanya menatap Rosalin dalam-dalam. Dalam momen itu, ada sesuatu yang berbeda dalam caranya memandangnya. Lalu, dia menggenggam tangan Rosalin kembali, membalas kekuatan genggaman itu dengan lembut.
“Kau tahu aku tidak akan membiarkan diriku kalah begitu saja, bukan? Kau bisa mengandalkan aku, Alin,” jawabnya dengan nada yang lebih lembut.
Rosalin terkesiap, wajahnya memanas mendengar nama panggilan baru itu. 'Alin?'
Kilian mengangkat alis, sedikit bingung dengan reaksinya. “Apa?”
"Aku suka,” jawab Rosalin, wajahnya semakin bersemu merah.
Kilian tersenyum kecil, namun sebelum ia sempat membalas, Rosalin mendekatkan diri padanya. Matanya menatap langsung ke mata Kilian, penuh dengan kejujuran yang membuatnya terkejut.
“Aku mencintaimu, Kilian.”
Kilian terdiam, seluruh tubuhnya terasa beku mendengar kata-kata itu. Hatinya berdebar kencang, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Dia selalu berpikir bahwa dirinya terlalu gelap, terlalu rusak untuk seseorang seperti Rosalin. Namun, pengakuan itu menghantamnya dengan kekuatan yang tak pernah ia duga.
“Rosalin, aku…” Kilian ingin menjawab, tetapi kata-katanya tertahan.
Rosalin tersenyum, meski ada sedikit gugup di sana. Dia menggenggam tangan Kilian lebih erat lagi. “Kau tidak perlu menjawab sekarang. Aku hanya ingin kau tahu.”
Kilian menatap Rosalin, matanya yang biasanya dingin dan sulit ditebak kini penuh dengan sesuatu yang tak terungkapkan. Dia tidak mengatakan apa-apa lagi, hanya menggenggam tangan Rosalin lebih kuat, seolah berjanji dalam diam bahwa dia akan kembali, apapun yang terjadi.
Saat itu, suara lonceng tanda dimulainya kompetisi terdengar dari kejauhan, memecah momen di antara mereka. Rosalin melepaskan genggamannya perlahan, menatap Kilian untuk terakhir kalinya sebelum berbalik dan pergi ke arah persiapan peserta lainnya.
Kilian berdiri di sana, masih memegang pedangnya. Matanya tetap tertuju pada Rosalin yang semakin menjauh, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa ada sesuatu yang lebih penting daripada kemenangan atau kehormatan: memastikan Rosalin tetap aman.
Hari terakhir kompetisi pemilihan raja dan ratu tiba, sebuah tantangan akhir yang dirancang untuk menguji ketangguhan, kecerdikan, dan keberanian para peserta. Kali ini, mereka diharuskan berburu di tengah hutan lebat, tanpa bantuan apapun. Mereka hanya diizinkan membawa satu senjata yang telah disediakan: pedang, panahan, tombak, belati, kapak, dan sebuah busur kecil dengan anak panah beracun.
Rosalin berdiri di barisan peserta, matanya menatap setiap senjata dengan saksama. Beberapa peserta lain sudah memilih dengan percaya diri—pedang untuk pertarungan jarak dekat, tombak untuk perlindungan diri, atau kapak untuk kekuatan besar. Namun, Rosalin memutuskan sesuatu yang menurutnya lebih fleksibel.
“Aku akan memilih panahan,” ujarnya dengan mantap. Dalam pikirannya, panahan adalah pilihan cerdas—efektif untuk berburu dari jarak jauh dan memberinya keuntungan untuk menjaga jarak aman dari binatang buas atau peserta lain yang mungkin berbahaya.
Setelah semua peserta membuat pilihan, lonceng besar berdentang, menandakan dimulainya tantangan terakhir. Para peserta diberi waktu hingga matahari terbenam untuk kembali ke titik awal dengan hasil buruan terbaik.
Rosalin memulai perjalanannya dengan hati-hati, memacu kudanya dengan tenang sambil memperhatikan sekelilingnya. Jalanan hutan yang rumit ia tandai dengan benang tipis yang ia bawa, memastikan dia tidak akan tersesat jika terlalu jauh masuk ke dalam hutan.
Rosalin memutuskan untuk menargetkan seekor rusa jantan. Buruannya tidak perlu besar, namun cukup untuk membuktikan kemampuannya. Selain itu, ia yakin rusa lebih mudah ditemukan di hutan seperti ini.
Namun, waktu terus berlalu. Matahari mulai condong ke barat, dan anehnya, tidak satu pun hewan terlihat sepanjang perjalanannya. Bahkan kuda yang ia tunggangi mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Rosalin memutuskan untuk berhenti sejenak, memberikan waktu bagi kudanya untuk beristirahat.
Baru saja ia hendak turun dari pelana, suara geraman rendah terdengar dari semak-semak di depannya. Rosalin membeku. Tangannya memegang erat tali kekang kuda, mundur perlahan sambil berusaha menenangkan hewan itu.
Dari balik semak, seekor serigala besar muncul dengan tatapan lapar yang tajam. Kuda Rosalin meringkik keras, ketakutan, dan hilang kendali. Rosalin berusaha keras memegang tali kekang, tetapi kekuatan kudanya terlalu besar. Kuda itu mulai berlari liar, menyeret Rosalin bersamanya.
“Tenang! Tenang!” seru Rosalin, suaranya dipenuhi kepanikan. Namun, serigala itu tidak menyerah begitu saja. Ia mengejar dengan kecepatan yang mengerikan, membuat Rosalin semakin sulit mengendalikan kudanya.
Rosalin terus menoleh ke belakang, memastikan jarak antara dirinya dan serigala. Namun karena fokusnya teralihkan, ia tidak memperhatikan jalan di depannya. Detik berikutnya, semuanya terjadi begitu cepat—kudanya tergelincir, dan mereka terjatuh ke jurang yang curam.
Tubuh Rosalin menghantam air sungai yang deras di dasar jurang. Arus yang kuat segera menyeretnya menjauh dari kudanya. Dia berusaha keras berenang ke tepi, tetapi derasnya aliran sungai membuat usahanya sia-sia. Setiap kali dia mencoba menggapai udara, ombak menggulungnya kembali ke bawah.
Air yang masuk ke paru-parunya membuat Rosalin terbatuk-batuk, tetapi tenaganya semakin melemah. Matanya mulai buram, tubuhnya terasa berat, dan perlahan ia menyerah pada aliran air yang membawa tubuhnya pergi, entah ke mana.
Namun, di tengah kesadarannya yang memudar, samar-samar Rosalin merasa ada seseorang menarik lengannya keluar dari air...
...***...
Terimakasih karena telah menjadi pembaca setia cerita silhoute of love ❤️
Jangan lupa untuk like komen dan vote ❤️
one gift❤️
semoga ceritanya sering update